Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Simulacra di Milenium Ketiga, Mengalami Dekonstruksi Tahap Awal?

24 Mei 2020   19:26 Diperbarui: 25 Mei 2020   23:13 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam masa isolasi diri (PSBB atau lockdown terbatas) pola konsumsi dengan sendirinya terkondisikan oleh situasi untuk kembali pada hakekat awal dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi yang hanya untuk mempertahankan kehidupan, yang secukupnya. Hanya yang esensial demi survival.

Roda kehidupan yang selama ini berlari di jalur cepat seperti direm mendadak. Berhenti yang tiba-tiba seperti ini bikin banyak orang kaget, pusing dan mual.

Inilah efek-kejut yang luar biasa. Kita terkaget-kaget bahwa tas dan sepatu bermerek yang ada di rak lemari tak bisa kita konsumsi untuk survival.

Bagusnya kekagetan sejenak itu membawa kita kembali ke kesadaran terhadap hal yang hakiki. Efek kejut yang menyadarkan kita dari hipnotisme massal terhadap pola konsumerisme semu. Simulacra pun mulai terbongkar kepalsuannya. Topeng-topeng rontok dan wajah aslinya mulai tampak.

Konsumerisme memang menawarkan banyak hal, tapi sesungguhnya ia juga telah mengambil banyak hal yang hakiki dari kesadaran konsumennya. Dan pandemi ini bukan hanya menggetarkan, tapi menggoncangkan kita untuk bangun dari tidur ideologis. Hipnotisme massal seperti diguyur air es. Bunyi alarm yang membangunkan, menyadarkan kembali untuk kembali ke hakekat.

Boleh dibilang bahwa simulacra di milenium ketiga sedang mengalami dekonstruksi tahap awal. Destruksi terhadap hipnotisme (daya sihir) konsumerisme, dan sekaligus memulai konstruksi kesadaran baru. Misalnya kesadaran tentang hakekat kehidupan manusia bumi yang mesti solider satu sama lain.

Kesadaran baru (yang tidak baru juga sebetulnya) bahwa generasi-sekarang (kombinasi/campuran dari generasi-lama dan generasi-depan) tinggal dalam kekinian di bumi yang sama. Bumi adalah rumah bersama saat ini. Kita semua bertetangga, bersaudara dalam marga kemanusiaan. Mungkin ini lebih tepatnya disebut suatu pembaruan kesadaran.

Perlawanan paradigmatik antar generasi (generasi-lama versus generasi-depan) sebetulnya hanya label atau judul semu, karena yang ada hanya continuum, suatu keberlanjutan yang sedang diperjuangkan bersama oleh generasi-sekarang (kombinasi atau campuran yang lama/ tua/ senior dan yang depan/ muda/ milenial sekaligus).

Tak perlu dipertentangkan karena memang bukan generasi atau individunya yang bertentangan. Cuma labelisasinya saja yang mungkin agak serampangan. Hidup bersama antar generasi terus berjalan beriringan. Masing-masing dengan tanggung jawab historisnya.

Karenanya, daya kritis publik mesti terus diupayakan agar bisa menembus hal-hal yang palsu, daya kritis yang mampu membongkar topeng-topeng.

Membangun daya kritis yang dapat membuat mitos-mitos yang melumpuhkan daya juang jadi terbenam. Daya kritis dari manusia (atau publik) yang digdaya untuk menjadikan senjakala bagi berhala-berhala ideologis yang menyesatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun