Aku memang menangis.
Lalu keesokan harinya, tepat diulang tahunnya, aku menutupkan kedua matanya dengan kain hitam dan mengantarnya pulang. Di usianya yang semakin bertambah, aku tak boleh menyuguhkan penderitaan kepadanya. Dia layak bahagia. Bukankah seharusnya begitu. Dia keturunan orang kaya, aku sebaliknya, maka dia pantas mendapatkannya.
Sepenjang perjalanan pulang ke rumah dia, mantan pacarku tak henti-hentinya bertanya. "Kamu mau kasih kejutan aku apa sih?"
Kami sampai pintu gerbang rumahnya. Aku menelpon Ibunya, dan setelah yakin dia aman kembali bersama keluarga yang bisa menjamin kebahagiannya. Aku keluar dari semak-semak dan lalu meninggalkannya. Berlalu tanpa menoleh, meskipun punya keinginan kuat untuk menyaksikannya terakhir kali.
Kini setelah lima tahun perpisahan itu, aku jadi semakin yakin apa yang tidak terhubung dengan masa lalu akan selalu terhubung dengan masa depan.
Si penelpon itu berusaha menghubungi masa lalunya. Sementara dengan dia menghubungi masa lalunya dia justru mengingatkanku tentang masa depan mantan pacarku.
Aku ingat. Pertemuan di ruang kantor itu. Sesuatu yang mengilap di perangkat tubuh mantan pacarku. Di jari manis tangan kirinya. Dan.... tunggu sebentar. Ada pesan masuk!
Terinspirasi lirik lagu Kodaline - All I Want
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H