*Industri Gula Indonesia: Kenangan Manis Yang Jadi Pahit?*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Perkiraan konsumsi (demand) total gula nasional tahun 2020 ini adalah sekitar 5,8 sampai 6 juta ton.
Terdiri dari kebutuhan GKP (gula kristal putih) untuk konsumsi rumah tangga sebesar 2,7 sampai 2,8 juta ton. Dan kebutuhan GKR (gula kristal rafinasi) untuk kebutuhan industri makanan dan minuman sebesar 3,1 sampai 3,2 juta ton.
Sedangkan pasokan (supply) GKP dari perkebunan tebu dan pabrik gula nasional tahun 2020 ini diperkirakan tak bakal tembus 2 juta ton. Tahun lalu (2019) produksi GKP sekitar 2,2 juta ton saja.
Jadi sederhananya, demand gula nasional tahun 2020 adalah total 5,8 sampai 6 juta ton. Sedangkan supply (pasokan) dari produksi nasional cuma 2 juta ton. Maka ada defisit (kekurangan pasokan gula) sebesar 3,8 Â sampai 4 juta ton.
Harga acuan yang dipatok pemerintah adalah Rp.12.500,- per kilogram. Sekarang (per awal Maret 2020) harga eceran sudah berkisar Rp.14.000,-Â sampai Rp.17.000,- per kilogram.
Pertanyaannya tentu, dari mana kekurangan pasokan ini mesti dipenuhi? Supaya tidak terjadi kekurangan pasokan dan tidak terjadi gejolak harga.
Jawabannya ya sederhana saja, impor. Supaya cepat.
Hanya saja yang perlu diingat adalah, importasi gula ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Bahkan sejak tahun 1967.
Padahal dulu Indonesia pernah mengalami masa gemilang di industri gula nasionalnya.