Kami cuma bisa melihat gunung dari kejauhan. Menit-menit awal kami berjalan, gak ada yang mencemaskan. Semua berjalan normal. Ranting-ranting pohon yang mati karena terkena debu panas, terus mengenai kami dari berbagai sisi. Pakaian kami berdebu, alas kaki kami semua warnanya sama, abu-abu.Â
Kami terus berjalan, dan.. tiba-tiba suara gemuruh mulai kedengaran, dan tanah bergetaran. Suaranya kayak suara petir yang bersaut-sautan saat hujan.Â
Getarannya kayak saat kita lagi berkendara di jalan yang berantakan. Lemes, panik, cemas. Langkah kami terhenti. Petugas bilang: "gak apa-apa, ini biasa, setiap beberapa menit emang begitu". Mereka bisa bilang gitu, dan tetep tenang, ya karena itu biasa buat mereka. Nah, buat kami yang baru pertama kali? Pikir aja gimana.
Sekali denger dan nyaksiin itu, kami panik, kedua kalinya, masih panik, dan sampe akhirnya kami mulai terbiasa sama fenomena itu.Â
Selama perjalanan, kami cuma bisa denger dan rasain fenomena itu, belom sempet liat apa yang terjadi di gunungnya. Kami gak bisa liat gunungnya, karena tertutup sama pepohonan.Â
Kami terus jalan, dan gak beberapa lama, kami sampe di satu area yang bebas pepohonan. Kami bisa lihat gunung sampe ke puncaknya dari titik itu. Kami terdiam karena lihat gunung Anak Krakatau persis ada di depan kami.Â
Jangan tanya berapa jaraknya, saya juga gak tau. Yang jelas, ini jelas banget. Garis-garis gunung kelihatan jelas banget. Kami sibuk dokumentasiin ini. Iya, dong, udah sampe lokasi masa gak foto-foto. Sayang lah.
Kami kocar-kacir berlarian. Berusaha menjauh, dan kembali ke jalur penurunan. Kami gak sampe kepikiran, itu apa.Â
Beberapa orang masih sempet abadiin kejadin itu dari kamera ponsel mereka. Suara gemuruh dan getaran daratan, masih saya ingat dan rasakan kayak apa, sampe sekarang. Kami diberi sambutan "ucapan selamat datang" dari tuan rumah. Gunung Anak Krakatau yang semalam sempat tertidur karena "kelelahan", pagi itu bangun, dan mulai "bermain" lagi dengan kami, para wisatawan yang bertandang.Â
Petugas dan orang travel memeringatkan kami buat kembali dan turun ke tempat awal pendakian. Ya, kami ikuti. Sepanjang perjalanan balik ke tempat awal, gunung terus "bermain" dengan getaran dan semburan debu yang dikeluarkan.Â