Setelah beberapa waktu, Lelaki itu tersadar, jika ia tak bisa terus terbelenggu dalam hitamnya masa lalu.Â
Pintu itu menggambarkan semuanya, lorong gelap, pintu terkunci, mengisyaratkan ia tidak boleh untuk berjalan ke masa depan. Cukup disini, berthanalah di masa lalu !Â
Dengan paksa, Lelaki itu menggedor pintu yang terkunci rapat, tiga kali ia mendobrak pintu itu namun hasilnya sia-sia.Â
Ia hampir menyerah, tapi semua kenangannya mengajaknya untuk pergi menjauh.Â
Ia terus mencoba, hingga pada dobrakan keenam pintu itu perlahan bisa terbuka. Dobrakannya begitu kencang, hingga membuat kunci gembok rusak, dan gagang pintu yang tak lagi utuh.Â
Melihat itu, sedikit demi sedikit ia buka pintu tersebut. Dari ruang pintu yang terbuka sedikit itu, muncul cahaya, yang kemudian sedikit menerangi lorong gelap itu.Â
Ngiiiieeeeek, brak !Â
Pintu itu terbuka seutuhnya. Lorong yang tadinya gelap, kini penuh cahaya seutuhnya.Â
Bagian yang mulanya tak bisa ia raba, sekarang setiap sudutnya bisa terlihat begitu jelas. Lorong itu terlihat tidak utuh, ada beberapa bagian yang rusak, meskipun kebanyakan memang sudah rusak.Â
Jika dilihat secara jelas, Lelaki itu percaya jika dulunya lorong itu bagus, terawat. Namun, karena tidak terawat semua menjadi tidak nikmat dipandang. Rusak, berdebu dan tak layak untuk disinggahi.Â
Terlihat pula cat tembok berwarna kuning coklat yang sudah usang, tampaknya memang tidak pernah di cat ulang.Â