Suamiku menggeleng-geleng kepala saja dan memelukku erat-erat.
'apa gerangan yang membuatmu hingga bersedih begitu sayang?', katanya lembut.
'mana ada anak perempuan yang hidupnya senang, bahagia punya pilihan didunia ini', kataku menggerutu.
'lho-lho ada apa ini?', kata suamiku senyum manja.
'dari kecil kami sudah diwajibkan bekerja didapur, tidak punya pilihan, selalu mengekor, hingga menikahpun selalu mengekor. Biar anak laki-laki saja yang kulahirkan, jadi tidak merasakan penderitaan perempuan', rengekku pada suamiku.
'lha orang tuanya kan kita. Ibunya perempuan hebat, cerdas dan pintar. Ayahnya juga begitu, yang tau bagaimana caranya menjadi laki-laki. Lantas kenapa takut sayang?', katanya bijak.
Aku tersenyum. Tapi tetap saja, anak laki-laki yang kupanjatkan doa kepada Tuhan. Bukan saja tentang penderitaannya, tapi tentang bagaiamana menciptakan laki-laki yang menjadi manusia.
(untuk suamiku), Bengkulu, 2 Agustus 2012