Kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia menuntut bahwa isu tuntutan maritim di perairan tersebut dan penyelesaiannya hendaklah dibuat secara aman berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal, termasuklah UNCLOS 1982.
Patut diketahui bahwa UNCLOS 1982 sebagai Konvensi Hukum Laut yang mengantikan aturan-aturan yang telah ada mengatur tentang hukum di laut. Sebelum UNCLOS 1982, hukum laut diatur oleh kombinasi hukum adat internasional, konvensi-konvensi Jenewa 1958, perjanjian bilateral dan regional, serta peraturan nasional.Â
Prinsip kebebasan laut lepas (freedom of the seas) dan berbagai konvensi dari Konferensi Jenewa 1958 memainkan peran kunci dalam mengatur penggunaan dan pemanfaatan laut oleh negara-negara. UNCLOS 1982 kemudian menggantikan dan memperbarui aturan-aturan ini dengan kerangka hukum yang lebih lengkap dan modern, yang mencakup semua aspek penting dari hukum laut.
Dalam hal dinamika hubungan internasional, penggunaan diplomasi bilateral dan multilateral, negara-negara yang memiliki isu klaim wilayah terlibat dalam negosiasi bilateral dan forum multilateral, seperti ASEAN, untuk mengelola perselisihan dan mencari resolusi damai.Â
Namun dalam konteks Laut Cina Selatan, hal tersebut sungguh rumit dalam menyelesaikan persoalan yang ada bahwa masing-masing negara memiliki konteks kepentingan dan pendekatan diplomasi masing-masing. ASEAN bukan seperti Uni Eropa dimana ASEAN belum memiliki badan atau kesatuan forum dalam penyelesaian isu sengketa di Laut Cina Selatan. Indonesia sebagai negara paling besar secara wilayah dan salah satu big brother di ASEAN seharusnya lebih memiliki peran penting dalam penyelesaian bersama untuk menekan Tiongkok dan Taiwan dalam isu klaim wilayah maritim di Laut Cina Selatan. Indonesia dengan segala daya upaya dapat mengupayakan persatuan di antara sesama anggota ASEAN dalam menangani dan penyelesaian konflik di Laut Cina Selatan.
Â
III. Aliansi Militer dan Posisi Politik Indonesia
Wilayah Laut Cina Selatan telah mengalami peningkatan atas kehadiran dan kegiatan militer, terutama dari China dan AS, yang menyebabkan meningkatnya ketegangan. Dalam aliansi regional dan pakta keamanan, seperti Perjanjian Pertahanan Bersama AS dan sekutunya, memainkan peran penting dalam mempengaruhi peta aliansi militer di Kawasan ASEAN. Indonesia sebagai salah satu big brother di Kawasan ASEAN, seharusnya melakukan modernisasi bukan hanya dari sisi alutista militer namun juga dari konsep dan sistem pertahanan yang disesuaikan dengan keadaan saat ini.Â
Doktrin Politik Luar Negeri Bebas Aktif yang dianut Indonesia mengalami konstentasi politik internasional yang cepat mengalami perubahan. Isu klaim wilayah maritim di LCS menjadi ranah pertarungan antara dua kekuatan dunia antara USA dengan Tiongkok.
Di satu sisi, Indonesia harus mengedepankan kepentingan diplomasi Indonesia. Pemerintah Indonesia seyogianya tidak bersikap netral tanpa bersikap, melainkan bersikap hati-hati dalam membuat kebijakan luar negeri yang tentunya sesuai dengan kepentingan posisi Indonesia. Hubungan Indonesia dengan negara-negara yang tergabung dengan AUKUS (Australia, United Kingdom, & United States), memiliki kerjasama militer seperti latihan militer bersama dan pengadaan senjata dalam rangka modernisasi alutista militer.Â
Selain itu, Indonesia juga memiliki hubungan dengan RRT dimana Indonesia melakukan kerjasama di bidang ekonomi investasi langsung untuk beberapa proyek di Indonesia. Dari sisi militer, Indonesia lebih condong bekerjasama dengan pihak AUKUS dibanding dengan Tiongkok. Hal ini dikarenakan sengketa wilayah di Laut Natuna Utara dengan pihak Tiongkok.