Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ngomong Gede Vs Mingkem Politik

20 Februari 2020   19:11 Diperbarui: 20 Februari 2020   19:17 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Ahok bilang bahwa PSI itu 'partai kecil yang ngomong gede'. Betul sekali!

PSI partai baru, sewaktu ikut dalam kontestasi pileg 2019 ia tegolong kecil-kecil cabe rawit. Anak bawang, orang baru, lagi cari panggung (apa salahnya?).

Partai kecil tapi omongannya pedas, untuk telinga yang baperan dan untuk mereka yang memang jadi tertuduh.

'Ngomong gede' itu multi-interpretatif. Misalnya, seorang kakak bilang ke adiknya, "Dik, tolong volume radionya digedein!" Itu artinya khan agar suaranya dikerasin.

Dalam konteks ini kita bisa memahami, bahwa Pak Ahok yang dulu juga dikenal pedas dan gede ngomongnya sedang merefleksikan dirinya sendiri. Jangan sampai ia terjerembab lagi lantaran salah omong.

Partai baru dan bawel seperti PSI ini jelas berbahaya bagi posisi politiknya. Sama seperti diri Pak Ahok sendiri yang memang dipandang berbahaya bagi kaum establishment yang sedang asyik membancaki negara.

Lagi pula, mana mungkin PSI bisa 'melindungi' posisi politik Pak Ahok. Itu sama saja berlindung dibawah pohon toge. Ia mesti mengamankan posisi politiknya di bawah naungan kandang banteng. Ada yang berani colek, tanggung risiko diseruduk.

PSI memang terkesan keras suaranya. Kenapa cuma terkesan keras? Yah, lantaran PSI bersuara (bukan berteriak) di tengah belantara politik yang mingkem alias bungkam terhadap isu-isu esensial buat persatuan bangsa, buat kemajuan peradaban politik di Indonesia.

Jadi suara yang biasa saja jadi terdengar seolah keras (gede).

Apa yang disuarakan PSI sebetulnya adalah hal-hal yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa.

Para kadernya baru beberapa bulan menduduki kursi dewan, namun kiprahnya sangat terasa dampaknya. Apa sih sebetulnya yang diperbuat oleh mereka yang dianggap luar biasa?

Artinya, apa yang di luar kebiasaan selama ini? Mungkin itu yang jadi sasaran omongan gede ala PSI.

Apakah menuntut transparansi anggaran mulai sejak perencanaan itu sesuatu yang istimewa? Ini khan sudah sewajarnya.

Apakah meminta materi rapat jauh hari sebelum hari rapatnya supaya bisa dipelajari dengan seksama itu lebay? Biasa saja toh.

Apakah hadir di rapat tepat waktu supaya gak molor dan buang-buang waktu yang sangat berharga itu mengganggu? Khan sudah layak dan sepantasnya.

Apakah menolak pin emas dan mengembalikan sisa dana reses itu cari panggung? Lha, sudah semestinya begitu kok. Panggungnya justru dikasih gratis oleh mereka yang menerima pin emas dan membawa pulang sisa dana reses.

Lalu apakah menyisir pos-pos anggaran dengan kritis itu berlebihan? Kalau tidak kritis (dan jujur) mana kena itu kutu-kutu rambut seperti lem aibon, formula-e, bolpen, komputer, dll.

Jadi sebetulnya yang dilakukan PSI ini adalah hal-hal yang standar-standar saja. Lalu kenapa jadi begitu heboh?

Jawabannya mudah saja.

Ini akibat praktek-praktek politik selama ini berada di bawah standar normal. Yang dianggap wajar sesungguhnya berada di area abnormal! Alias tidak sewajarnya, bukan yang semestinya.

Apakah selama ini norma sosial (kewajaran sosial) yang diterima umum adalah hal berlawanan dengan apa jadi kritik sosial PSI? Kalau memang begitu, apa yang salah di tatanan politik maupun tatanan sosial kita?

Kembali ke soal omongan, bukankah memang tugas anggota parlemen untuk bicara? Parlemen yang berasa dari kata bahasa Perancis 'le parle' yang artinya 'to speak', bicara, ngomong. Dan kenyataanya kerap kali cara ngomongnya memang mesti gede, supaya kedengaran.

Parlemen sebagai salah satu dari tiga tiang demokrasi (trias politica) memang berfungsi untuk menyuarakan, mengartikulasikan kehendak rakyat. Dalam kerangka check and balances terhadap kekuasaan eksekutif.

Ngomong segede-gedenya (sekuatnya, senyaringnya, secerdasnya, sejujurnya) dalam mengartikulasikan suara rakyat adalah tugas parlemen (dan partai politik). Dan mingkem politik adalah pengkhianatan terhadap tugas suci itu.

Figur Pak Ahok adalah lebih sebagai representasi nilai. Baiklah kita tidak melihat orangnya, tapi lebih pada representasi tentang nilai anti-korupsi, anti intoleransi.

Semoga nilai-nilai ini tetap terwakili dalam kerja politik Pak Ahok lewat partainya yang baru. Salam sehat selalu untuk Pak Ahok sekeluarga.

Dan PSI, agar tetap kritis, dan jangan takut ngomong gede. Di sini lagi banyak yang budeg.

20/02/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun