Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Romo Gusti dan Mama Sindy, "Selibat-Menikah" dan Pergaulan yang Sehat

4 Mei 2024   10:13 Diperbarui: 4 Mei 2024   10:25 4154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://static.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/750x500/webp/photo/p1/783/2024/04/29/IMG_20240429_150224-3165617406.jpgInput sumber gambar

- ROMO GUSTI dan MAMA SINDY -

"SELIBAT-MENIKAH" DAN PERGAULAN YANG SEHAT

 

Tulisan ini merupakan lanjutan dari ulasan pertama saya tentang "Romo Gusti dan Mama Sindy, Gereja Akan Ditinggalkan". Tulisan ini pertama-tama adalah wujud cinta yang mendalam kepada Gereja dan Hirarki.

Tidak ada maksud terselubung selain sebagai sebuah curahan isi hati untuk belajar bersama sebagai Umat Allah, entah sebagai hirarki maupun awam, agar di masa depan Gereja dapat meminimalisasi kasus yang menodai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik.

Kita kembali ke kasus yang menimpa Romo Gusti dan Mama Sindy. Berdasarkan hasil klarifikasi Romo Gusti maupun suaminya, terdapat kesamaan perihal kedua belah pihak yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri, sehingga sudah amat biasa berkumpul bersama.

Bagi saya secara pribadi, hasil klarifikasi keduanya menunjukkan ada sesuatu yang salah. Kesalahan itu yang kemudian berujung pada dugaan "skandal" yang menodai wibawa Gereja lokal maupun Gereja Universal.

Selibat-Menikah

Selibat (tidak menikah) dan menikah merupakan panggilan. Keduanya dipanggil menuju kekudusan hidup. Selibat dipanggil menjadi kudus lewat hidup tidak menikah. Dalam "status tidak menikah" ini mereka berjuang untuk hidup suci demi memperjuangkan Kerajaan Allah.

Sebaliknya seorang awam, melalui "status menikah" mereka berjuang menjadi kudus dalam seluruh pergumulan hidup mereka di tengah dunia.

Saya mengulangi pernyataan ini, "Selibat bukan sekedar tidak menikah, tetapi yang lebih mendasar adalah menjaga kemurnian selibat". Kalau sekedar tidak menikah, maka di tengah masyarakat teramat banyak orang yang tidak menikah dengan beragam alasan.

Namun demikian, hidup selibat sebagai sebuah panggilan adalah panggilan dan pilihan menjadi kudus, hidup murni/suci demi melayani Allah dan sesama. Ini berarti bahwa panggilan menjadi "kudus, murni/suci" merupakan usaha yang berlangsung sepanjang hayat untuk tetap menjadi kudus/suci/murni dalam kerapuhan manusiawi mereka.

Ini bisa terjadi melalui beragam cara dan sarana. Salah satunya adalah menjalin dan menjaga pergaulan yang sehat dengan semua orang.

Pertanyaannya, apakah hasil klarifikasi dari dugaan skandal tersebut adalah pergaulan yang sehat? Bagi saya jelas tidak sehat!!! Alasannya adalah panggilan selibat berarti bergaul dengan semua orang yang berdasar pada cinta tanpa pamrih dan cinta yang tidak mengikat diri kepada atau untuk orang-orang tertentu saja.

Relasi eksklusif seorang selibater pada kenyataannya amat berbahaya karena telah mengikat diri kepada orang/kelompok tertentu, yang pada akhirnya bisa mengabaikan orang lain. Dan pada akhirnya dapat menjerumuskan seorang selibater kepada cinta eksklusif yang seharusnya menjadi ciri khas panggilan hidup menikah bagi seorang awam.

Saya mencatat satu hal yang kiranya menjadi atensi bagi seorang calon atau seorang selibater. Ini berkaitan dengan kebiasaan para calon atau seorang selibater yang kerap mencari "orang tua asuh".

Secara pribadi saya teramat risih dengan hal ini. Apalagi biasanya "orang tua asuh" yang dicari adalah orang-orang berduit, dan ditambah lagi dengan paras yang "cantik". Yang pada akhirnya akan berlanjut pula ke relasi baru dengan "kakak asuh", "adik asuh", "tetangga asuh" dan seterusnya.

Ini perlu menjadi perhatian serius. Seorang calon atau selibater adalah mereka yang terpanggil untuk mencintai dan melayani semua orang. Ciri dasarnya adalah cinta inklusif dan bukan cinta eksklusif.

Ditambah lagi sering berkunjungnya seorang calon atau selibater kepada "orang-orang tertentu ini" akan melahirkan perasaan tidak puas bagi umat yang tidak menjadi "orang tua asuh", yang nota bene adalah umat yang seharusnya juga mendapatkan cinta dan perhatian yang sama dari seorang yang terpanggil secara khusus.

Menikah-Selibat

Hidup menikah juga adalah panggilan menjadi suci/kudus. Melalui hidup menikah, seorang laki-laki mengikat dirinya secara utuh/total kepada seorang wanita yang dicintainya untuk seumur hidup, dan sebaliknya. Relasi cinta dalam hidup menikah bersifat eksklusif, terbatas kepada orang tertentu saja.

Dalam konteks hidup menikah, relasi inklusif yang bersifat tertutup adalah pengingkaran terhadap cinta yang seharusnya tertuju kepada orang tertentu saja.

Bahaya yang kerap terjadi adalah ketika salah satu pihak membuka diri kepada orang-orang tertentu untuk masuk dan menjadi bagian dalam relasi hidup mereka. Biasanya ini akan berujung pada tindakan pengingkaran lewat perselingkuhan.

Perselingkuhan bisa terjadi karena ada ruang yang diberikan kepada orang lain. "Ruang" yang dimaksud adalah "hati", "rumah" dan "kamar". Yang seharusnya ruang-ruang ini adalah ruang privat.

Untuk menjaga hidup menikah maka teramat penting untuk menjaga ruang "hati", "rumah" dan "kamar" tetap menjadi ruang privat. Relasi dengan orang lain itu penting sebagai perwujudan realitas kemanusiaan, namun tetap harus menjaga relasi dan ruang privat yang hanya berlaku untuk diri sendiri dan orang tertentu saja.

Ini berlaku pula dalam relasi antara seorang yang menikah dan seorang selibater. Relasi mereka adalah relasi "gembala" dan "domba". Relasi di antara mereka adalah saling menguatkan lewat doa dan perhatian yang seperlunya, tanpa harus memasuki dan mendatangi wilayah privat-nya masing-masing.

 + + +

Dari dugaan skandal yang menimpa Romo Gusti dan Mama Sindy, kiranya kita perlu belajar bersama, baik sebagai calon selibater/selibater maupun awam. Kiranya kita masing-masing jujur dalam berelasi satu sama lain, dengan membuat diri kita tidak menjadi skandal bagi diri sendiri dan orang lain.

Bersamaan dengan itu pula, melalui panggilan kristiani kita, kita dipanggil untuk saling mendoakan satu sama lain. Awam dipanggil untuk mendoakan agar selalu ada orang yang dipanggil untuk menjadi seorang selibat, dan serentak mendoakan para selibater agar tetap kuat dan teguh dan hidup selibat mereka.

Dan bersamaan dengan itu pula, seorang seorang selibater dipanggil untuk mendoakan panggilan hidup berkeluarga, agar pasangan suami-istri tetap setia satu sama lain sampai maut memisahkan.

Mudah-mudahan di masa mendatang Gereja bisa belajar dari beragam "skandal" yang menimpa Gereja, dan dapat pula menemukan solusi untuk keluar dari masalah yang ada.  Marilah kita saling mendoakan, baik awam untuk para selibater, maupun selibater untuk awam, agar masing-masing tetap setia pada janjinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun