Mohon tunggu...
Anggit Pujie Widodo
Anggit Pujie Widodo Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. ( Pramoedya Ananta Toer )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kelana Kalis

7 Maret 2023   21:30 Diperbarui: 7 Maret 2023   21:58 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lorong Gelap. (Foto by Anggit Pujie Widodo)

'Bagaimana aku tahu kau mencintaiku, ketika aku sendiri tak tahu bagaimana mencintai diriku sendiri. Beribu pesan yang ku kirim, itu tak khayal hanya berupa sampah masa lalu yang kerap aku terima sendiri'

'Apa yang sekarang terjadi padaku, adalah tindakanku di masa lalu. Maaf kan aku yang tak memerhatikan, mempertahankan ego sendiri yang ujungnya hanya merusak harapan' 

'Aku yang berharap, aku pula yang menerima imbas harapan. Terlalu dalam aku terpaku pada harapku, hingga aku lupa, kau tak seserius itu padaku' 

'Ketika kau berpaling, aku sedih. Mencoba kuat hanya sehari, sisanya, aku mari terkapar sendiri. Kekasih, jika ruang dan waktu ini terbuka lagi, izinkan aku untuk menyapa dan menjabat tanganmu. Sembari ku ucapkan kata maaf padamu' 

'Maaf, 

Ruang dan waktu sudah terbuka kembali untuk Lelaki itu. Permintaan maaf atas apa yang telah terjadi dahulu ia sampaikan serang diri. Semua ya terlihat tidak nyata, namun itulah yang sedang terjadi. 

Lelaki itu terlalu berpangku tangan pada harap dan keyakinan nya sendiri. Peduli apa dia soal perasaan orang lain, dia merasa bisa tanpa harus berusaha lebih keras. 

Sampai pada akhirnya dia terlena, ketika kekasih hatinya berkelana membangun bahagia bersama orang lain. 

Tidak ada yang bisa ia perbuat, hanya sebongkah sesal dan ratapan. Sampai hari ini Lelaki itu masih belum percaya, melihatnya bukan seperti kenyataan. 

Lelaki itu memang belum sepenuhnya sadar, ada beberapa hal yang belum bisa ia terima dalam hidupnya. Tubuhnya berontak, walaupun isi kepala dan hatinya mencoba menerima. 

Yah, memang masa lalunya sedikit membuat dirinya mati kutu. Orang-orang di sekitarnya menganggapnya pandai, bahkan tak jarang beberapa dari mereka menumpahkan curahan hatinya ke lelaki itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun