Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen ǀ Merencanakan Kegagalan

27 Januari 2018   17:29 Diperbarui: 27 Januari 2018   17:32 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak punya pilihan kecuali melupakan rencana-rencana itu. Aku memilih melupakan rencanaku sebagai jalan keluar.

Oi, bicara tentang rencana, aku jadi ingat suatu kali pernah menghadiri acara pesta pernikahan -meski ini sedikit berbeda tapi kurasa ada kesamaannya.

Aku punya seorang teman perempuan. Sebut saja namanya Dewi. Dewi adalah anak perempuan hiperaktif yang selalu cakap mengekspresikan semangat emosinya ketika misalnya dia amat senang, dia tak akan berhenti tertawa meski itu artinya di depan umum. Dewi tak terhentikan.

Berbeda dengan manusia pada umumnya, Dewi bukan tipe manusia yang sering melawan benaknya sendiri. Ketika dia sedih dia akan menangis. Ketika Dewi sedang bahagia dia tahu caranya tertawa.

Dewi tak bisa melakukan dua hal sekaligus yang seringnya cenderung dilakukan orang-orang. Dia itu berbeda. Tak menyukai kepura-puraan.

Nah, maka ketika rencananya yang selama ini dia bangun dengan bersusah payah gagal di tengah jalan, dia menangis dengan begitu kuat. Dewi menangis tersedu-sedunya begitu tahu pacar seumur jagungnya itu, tanpa alasan yang jelas mengatakan bahwa mereka sudah tak lagi cocok.

Aku sendiri kurang paham definisi cocok. Yang jelas aku menyaksikan mereka berdua, teman perempuanku bernama Dewi itu dan kekasihnya -yang kini jadi mantan- selalu berdampingan setiap saat. Mereka melekat bagai tak terpisahkan. Aku bahkan bisa membayangkan mereka bergantian bergilir mengenakan tongkat penyangga jika yang lain, tongkat yang lain lupa letak menaruhnya. Sepasang kekasih kakek-nenek yang amat romantis.

Akan tetapi seperti hal yang kubilang sebelumnya: rencana diciptakan untuk gagal. Dan mereka benar-benar gagal dalam menyongsong masa depan itu. Namun setidaknya, bukan keduanya. Tapi salah satu dari mereka. Sebab, mantan kekasih teman perempuanku itu pada akhirnya menikah dengan orang lain. Menjalani kisah romantis masa depan bersama orang lain.  

Itu terjadi dua minggu lalu. Namun meski sudah berlangsung selama itu aku masih bisa ingat cara teman perempuanku itu menyeka air matanya. Berkali-kali. Dan sejumlah berkali-kali pula, aku bagai sedang menyaksikan sebuah lukisan tiga dimensi yang bergerak. Lukisan tiga dimensi yang paling sedih di dunia. Aku tak pernah membayangkan dikehidupanku yang samar-samar akan menyaksikan lukisan semacam itu dengan amat nyata.

Dewi mengajakku ke acara pesta pernikaan mantan kekasihnya. Pulang dari sana, Dewi mengusulkan agar kami mampir ke taman kota. Kami duduk di sebuah bangku besi yang sangat pas untuk selonjoran satu orang. 

Angin dari arah utara berhembus di sekitar kami. Segala percakapan orang-orang asing di taman kota sore itu berkelindan telingaku. Namun di antara kami sama sekali tak ada percakapan apa pun. Sepanjang sepuluh menit, aku dan Dewi hanya diam saja. Aku tidak mengawasinya, tapi aku segera merasa bersalah ketika tiba-tiba saja dia menagis tersedu-sedu di sampingku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun