Angin pantai menyapa jauh ke daratan. Menyibak rambut Siti yang tergerai. Duduk sendiri di atas bangku usang. Melamun liar pada rembulan yang malu-malu di balik awan.
“Ngelamunin apa, kamu?”
Sapa sang ibu dari belakang sedikit membuyarkan khayalan Siti. Siti sumringah pada sang ibu yang duduk di sampingnya. Kembali tenggelam pada rona sang bulan. Sang ibu menghela napas panjang, sama memandang rembulan indah.
“Bu, apa Ibu gak kangen ya, sama Bapak?”
Tanya tiba-tiba dari mulut mungil itu menghentak dalam keheningan sang ibu. Ia paksakan diri untuk tersenyum.
“Kamu itu…” kilah sang ibu, “kayak orang dewasa aja nanyanya.”
Yaa, tentu saja ia kangen, merindukan sang suami yang nyaris sewindu penuh tak lagi pernah ia peluk. Gunjingan para tetangga, semakin menumpuk kerinduan itu di dadanya.
“Siti… kangen Bapak, Bu. Kalau Bapak ada, pasti Siti… bisa sekolah,”
Sang ibu menarik tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Meski gulir kehangatan mengaburkan pandangannya, namun ia tidak ingin memperlihatkan itu. Tidak pada sang buah hati.
“Mungkin,” kata terucap dalam serak yang tak dimengerti Siti kecil, “Bapak lagi kangen kita juga, di sana.”