"Nania,"
"Nama yang cantik," Aku tersenyum.
"Oh ya, maaf ya untuk waktu itu!" Ucapku lembut.
"It's Okay... santai aja kok." jawabnya simpel.
"Btw, kamu ngapain disini?"
"Mungkin sama kayak kamu, melepas penat." Jawabnya datar kepadaku.
"O....., memang kamu suka ngelihatin lampu-lampu kota kayak gini juga?" tanyaku
"Enggak juga sih, sebenarnya aku lebih suka main ketempat bermain yang extream,kayak dufan gitu, lain kali boleh kita main bareng?"
"Of Course tentu,"
Sejak percakapan singkat saat itu, aku dan Edward menjadi teman dekat, kita banyak menghabiskan waktu untuk jalan-jalan berdua, bahkan deep talk bareng, hingga pada akhirnya kami pun saling jatuh cinta tapi enggan saling mengungkapkan satu sama lain. Dan tidak akan ada di kamusku rencana sama sekali untuk mengungkapkan perasaanku itu,  kenapa? karena pada saat itu aku merasa bahwa sakitku semakin parah, aku cuma takut akan menyusahkan dia, kadang aku ingin marah pada keadaan tapi aku selalu percaya bahwa Tuhan selalu punya rencana yang indah untukku. Dan benar, saat itu penyakitku bertambah parah dan aku harus stay sendirian di rumah sakit karena aku tak punya keluarga yang bisa aku percaya, ayah dan Ibu sudah pergi dan aku sendiri, bahkan sering kali aku meminta Tuhan untuk mengakhiri ini semua agar aku bisa sama-sama lagi dengan mereka.
Ting... Ting...