Mereka berbalik dan berlari turun. Setiap langkah terasa lebih berat, seolah-olah ada yang menahan mereka.Â
Suasana semakin mencekam ketika mereka mendengar suara tawa pelan yang bergema di sekitar mereka.
"Kita tidak bisa terus lari," kata Ardi dengan napas tersengal-sengal. "Kita harus mencari tempat berlindung."
Mereka melihat sebuah gubuk tua di kejauhan, di tengah hutan. Tanpa berpikir panjang, mereka berlari menuju gubuk itu dan masuk ke dalamnya.Â
Gubuk itu kecil dan gelap, hanya diterangi oleh cahaya remang-remang dari celah dinding yang lapuk.
"Kita aman di sini," kata Sinta dengan lega, meski wajahnya masih pucat.
Perasaan aman itu tidak berlangsung lama. Dari luar, terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Langkah kaki yang berat dan terseret, seolah-olah ada yang menarik-narik tubuhnya.
Ardi mengintip melalui celah dinding. Sosok pocong itu semakin mendekat, dengan mata yang kini terbuka dan menatap tajam ke arah mereka.
"Tidak mungkin! Bagaimana dia bisa mengikuti kita?" Ardi berbisik dengan ketakutan.
Sinta mulai menangis ketakutan, dan Rian memeluknya, mencoba menenangkannya.Â
"Kita harus tetap tenang. Mungkin dia hanya lewat."