Mohon tunggu...
sayyid chairul umam jamalullail
sayyid chairul umam jamalullail Mohon Tunggu... -

tulisan membuat hidup lebih berarti dalam menilai kehidupan yang ada ;P

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Al Quran dan Ahlul Bayt as

3 September 2010   15:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:28 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tak lama Kemudian nabi mengangkat tangan Ali as setinggi-tingginya sehingga tampaklah sisi bawah tangan dari kedua pribadi yang agung itu dan beliau memperkenalkan Imam Ali kepada khalayak seraya berkata:

"Wahai manusia, siapa gerangan yang lebih layak dan lebih berhak terhadap kaum Mukminin dari pada mereka sendiri?"

Mereka menjawab:

"Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu".

Nabi saw berkata:

"Sesungguhnya Allah maulâ-ku dan aku adalah maulâ bagi mukminin, dan aku lebih berhak atas diri mereka ketimbang mereka. Maka barangsiapa yang maulâ-nya adalah diriku, maka ketahuilah bahwa Ali adalah maulâ-nya".

Sesuai dengan penuturan Ahmad bin Hanbal, nabi mengulang ungkapan ini sebanyak empat kali. Kemudian beliau melanjutkan dengan do'a:

"Ya Allah, cintailah mereka yang mencintai Ali, dan musuhilah mereka yang memusuhinya, kasihanilah mereka yang mengasihinya, murkailah mereka yang membuatnya murka, tolonglah mereka yang menolongnya, hinakanlah mereka yang menghina dan merendahkannya, dan jadikanlah ia sebagai sendi dan poros (mihwar) kebenaran".

Setelah selesai dan sebelum khalayak berpencar, Jibril datang kembali dengan membawa wahyu: "Hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu..." (QS. 5: 3) dan pada saat itu Rasulullah bersabda, "Maha Besar Allah atas penyempurnaan agama dan nikmat. Ia telah ridha dengan misiku dan kepemimpinan Ali as setelahku." Atas dasar ini, apakah ada penafsiran lain selain imâmah dan kepemimpinan Ali as dari penyempurnaan agama dan nikmat itu?

Koreksi Sanad Hadis

Hadis Al-Ghadir adalah salah satu hadis yang sangat populer, baik dalam Syi'ah maupun Ahlussunnah. Sebagian ahli hadis mengklaim bahwa hadis ini adalah mutawâtir. Selain para ulama Syi'ah, sekelompok ulama Ahlussunnah pun secara independen membahas dan mengenalisanya, seperti: Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Thabari (wafat 310 H.), Abu Abbas Ahmad bin Ahmad bin Said Hamadani (wafat 333 H.), dan Abu Bakar Muhammad bin Umar bin Muhammad bin Salim Tamimi Baghdadi (wafat 355 H.). Dan masih banyak lagi. (Lihat: Allamah Amini, jilid ke-1 kitab al-Ghadîr hal. 152-157, beliau telah menyebutkan nama-nama ulama yang menulis kitab untuk mengomentari dan menganalisa hadis ini. Beliau juga menjelaskan metode yang digunakan oleh para penulis tersebut di dalam memaparkan penjelasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun