Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nikel Punya Kita, Mau Ekspor atau Tidak Ya Suka-suka Kita!

6 Juni 2020   22:56 Diperbarui: 7 Juni 2020   10:36 2986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Oleh: Andre Vincent Wenas

Selama ini nikel dari Indonesia menjadi pemasok industri baja Tiongkok, untuk dijadikan NPI (nickel pig iron) yang nantinya akan diimpor balik oleh para pemain baja di Indonesia. Dulu di tahun 2014 (sesuai amanat UU Minerba No.4/2009) Indonesia -- dalam jangka 5 tahun setelah UU itu disahkan -- mestinya sudah melarang ekspor nikel mentah. Namun lantaran defisit anggaran dan tidak adanya serapan lokal, maka ekspor mentahan pun 'terpaksa' diijinkan.

Namun rupanya kali ini, administrasi Presiden Joko Widodo dipandang oleh dunia internasional lebih komit soal pelarangan ekspor nikel mentahan demi membangun smelter dan industri hilirnya. Inisiatif inilah yang akhirnya bisa 'memaksa' investasi miliaran dollar dari Tiongkok masuk ke industri baja di Indonesia. Mereka tak punya pilihan lain, change or die, invest in our country atau mati merana tak dapat nikel.

Eksekusi amanat UU Minerba 2009 baru bisa efektif di era pemerintahan Joko Widodo. Era sebelumnya hanya membiarkan amanat UU jadi seonggok regulasi tanpa makna.

Permintaan pasar dunia akan nikel bakal terus meroket. Awalnya (sampai saat ini) permintaan nikel dunia adalah sekitar 2,3 juta metrik ton. Driver (pemicu)-nya masih industri baja. Sekitar 70% digunakan untuk baja nir-karat (stainless steel).

Dan industri stainless-steel ini pun masih bertumbuh sekitar 4-5% pertahun, seiring dengan gerak urbanisasi masyarakat desa ke perkotaan yang membutuhkan stainless-steel dalam pembangunan perkotaan atau huniannya.

Namun perkembangan teknologi ramah lingkungan juga telah mendorong industri otomotif secara massif ke arah produksi mobil listrik. Ini sudah mulai pesat di kawasan Eropa dan AS. Bahkan diprediksi saat menjelang tahun 2050 sudah 80% mobil digerakkan oleh baterai, alias mobil listrik. Artinya 4 dari 5 kendaraan adalah mobil listrik.

Jadi dalam waktu yang tidak terlalu jauh ke depan (sekitar 10 -- 25 tahun) lagi, gerak industri otomotif maupun industri yang butuh baterai akan sangat tergantung pada nikel, artinya juga tergantung Indonesia sang pemilik sumber daya alamnya.

Itu kalau kita cerdas, tegas dan lugas memainkan kartu keunggulan komparatif untuk jadi keunggulan kompetitif. Tidak manja dan tidak terjebak dalam zona kenyamanan jangka pendek. Saat itu nanti diprediksi kebutuhan nikel dunia akan naik 3,5 kalinya dari sekarang (dari 2,3 juta metric ton jadi sekitar 9 -- 10 juta metric ton).

Demi menciptakan nilai tambah dari SDA nikel, Pemerintahan Joko Widodo ingin melakukan usaha hilirisasi dengan rencana besar membangun industri baterai. Penyimpan energi listrik yang bakal banyak kegunaannya. Ini proyek strategis bangsa Indonesia.

Bahkan lewat menteri Luhut Binsar Panjaitan dikatakan bahwa Indonesia menargetkan untuk jadi pengekspor baterai lithium terbesar kedua dunia.

Sekitar 98% hasil tambang biji nikel (nickle-ore) Indonesia selama ini diekspor ke Tiongkok. Maka demi merealisasikan rencana strategis tadi, ekspor biji mentah nikel ini disetop oleh administrasi Joko Widodo. Tapi anehnya mengapa yang protes adalah Eropa? Mereka kabarnya telah mengajukan gugatan ke WTO. Apakah ada semacam konspirasi global lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun