Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tetaplah Sehat

22 Maret 2016   00:49 Diperbarui: 22 Maret 2016   01:14 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi menjelang, sang suami telah lebih dulu berangkat ke pasar, membawa lontong dagangannya. Hanya ada uang dua puluh ribu rupiah saja di dalam kantong celananya. Dan ia berikan itu pada sang istri. Tak lupa berpesan, membawa anak sesegera mungkin ke Puskesmas terdekat.

Jam setengah tujuh pagi, sang istri membawa bayi yang sakit ke Puskesmas, ditemani ibunya. Panas tubuh sang bayi semakin tinggi pagi itu.

Sesampai di meja administrasi Puskesmas, sang istri melapor kepada petugas di balik meja. Tidak terlihat ibu-ibu yang biasanya berjaga di sana. Ke mana dia? Tanya wanita 25 tahun tersebut. Yang ada di sana—sekarang—seorang pria 35 tahunan.

“Ibu bawa kartunya?” tanya pria tersebut, acuh tak acuh saja sembari menelisik kolom-kolom berita di surat kabar dalam pegangannya.

“Ndak, Pak,” jawab ibu muda. “Kartunya hilang, Pak. Kami baru pindahan, gak tahu kese—“

“Mau berobat harus bawa kartunya,” pria berbalut seragam coklat muda khas PNS itu hanya melirik sekilas pada bayi dalam, lantas kembali mengalihkan pandangannya ke surat kabar.

“Tapi, Pak,” sang ibu muda tetap merayu demi kesembuhan bayinya. Sementara nenek sang bayi sama bingungnya, tidak tahu harus berbuat apa. “Gak apa-apa deh, Pak, saya bayar. Asal… anak saya bisa berobat.”

“Aduuh, Buk,” petugas itu melipat surat kabarnya. Tidak ada raut iba di wajahnya. Tidak sama sekali. “Kan, saya udah bilang: mau berobat harus bawa kartunya.”

“Udah, Nduk,” sang nenek mulai kesal pada petugas yang terkesan tiada menghargai selembar nyawa bayi di pangkuan anaknya. “Kita ke klinik aja.”

“Tapi, Mak—“

“Udah,” dengan langkah berat dan sakit hati yang tak bisa dilukiskan, wanita tua membawa anak dan cucunya ke klinik swasta, tak jauh dari Puskesmas tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun