Aku merasa bersalah karena ada di hati ini pikiran yang kotor untuk membiarkan ia terbunuh dan ia kini terbujur kaku. Aku merasa kurang maksimal dengan mengarahkannya. Biarlah mudah-mudahan segala amalnya diterima di sisi Allah. Jangan-jangan amalan-amalan Jengislah yang lebih dipilih dari diriku yang belum seberapa.
Mulazim juga tampak sedih melihat hal itu. Ia baru mendapatkan tiga prajurit namun harus berkurang satu. Abdul Khoir yang kontra juga merasa sedih dalam hatinya. Terkadang ia juga merasa menyesal kalau ia telah berbuat dan berselisih dengan Jengis semestinya ia sendiri menahan seperti orang yang lainnya.
Aku menanyakan pada Abdul Khoir bagaimana Jengis bisa tertembak.
"Jengis menghadapku dan ia meminta maaf beserta teman-temannya. Sebutir peluru yang telah menghabiskan dirinya. Aku menyesal"
Sebenarnya aku juga tidak tahu mengapa Jengis tiba-tiba minta maaf dengan diriku. Asumsiku ia tidak akan minta maaf. Mungkinkah hidayah sudah datang pada dirinya sehingga ia menjadi alim
"Pembicaraan kami menjadi akrab dan aku menawarkan teh padanya namun sayang ia tewaas"
Aku khawatir nantinya akan ada perselisihan karena seolah Abdul Khoir yang membunuh Jengis .Tetapi itu kutepis karena orang-orang Turki yang lain meski suka dengan Jengis tidak mau menghina orang Arab. Apakah kematian ini justru mendatangkan kemudahan bagiku atau kegembiraan. Yah mudah-mudahann Allah menerima segala amalan Jengis.
Penembak Jitu
Mulazim akan mencari pembunuh Jengis namun ia tidak menemukan petunjuk. Â Seluruh ruangan di depan kosong. Ia menggoyangkan kepala dari sisi yang kanan dan sampai sisi yang paling kiri demi melihat sniper.
Ia memberanikan diri untuk keatas dan tiba-tiba sebuah peluru meluncur dan mengenai di topi atasnya.
Reflek kami menunduk untuk menghindari peluru tersebut. Mulazim berpindah dan mencari tempat untuk mengintai. Ia tidak melihat lagi arah penembak yang tadi.