KONFLIK LAUT CINA SELATAN BELUM USAI: ANCAMAN YANG AKAN MENGHANTUI INDONESIA
ASEAN adalah salah satu Kawasan di Asia dengan jalur pelayaran tertinggi didunia. Kawasan geopolitik di asia Tenggara ini terdiri dari 11 negara diantaranya Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, timor leste. Sebab ASEAN menjadi jalur pelayaran tertinggi karena Kawasan ini memiliki persimpangan beberapa jalur pelayaran utama dunia, seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Ketiga jalur ini merupakan penghubung antara Asia Timur dengan Timur Tengah, Eropa, dan Afrika.
      Salah satunya adalah Laut Cina Selatan, Kawasan ini merupakan Kawasan jantung geopolitik dan geoekonomi bagi negara-negara di Asia Tenggara. Negara-negara disini berfokus pada penyeimbangan Kawasan dalam persoalan jalur pelayaran dan stabilitas Kawasan produksi.Â
Adanya sumber produksi yang potensial di laut cina Selatan yaitu sejumlah tujuh miliar Cadangan barel minyak dan diasumsikan adanya 900 triliun kubik gas alam tersedia di Kawasan ini. Keberadaan sumber daya alam yang potensial ini sangat menjajikan untuk perkembangan industri produksi di Kawasan laut cina Selatan ini.
      Dalam kontribusinya sebagai salah satu jalur pelayaran maritim dunia, Kawasan laut cina Selatan    menyumbang pendapatan hasil penjualan diseluruh dunia sebesar $5 triliun setiap tahunnya. dengan berdasarkan hasil data ini, Kawasan laut cina Selatan menjadi area konflik persaingan geopolitik dan geoekonomi strategis dari negara adidaya seperti china, jepang, amerika serikat dengan negara-negara Kawasan ASEAN. Konflik persaingan laut cina Selatan bermula dibagi menjadi 2 hal, hal yang pertama, perebutan kontrol/kekuasaan atas sumber daya produksi, yang kedua, Perebutan kedaulatan wilayah yang didorong oleh motif politik dan keamanan di antara para anggota negara ASEAN.
      Dalam perkembangannya, konflik Kawasan Laut Cina Selatan ini mulai merembet dan menyeret negara yang tidak ikutan pada mulanya, Indonesia juga turut ikut terseret pada tahun 2010 lalu, sebabnya ialah setelah tiongkok mengakui wilayah utara kepulauan natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Dengan dalih negara tiongkok mengaku negaranya berhak atas wilayah dengan dasar dari argumen traditional fishing zone. Kasus ini berlangsung dari tahun ke tahun bahkan hingga tahun 2024 ini kasus ini masih belum menemukan benang merahnya ditengah, Indonesia masih ingin berdiplomasi damai dengan negara tiongkok dan negara-negara di ASEAN, namun tiongkok masih bersikeras terhadap keputusannya.
      Insiden-insiden yang terjadi dalam konflik laut cina Selatan yang melibatkan tiongkok, Indonesia, dan para anggota ASEAN, akan terus berkelanjutan dan berdampak Panjang apabila tidak ditangani dengan baik. Indonesia sebenernya tidak turut ikut serta dalam konflik ini, namun, Perselisihan di Laut Natuna Utara memanas terkait klaim Tiongkok atas wilayah Nine Dash Line.Â
Tiongkok bersikukuh bahwa kapal nelayan dan patroli mereka berhak beroperasi di area tersebut, sedangkan Indonesia menentang keras dan menganggapnya sebagai pelanggaran ZEE di Laut Natuna Utara. Hal ini menjadi kasus serius bagi kedaulatan maritim Indonesia, dan membutuhkan langkah tegas untuk menyelesaikannya.
      Indonesia baik dari segi hukum internasional maupun secara diplomatis dari sembilan titik garis ini Indonesia tidak mengakuinya sama sekali, karena menurut Indonesia hal itu tidak memiliki dasar hukum internasional apapun. Seperti yang tercantum di Deklarasi Djuanda, dasar hukum Laut Internasional tercantum dalam Hukum Laut Internasional seperti dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang dikenal dengan United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS) yang ketiga tahun 1982 yang selanjutnya disebur Hukum Laut (HUKLA) 1982, HUKLA sendiri sudah diratifikasi oleh Pemerintah dengan dikeluarkannya UU No. 17 Tahun 1985.Â
Mengutip Pasal 86 UNCLOS 1982, laut lepas meliputi semua perairan laut kecuali laut teritorial dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) suatu negara. Indonesia, sebagai negara yang mengesahkan UNCLOS 1982 melalui UU No. 5 Tahun 1983, berhak menarik garis ZEE sejauh 200 mil laut.Â