Di tepi jurang, aku merenung,
menatap dalam gelap yang mencekam.
Langkah-langkahku penuh ragu,
terbebani oleh dosa yang membelenggu.
Angin berbisik, menyeru kesunyian,
dosa-dosa menari dalam bayangan.
Hati ini retak, jiwa ini kosong,
adakah harapan di tengah dilema yang melolong?
Tiba-tiba, sedikit memecah gulata,
hangat menyentuh hati yang membeku di dada.
Di sana, Dia berdiri,
dengan penuh kasih sayang sejati.
"Anakku," suara-Nya lembut bergetar,
"Bukan jurang yang untukmu Kucararkan.
Kumengasihimu lebih dari semua salah,
tinggalkan beban, biarlah Aku yang menanggungnya."
Tangan-Nya terulur, penuh keikhlasan,
mencapai hati yang rapuh dalam keterpurukan.
Tak peduli luka, noda, atau tangisan,
Kasih-Nya abadi, melampaui batas kesalahan.
Di tepi jurang, aku menemukan Dia,
Sang Juru Selamat yang setia.
Dari kegelapan, Dia membawaku pulang,
cahaya dalam kasih yang tak lekang menuju.
Di tepi jurang, aku berdiri goyah,
Dosa-dosa mengikat, beban jiwa semakin parah.
Bayang-bayang kelam menelan harapan,
Aku bertanya, adakah jalan pulang?
Tiba-tiba, di tengah gelap gulata,
Cahaya lembut menyentuh dada.
Suara kasih berbisik mesra,
"Aku di sini, jangan putus asa."
Kulihat tangan-Nya terulur pasti,
Menyentuh hatiku yang hampir mati.
Meskipun kotor dan penuh cela,
Dia tak gentar, cinta-Nya tetap nyata.
Air mata jatuh di pipi kering,
Mencairkan hati yang lama membatu dingin.
Dalam pelukannya aku menemukan kedamaian,
Jurang pun sirna, berubah menjadi jalan yang ramai.
Oh Yesus, Penyelamat jiwa,
Di jurang dosa, Engkau tetap setia.
Mengulurkan tangan penuh pengampunan,
Membawa kembali jiwa yang kehilangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H