Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan sarjana ekonomi dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Paradoks Posisi: Mengapa Penerbangan "Kebebasan Kelima" Tidak Begitu Populer di Indonesia?

10 April 2024   15:14 Diperbarui: 10 April 2024   15:21 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rute Penerbangan 'Kebebasan Kelima' (Sumber: Simple Flying)

Kebebasan keempat adalah hak untuk membawa penumpang dan kargo kembali ke negara asal maskapai penerbangan dari negara lain.

  • Kebebasan Kelima adalah hak untuk membawa penumpang dan kargo antar-dua negara asing, dengan pemberhentian di negara asal maskapai.

  • Penerbangan kebebasan kelima menawarkan beberapa keuntungan. Maskapai penerbangan dapat mengoptimalkan pemanfaatan pesawat dengan membawa penumpang dalam rute selain rute asal dan menuju tujuan mereka, sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan dan bahkan profitabilitas. 

    Penumpang diuntungkan dari tarif yang berpotensi lebih murah dengan lebih banyak pilihan rute. Akan tetapi, untuk pengoperasian penerbangan ini, diperlukan perjanjian bilateral antar-negara yang memberikan hak tersebut.

    Enigma Kebebasan Udara di Indonesia

    Meskipun lokasi Indonesia terbilang strategis secara geografis, penerbangan kebebasan kelima terbilang langka. Alasan utama, terdapat keterbatasan perjanjian bilateral antara Indonesia dengan negara-negara lain yang memberikan hak kebebasan kelima, sehingga mengurangi kemampuan maskapai mengoperasikan penerbangan semacam itu.

     Indonesia juga memiliki pasar perjalanan udara domestik yang sangat besar dan terus berkembang, membuat maskapai penerbangan lebih menguntungkan jika berfokus untuk menghubungkan kota-kota di Indonesia daripada merambah ke operasi kebebasan kelima. 

    Selain itu, pemerintah Indonesia memiliki kebijakan yang agak proteksionis yang mendukung maskapai penerbangan domestik, sehingga mempersulit maskapai asing untuk mendapatkan hak kebebasan kelima. 

    Terakhir, infrastruktur bandara di beberapa kota di Indonesia masih belum mampu menangani lalu lintas tambahan yang dihasilkan oleh penerbangan kebebasan kelima. Keterbatasan ini terlihat dari fakta bahwa bandara-bandara besar di Indonesia saat ini menghadapi tantangan dalam menangani penumpangnya karena kelebihan kapasitas.

    Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta sebagai hub utama Indonesia, menangani volume penumpang terbesar dengan tujuan di seluruh Asia Tenggara, Asia Timur, Timur Tengah, Australia, dan rute terbatas ke Eropa. 

    Bandara ini menghadapi masalah kelebihan kapasitas hingga tahun 2017 yang melayani lebih dari 50 juta penumpang per tahun, dibandingkan kapasitas yang hanya 22 juta. 

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
    Lihat Inovasi Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun