Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Remaja dan Identitasnya sebagai Pria dan Wanita

25 Mei 2024   09:13 Diperbarui: 26 Mei 2024   10:09 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdnwpedutorenews.gramedia.net/wp-content/uploads/2021/09/14143707/ciri-ciri-masa-pubertas-perempuan-dan-laki-laki.jpg

Prolog

              Dunia remaja kerap diwarnai oleh beragam warna dan nuansa. Warna dan nuansa ini sering menjadi hal yang menyenangkan dan membahagiakan, tetapi sebaliknya bisa menyedihkan dan memilukan. Satu hal yang pasti bahwa dunia remaja selalu saja menarik untuk dijalani dan menarik pula untuk disimak dan digeluti lebih lanjut oleh mereka yang mencintai dunia remaja.

Pergelutan dan pergumulan dunia remaja bertalian langsung dengan pencarian identitas[1] yang melekat di dalam diri remaja sendiri, yang nota bene sedang mencari untuk menemukan identitas diri yang sesungguhnya. Untuk membantu pencarian dan penemuan tersebut, tulisan berikut akan menguraikan sedikit tentang identitas remaja, dan lebih lagi remaja yang anak sekolah, dan anak sekolah yang remaja.

 

             

 

Identitas Manusia (Remaja)

 

              Para psikolog sedikit banyak mengalami kesulitan untuk merumuskan tentang apakah identitas[2] itu. Hal yang sama dialami oleh Erik H. Erikson yang dikenal sebagai bapak dari istilah identitas dan krisis identitas yang sekarang sering diicarakan oleh para ahli. Gagasan dasar yang melekat dalam konsep identitas adalah siapakah saya, apakah saya dan di mana tempat saya (who am I, what am I and where I belong to). Namun demikian, identitas dapat dirumuskan sebagai berikut:[3]

 

  • Suatu inti pribadi yang tetap ada walaupun mengalami perubahan bertahap dengan pertambahan umur dan perubahan lingkungan
  • Cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial yang harus dijalankan
  • Suatu hasil yang diperoleh pada masa remaja, akan tetapi akan tetap mengalami perubahan dan pembaharuan
  • Suatu kelangsungan di dalam diri dalam hubungannya ke luar diri
  • Suatu persesuaian peranan sosial yang pada hakekatnya mengalami perubahan

 

              Dari gagasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa identitas merupakan suatu penyatuan dari asas-asas, cara hidup, dan pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Penyatuan ini menjadi inti diri seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan di luar dirinya.

 

              Penyatuan itu sendiri merupakan sebuah proses perkembangan yang makin jelas diarahkan ke luar dirinya, ke luar lingkungan keluarga, kepada orang lain di sekitarnya, dan akhirnya kepada orang-orang dalam masyarakat. Di sini remaja mulai melepaskan diri dari ikatan orang tua dan membentuk cara hidup pribadi. Dan di sisi lain, remaja harus menemukan  suatu tempat yang dapat menerimanya dan memilih serta menjalankan peranan sosial sesuai dengan tempat tersebut.[4]

 

              Dalam proses ini seorang remaja sedang bergerak menuju individuisasi[5] agar dapat berdiri sendiri, akan tetapi tetap harus dapat membina hubungan yang baik dengan lingkungannya. Ini penting mengingat cara hidup seseorang sangat bergantung dari peran sosial sehari-hari. Dan sebaliknya, cara seseorang menjalankan peranan sosial sangat bergantung pada cara hidupnya sendiri.[6] 

 

              Pada masa remaja seseorang mencoba untuk keluar dari dirinya. Proses "keluar diri" ini menghadapkan remaja dengan aneka nilai, norma, tata cara, dan adat-istiadat yang baru. Apa yang diyakini sebelumnya mengalami keterguncangan. Remaja terancam oleh penemuan pandangan dan pendapat baru. Remaja mengalami konflik-konflik baru. Ini merupakan realitas yang harus dilalui dan dialami untuk menghasilkan kepribadian yang harmonis dan dewasa.[7]

 

              Ada dua faktor yang memungkinkan seorang remaja menentukan identitasnya, yakni proses yang meliputi usaha untuk menolak dan mengambil teladan dari tokoh identifikasi, dan proses melakukan peran sosial. Ini dapat dirumuskan dalam dua kata penting yakni identifikasi dan eksperimentasi.

 

              Pada level identifikasi, seorang remaja meniru tingkah laku, pandangan, pendapat, nilai-nilai, norma-norma, minat dan aspek-aspek lain dari orang-orang tertentu yang diambil dan dijadikannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Pada tingkat ini remaja akan memilih segala hal yang paling sesuai bagi dirinya.

 

              Sedangkan pada level eksperimentasi (mencoba-coba, bertualangan), lingkungan menjadi laboratorium eksperimennya. Di sini remaja memainkan peran sesuai dengan bakat dan kecenderungan pribadinya. Singkatnya mereka bereksperimen sesuai dengan aneka peran sosial.[8] 

 

              Uraian di atas membantu kita untuk memahami identitas remaja. Remaja pada dasarnya sedang dalam proses identifikasi. Di dalamnya seorang remaja sedang "menjadi" dirinya sendiri dalam aneka perjumpaan dengan beragam nilai, norma, tingkah laku, dan adat-istiadat.

 

              Tahap ini kita sebut sebagai proses individuaisasi di mana seorang remaja sedang bergulat dengan nilai lama yang diperolehnya dan nilai baru yang sedang dijumpainya. Situasi ini menimbulkan keterguncangan. Maka, agar menjadi pribadi harmonis yang terarah pada kedewasaan, seorang remaja harus memiliki penyaring yang benar dalam dirinya.

 

              Proses penyaringan/filterisasi ini mengharuskan adanya nilai, norma, dan kebiasaan baik di dalam diri remaja. Dengan adanya nilai, norma, dan kebiasaan yang baik ini, seorang remaja akan berkembang menjadi dirinya yang terbaik (be his best self). Dan bila tidak, seorang remaja akan jatuh dalam aneka tindakan yang ngawur/amburadul, yang pada hakekatnya akan menghantar remaja pada kehancuran dan malapetaka.

 

 

Identitas Remaja Pria dan Wanita

 

              Remaja dalam proses individuasinya mengalami bahwa dirinya harus berhadapan dengan sesama jenis lain (pria/wanita). Kenyataan ini menimbulkan sebuah persoalan yang serius. Di satu sisi ada perasaan malu (malu-malu kucing) dan di sisi lain ada daya tarik dan pesona yang mengundang untuk menyapa dan mendekatinya. Pada kenyataan yang demikian, perlulah disadari bahwa realitas daya tarik ini terbatas pada ketertarikan pesona fisik. Seorang pria tertarik kepada seorang wanita karena "anu-nya" atau karena "ono-nya" semata (cantik atau ganteng).

 

              Kualitas ini tentu sangatlah dangkal dan terbatas untuk mengartikannya sebagai sebuah ungkapan cinta. Ini bertalian langsung dengan gejala fisik dan gejolak psikologis yang melekat dalam diri remaja pria dan wanita. Oleh karena itu kita perlu memahami kedua realitas ini (biologis-psikologis) secara baik dan benar.

 

              Pertama-tama harus dipahami bahwa pria dan wanita berbeda satu sama lain, baik dari aspek biologis maupun aspek psikologisnya. Kita tahu dan dapat menyebut perbedaan fisik-biologis tersebut, sedangkan dari aspek psikologis perbedaan itu menyangkut cara berpikir, perasaan, alur dan selera seks, serta sikap dan tindakan.

 

Perbedaan ini melahirkan daya tarik untuk menyatu satu sama lain, dan di sisi lain melahirkan beragam pertanyaan yang mesti segera dijawab. Bila tidak, seorang remaja cenderung larut dalam khayalan dan fantasi yang berkepanjangan sehingga dapat menghabiskan banyak waktu dan energi untuk sesuatu yang jelas-jelas tak berguna sama sekali. Ini tentunya akan sangat merugikan diri remaja dan dapat pula mengancam masa depannya.

 

              Realitas perbedaan ini juga kerap menimbulkan cemoohan dan bahan ejekan. Atau yang lebih ekstrem lagi, seorang remaja bahkan menjadi minder dengan realitas dirinya sendiri. Bila hal inilah yang terjadi, kiranya perlu sebuah penyadaraan yang baru akan realitas diri agar dapat berkembang dan bertumbuh lebih harmonis dan matang menuju kedewasaan.

 

              Identitas remaja pria dan wanita melekat dengan kekaburan yang sedang mereka alami. Ruthellen Josselson menyatakan bahwa dalam diri remaja tumbuh rasa mempunyai kekuatan karena mereka mulai mengalami kebebasan dan otonomi yang semakin besar. Rasa memiliki kekuatan ini menyebabkan mereka bertindak seenak mereka sendiri, sementara dalam waktu yang sama mereka menunjuk kekurangan dan cacat-cacat orang lain. Akibatnya sering terlibat dalam perilaku yang merusak dan mengganggu orang lain untuk memaksa orang lain agar memperhatikan dan mengakui mereka.[9]

 

              Pada realitas kekaburan tersebut, remaja menunjukkan mekanisme pertahanan diri (self defence mechanism). Mekanisme pertahanan diri ini merupakan sikap untuk mengurangi kecemasan mereka. Aneka mekanisme pertahanan diri itu seperti:[10]

 

  • Pelarian diri sementara (temporary escape): mencakup kegemaran yang berlebihan seperti menjadi kutu buku, gemar pesta-pesta, mabuk-mabukan, menonton TV, dll. Ini bertujuan untuk mengimbangi rasa kabur yang merasuki hidup mereka.
  • Beberapa orang muda menemukan "barang pengganti" (substitute): menemukan kepuasan dalam peran-peran tertentu lewat jago olahraga, pemimpin atau pelajar teladan. Ini memberikan kelegaan atas kekaburan yang ada. Bisa juga terwujud  pada pemujaan barang-barang material: berpakaian bagus, memiliki sepeda motor mutakhir.
  • Melakukan kegiatan-kegiatan seperti ngebut-ngebutan dan kegiatan-kegiatan aneh lainnya. Semua ini dibuat untuk mengurangi kekosongan yang ada. Pengalaman berkelompok dapat mengisi  kekacauan dan rasa kosong mereka. Mereka juga berkecenderungan mempersalahkan dan menghakimi orang lain, karena menganggap diri lebih berarti dan lebih baik dari orang lain.
  • Melibatkan diri dalam tindakan sia-sia seperti berjudi dan tindakan-tindakan lainnya yang tercela. Pada saat ini mereka setuju dengan aneka tindakan tanpa makna serta menganggapnya sah dan wajar-wajar saja. Ini dibuat untuk melegitimasi tindakan tanpa makna tersebut.
  • Mengambil nilai-nilai yang bertentangan dengan otoritas atau masyarakat untuk kemudian menyimpang dari padanya. Mereka meyakini "identitas negatif" lewat tanggapan yang berbeda dari orang tua/masyarakat. Ini bertalian dengan penolakan mereka terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.

 

Realitas di atas mengantar kita kepada sebuah kesadaran, apakah remaja mau membentuk identitas diri yang negatif atau sebaliknya mau membentuk identitas diri yang positif? Kiranya kita sepakat bahwa tak seorangpun mau disebut penjahat dan pengacau. Kita mau disebut dengan sebutan/predikat yang baik, karena pada dasarnya kita adalah orang-orang yang seharusnya baik.[11] 

 

Penyadaran ini mengantar remaja kepada martabat asalinya sebagai pria dan wanita yang bermartabat. Untuk menyadari identitas martabat asali tersebut, gagasan Kej 1:26-31 kiranya akan sangat membantu pemahaman yang benar atasnya:[12] Poin-poin penting yang terkandung dalam gagasan Kej adalah sebagai berikut:

 

Ada dialog. Ini berarti bahwa waktu menciptakan manusia, Allah merencanakannya. Sedemikian istimewanya manusia sehingga Allah perlu merencanakan penciptaannya dengan baik

 

 Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, menurut citra-Nya sendiri (Kej 1:26)

 

Waktu menciptakan manusia, Allah perlu bekerja secara khusus. "Tuhan Allah membentuk manusia dari debu dan tanah dan menghembuskan nafas  hidup ke dalam hidungnya" (Kej 2:27)

 

Segala sesuatu termasuk taman Firdaus diserahkan oleh Allah untuk manusia (Kej 1:26)

 

  • Manusia diciptakan sungguh amat baik
  • Manusia diberi mandat/kuasa, bukan untuk mengeksploitasi tetapi untuk menyempurnakan penciptaan. Manusia adalah co-creator Dei (rekan Kerja Allah)
  • Mengikuti gagasan raja yang mengenakan pakaian kebesaran -- mahkota - : manusia adalah mahkota/puncak segala ciptaan karena diciptakan pada hari terakhir dalam keseluruhan proses penciptaan

 

Gambaran perikop Kej di atas menegaskan kembali identitas kita sebagai manusia, termasuk sebagai remaja pria dan wanita. Manusia (pria dan wanita - remaja pria dan wanita) diciptakan sungguh amat baik. Manusia teramat mulia dan berharga. Inilah status asali kita sebagai anak-anak Allah.

 

Status ini kiranya dipertahankan dalam keseluruhan hidup kita dengan bersikap sebagai seorang remaja pria dan wanita yang bermartabat. Bila tindakan kita menyimpang dari martabat asali kita, dengannya kita telah merendahkan/menurunkan martabat kita sebagai citra Allah (imago Dei-gambar Allah).

 

Ingatlah bahwa setiap tindakan manusia menunjuk pula pada siapakah dirinya yang sesungguhnya (agere sequitur esse). Tindakan mencuri, membunuh, merampok, dll dengan jelas menunjukkan siapakah orang tersebut. Demikian halnya tindakan memaafkan, memberi tumpangan kepada tamu, dll dengan jelas pula menunjuk siapakah individu yang melakukan tindakan tersebut.

 

             

 

Epilog

 

              Masyarakat dan orang kebanyakan akan selalu bangga melihat anak yang baik dan santun. Sebaliknya, akan dengan sangat mudah mencela dan menista perbuatan yang tidak seharusnya diperbuat oleh individu tertentu. Sebagai seorang remaja, sejatinya akan dihargai dan dihormati sejauh tindakan mereka berharga dan terhormat. Demikian berarti seorang remaja senantiasa ditantang dan dituntut untuk belajar dan bertindak sebagai seorang yang patut dihargai dan dihormati karena memang kita adalah orang yang bermartabat. Perwujudannya adalah mengubah identitas negatif dengan membangun dan menata identitas diri yang positif agar dihargai dan dihormati sebagai seorang yang bermartabat.

 

 Boawae, Asrama Bukit, 13 Juni 2012

Tulisan yang sama dapat dibaca dalam:

1. https://andreasneke.blogspot.com/

2. Buku "Remaja dan Pergumulan Jati Dirinya" Karangan Andreas Neke

Sampul Buku: Dok. Pribadi
Sampul Buku: Dok. Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun