“eh Muji! bukannya kau punya kucing di rumah?!
“iya, tapikan jantan Wan. Mana bisa beranak! Lagian emang kamu pernah memergoki kucing mau beranak?! Iwan menggeleng. Muji melihat ke arah Bedul. Ia pun menggeleng. Mereka kemudian saling pandang kembali.
“Baiklah, bagaimana dengan yang terakhir Mir?! Apa tadi?!”
“kembang Serehh...!” sambar Bedul.
“ohh iyaa..!!” namun sebelum Amir lanjut bercerita. Bedul sudah lebih dulu melemparkan sebuah pertanyaan.
“sudah ada yang pernah melihat pohon sereh berkembang?!” tatapan Bedul menghampiri satu-satu mata kawannya itu. Pertama Iwan menggeleng, lalu Muji dan terakhir Amir sendiri.
“Nahhh! sebagaimana tali pocong dan ari-ari kucing, kembang sereh juga mustahil untuk didapatkan!” lanjut Bedul puas. Ia mengulum suara tawanya sendiri. Ia merasa baru saja berhasil mematahkan rasa antusias dan penasaran teman-temannya itu. Bedul kemudian berdiri. Namun iwan lanjut bertanya padanya.
“Memang apa kesaktian dari kembang sereh, Dull?!”
“Sesakti ajian pancasona!” jawab Bedul sambi lalu. Ia melangkah meninggalkan Iwan dan Muji yang masih saling pandang dengan mulut menganga. Mereka begitu terkesima dengan kesaktian kembang sereh yang baru saja dilontarkan oleh Bedul.
Langit mulai gelap. matahari sebentar lagi tenggelam. Sayup – sayup terdengar suara katak dari ujung petak sawah yang berada di sebelah barat kumpulan pohon jambu tempat mereka berteduh. Iwan, Muji dan Amir bergegas menyusul langkah Bedul. Mereka segera kembali ke rumah.
***