Dalam industri penerbangan global, hanya sedikit persaingan yang dapat menandingi intensitas dan dampak dari persaingan antara Airbus dan Boeing. Selama beberapa dekade, kedua raksasa dirgantara ini telah bertarung dalam pertempuran tanpa henti untuk mendominasi, membentuk lanskap penerbangan komersial dan meninggalkan jejak tak terhapuskan di langit yang kita lintasi.Â
Persaingan mereka melampaui ranah kecakapan teknologi, menelusuri jalinan kompleks perdagangan internasional, geopolitik, dan masa depan perjalanan udara itu sendiri. Akan tetapi, sejauh mana dampak dari persaingan ini berdampak pada lanskap penerbangan dunia?Â
Dalam artikel ini, kita akan membahas efek persaingan antara Airbus dan Boeing, serta peran geopolitik yang terkait dengan kepentingan strategis dan ekonomi sejumlah negara dalam membentuk persaingan di antara kedua perusahaan raksasa tersebut.Â
Dengan tidak adanya tanda-tanda bahwa persaingan antara Airbus dan Boeing akan melambat, kita juga akan mendalami sejumlah aspek dalam industri ini, termasuk perubahan konstan dalam teknologi, regulasi, dan kebutuhan pasar, dengan pertempuran antar-kedua raksasa sebagai salah satu narasi kunci.
Dari Awal yang Sederhana Menjadi Raksasa Global
Boeing lahir sebagai perusahaan dirgantara pelopor dari negeri Paman Sam. Boeing dibentuk di Seattle, Amerika Serikat (AS) pada tahun 1916. Didirikan oleh William E. Boeing, perusahaan ini langsung mencuat dalam industri pesawat terbang.Â
Selama bertahun-tahun, Boeing mendominasi pasar aviasi dengan pesawat-pesawat ikonik seperti 707, 737, dan yang paling terkenal, 747 "Jumbo Jet". Inovasi tiada henti dan reputasi Boeing yang solid menciptakan standar baru dalam dunia penerbangan hingga beberapa dekade berikutnya.Â
Pada Agustus 1997, Boeing secara resmi menggabungkan bisnis mereka dengan McDonnell Douglas setelah mendapat persetujuan dari regulator di beberapa negara.Â
Penggabungan bisnis tersebut dilatarbelakangi oleh semakin berkurangnya daya saing dari McDonnell Douglas dengan Airbus dan Boeing, setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.Â
Bisnis militer McDonnell Douglas telah mengalami masa-masa sulit, mengharuskan mereka untuk sangat berhati-hati dalam hal biaya dan menyebabkan perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk memulai pengembangan produk baru.Â