Aku sempat berdebat dengan orang pendaftaran yang tetap ngotot untuk memasukkanku ke dalam pasukan infantri padahal aku ingin pasukan berkuda untung saja temanku yang bernama Ali menengahiku dan ia bilang kita akan mendapatkan kuda tersebut jika perang di sini cepat selesai.
Si petugas tampak marah. Ia kurang memahami bahasa Arab meski  bahasa Arab dan Turki tidak jauh berbeda hampir sama. Pada waktu itu 80% kosakata Arab hampir sama dengan bahasa Turki. Aku tahu tidak perlu memaksakan diri pada orang lain. Ia marah dalam bahasa yang aku kurang mengerti mungkin itu bukan bahasa Turki. Ia mungkin orang Circassia atau suku sejenisnya di dekat Laut Hitam. Mereka membantu Utsmaniyyah dalam perang ini.Â
Kini aku duduk menghadap serangan musuh yang juga tidak bisa menggunakan kuda mereka. Mereka juga berada di depan dengan senapan .
Pelabuhan Jeddah14 Jumadil Tsani
Kapal besar tersebut berbunyi untuk menandakan kapal tersebut telah merapat. Aku dan Ibrahim melihat pemandangan pelabuhan yang luas tersebut dengan kapal-kapal yang merapat serta kapal yang hendak bertolak dari tempat tersebut.
Ibrahim menyuruhku untuk segera mengumpulkan barang-barang. Aku langsung bersyukur sudah sampai ke tanah suci. Ini suatu cita-cita saya untuk ke sini melaksanakan rukun Islam sudah terbayar sudah meski masih mengadakan perjalanan ke Mekkah Al Mukaromah namun tanah Arab yang gersang sudah serasa terbawa ke Mekkah. Ka’bah seolah sudah di depan mata.
Kami berkumpul dengan jama’ah haji dari wilayah Hindia Belanda lainnya. Aku mengenal dari beberapa suku Jawa, Batak, Bugis, Minangkabau, Ambon,  dan Aceh. Kami sempat berbicara di kapal yang membawa kami selama sebulan tersebut. Â
Di saat ini aku memenuhi janjiku pada diriku. Masih terngiang bahwa aku juga janji pada ayahku untuk menikah. Ibrahim akan mencoba untuk melamar anaknya Paman Luthfi yang ada di Jeddah. Ia nantinya akan menikahinya setelah si gadis dan orang tuanya menyetujui.
Kami hari itu juga ke Paman Luthfi. Ia mempunyai kemiripan sedikit dengan Ibu kami karena ia masih sepupu ibu kami. Kemudian Paman menunjukkan anaknya yang masih muda dan berhijab dan kami bicara sebentar saja. Rupanya Ibrahim tertarik dengan anaknya paman Luthfi yang bernawa Zawiyyah tersebut.
Ibrahim berbicara dengan Paman Luthfi mengenai lamaran tersebut. Paman Luthfi sempat kaget juga dengan keberanian dari keponakannya tersebut meski ia senang. Ia akan memberikan jawabannya dalam waktu seminggu. Ibrahim juga meyakinkan untuk tidak terlalu terburu-buru sebab ia juga harus melaksanakan ibadah haji terlebih dahulu.
Â