Dan aku benci, karena perlahan aku mulai mengakui, aku ingin dia merindukanku juga.
Apa secepat itu dia melupakanku?
Suara itu memang mengesalkan.
Aku kembali duduk di teras rumah. Â Bertanya-tanya sendiri sesuatu yang sebenarnya aku tidak ingin tau jawabannya.
"Namun ku yakin kau kembali untukku...(Baim - Kau Milikku)." Kemudian suara lagu lain datang padaku. Entah apa maksudnya.
Tapi ia seperti lempang saja, aku tak berdaya menahannya.
"Masih ku rasakan kau milikku, selamanya....(Baim - Kau Milikku)." Â
Tanganku seketika ingin mengetik pesan. Mengetik pesan yang biasanya aku kirim padanya setiap pagi. Aku sudah tak tahan lagi.
"Selamat beraktivitas, jangan lupa sarapan, yang semangat ya kuliahnya!"Â Seakan memang dia masih milikku dan peristiwa kemarin, pertengkaran hebat kemarin hanyalah mimpi buruk dan aku sudah terbangun dari mimpi itu.
Aku ingin lari dari kenyataan.
Jari-jari ku sudah mengetik pesan itu. Dan aku sisipkan namanya di kalimat akhir. Aku mulai mengotak-atik kontak. Mulai mengetik namanya, mencari orang yang menganggu pikiranku sedari tadi itu.Â