Â
       Dari gagasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa identitas merupakan suatu penyatuan dari asas-asas, cara hidup, dan pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Penyatuan ini menjadi inti diri seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan di luar dirinya.
Â
       Penyatuan itu sendiri merupakan sebuah proses perkembangan yang makin jelas diarahkan ke luar dirinya, ke luar lingkungan keluarga, kepada orang lain di sekitarnya, dan akhirnya kepada orang-orang dalam masyarakat. Di sini remaja mulai melepaskan diri dari ikatan orang tua dan membentuk cara hidup pribadi. Dan di sisi lain, remaja harus menemukan  suatu tempat yang dapat menerimanya dan memilih serta menjalankan peranan sosial sesuai dengan tempat tersebut.[4]
Â
       Dalam proses ini seorang remaja sedang bergerak menuju individuisasi[5] agar dapat berdiri sendiri, akan tetapi tetap harus dapat membina hubungan yang baik dengan lingkungannya. Ini penting mengingat cara hidup seseorang sangat bergantung dari peran sosial sehari-hari. Dan sebaliknya, cara seseorang menjalankan peranan sosial sangat bergantung pada cara hidupnya sendiri.[6]Â
Â
       Pada masa remaja seseorang mencoba untuk keluar dari dirinya. Proses "keluar diri" ini menghadapkan remaja dengan aneka nilai, norma, tata cara, dan adat-istiadat yang baru. Apa yang diyakini sebelumnya mengalami keterguncangan. Remaja terancam oleh penemuan pandangan dan pendapat baru. Remaja mengalami konflik-konflik baru. Ini merupakan realitas yang harus dilalui dan dialami untuk menghasilkan kepribadian yang harmonis dan dewasa.[7]
Â
       Ada dua faktor yang memungkinkan seorang remaja menentukan identitasnya, yakni proses yang meliputi usaha untuk menolak dan mengambil teladan dari tokoh identifikasi, dan proses melakukan peran sosial. Ini dapat dirumuskan dalam dua kata penting yakni identifikasi dan eksperimentasi.
Â