Sayang sampai hari ini diluar dual minoritas tadi belum ada kelemahan untuk mendiskreditkan profesionalisme maupun integritasnya sebagai seorang kepala daerah. Oooooh saya lupa, dia seorang pemaki-maki ulung. Namun, kalau saya bayangkan jika ada maling masuk ke rumah saya, maka saya akan berkata kasar sekaligus berlaku kasar padanya, untuk menyelamatkan orang seisi rumah saya (maaf jika analogi saya masih juga subyektif).
Tingkat Kepuasan Tidak Sejalan dengan Elektabilitas
Pilkada DKI putaran 1, tanggal 15 Januari 2017 lalu telah menempatkan AHOK sebagai kandidat dengan suara terbanyak sekitar 42% suara masyarakat memilihnya, tapi ini juga merupakan sinyal bahwa mayoritas atau 58% penduduk lebih memilih gubernur yang baru dibandingkan petahana. Padahal survey tingkat kepuasan masyarakat Jakarta pernah menembus angka 70an persen bahkan hampir 80an persen, namun memang tidak ada korelasi antara puas terhadap pekerjaannya dengan elektabilitas. Mengapa? Saya pikir, teman-teman sudah tahu mengapa.
Misteri Ilahi
Berangkat (logika berpikir) dari hasil tadi maka akan ada Gubernur baru, namun itulah kebesaran Tuhan yang membuat masa depan menjadi misteri bagi setiap kita. Manusia hanya bisa berupaya, berikhtiar, dan berserah, namun Tuhan-lah yang menentukan. Jika Tuhan mampu memberikan visi kepada Samuel memilih Daud (gembala yang betubuh mungil) dibandingkan lainnya dan Tuhan jualah yang merubah kutuk Yusuf dari niat jahat saudara-saudara kandungnya dan kerabatnya telah menghantarkannya menjadi Gubernur di Mesir. Tuhan yang sama pula yang menolong Daniel dari perapian yang panas dan goa singa lapar. Tuhan yang mana? Tuhan pencipta seruas sekalian alam! Dan Tuhan yang sama juga yang akan membolak-balikan hati umatNya.
Jika, Tuhan mampu menolong Yusuf dari penjara, Daniel di Goa singa, dan Daud dari Goliat, maka Tuhan juga yang akan menolong DKI untuk menjadi etalase dan kecerdasan politik di negeri ini sehingga mendapat pemimpin yang terbaik.
Bila Tuhan yang membuka pintu, tak ada satu pun yang sanggup menutupnya, sebaliknya jika pintu ditutupNYA, maka tak seorang pun dapat membukanya. Jika memang yang terbaik bukan pilihan kita dengan kacamata manusia, maka memang yang terpilih adalah seijinNYA.
Menjadi Martir
AHOK harus juga siap sebagaimana motonya tadi kalau-kalau yang terbaik adalah menjadi martir. Kalau Stevanus mati dirajam, maka bukan karena jalan Tuhan adalah salah, namun sebaliknya, karena segala sesuatu bekerja bersama-sama mendatangkan kebaikan untuk orang yang mengasihiNYA. Tak perlu ragu, karena “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah Tuhan! Amin.
Andreas Hassim, seorang pemimpi
Epilog sebagai ilustrasi: