Kami panik. Tapi, untungnya, angin gak mengarah ke kami, angin mengarah ke arah yang berlawanan. Alam masih berpihak ke kami.
Setelah sampai di bawah, kami putuskan buat kembali naik perahu dan beranjak dari pulau. Meskipun, sebelumnya kami masih sempat sarapan, sebelum naik perahu dan berlayar.Â
Saat perahu kami mulai meninggalkan pulau, aktivitas "anak" ini tetap kelihatan. Terus berkomunikasi dan menunjukkan keeksistensiannya ke kami dengan caranya itu. "Anak" ini sangat aktif. Semakin menjauh kami dari pulau itu, kami diberi salam perpisahan.Â
Salam perpisahan khas gunung Anak Krakatau. Apalagi kalo bukan lewat letupan dan suara gemuruh yang dihasilkan. Dia seolah berkata: "selamat jalan dan sampai jumpa lagi di lain kesempatan".Â
Rasa cemas dan takut yang sebelumnya kami rasain, mulai berganti sama rasa iba dan kasihan, kalo kami harus meninggalkan "anak" ini sendirian di tengah lalutan. Sebenarnya, kami mau berlama-lama main dengannya, tapi keaktifannya sukses bikin kami ketakutan. Sampai jumpa, Nak di lain kesempatan!
Cara mereka kadang gak bisa ditebak apa bentuknya dan diperkirakan kapan waktunya. Sesuka mereka. Gunung Anak Krakatau ini buktinya. Kami telah mengusik tidurmu pagi itu, dengan kedatangan kami yang tanpa undangan.Â
Kau terbangun. Kau tidak diam, tapi kau beri kami sambutan. Sambutan selamat datang yang sebelumnya gak bisa kami perkirakan. Kau juga beri kami salam perpisahan. Kami akan selalu ingat sambutanmu, Nak.
Instagram: andrimam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H