Matahari telah menyelesaikan tugasnya, dia kembali ke peraduan digantikan rembulan.Di sebuah desa tepatnya Desa Renggono begitu terlihat sepi, padahal azan magrib baru saja berkumandang 5 menit yang lalu. Hanya ada 4 orang laki-laki yang berada di dalam sebuah mushola, raut wajah mereka menunjukkan kebingungan.
"Mohon maaf sebelumnya pak haji, ini kok gak ada warga yang pada salat di mushola ya" tanya seorang pemuda yang mengenakan koko berwarna putih.
Seseorang yang di panggil pak haji menghela napas sebelum menjawab. "Ya begitulah, mereka lebih memilih salat dirumah. Ada sesuatu yang membuat mereka ragu untuk keluar rumah selepas magrib"
Laki-laki muda berkacamata mengerutkan keningnya bingung. "Memangnya ada apa pak haji?"
"Nanti saya ceritakan, sekarang lebih baik kita salat magrib dahulu. Percuma menunggu warga, mereka tidak akan ada yang datang"
Keempat laki-laki tersebut pun melaksanakan salat magrib berjamaah, setelah itu dilanjut dengan berdoa dan berdzikir. 20 menit berlalu, 3 laki-laki yang masih diliputi rasa penasaran pun meminta waktu pak haji untuk menjelaskan tentang keganjalan yang ada di desa Renggono.
"Mohon maaf pak haji, kita boleh meminta waktunya sebentar. Ingin bertanya-tanya, sekaligus untuk tugas kuliah kami" ujar pria berkacamata bernama Erik.
Sebelum itu pak haji memperhatikan ketiga pemuda di hadapannya dengan saksama. "Lebih baik kita mengobrol di rumah saya saja, kasian istri dan anak saya menunggu di rumah"
Ketiga pemuda itu hanya menurut meski dalam hati dilingkupi rasa penasaran yang luar biasa, ketiganya berjalan beriringan menuju rumah pak haji yang tidak terlalu jauh dari mushola.
"Zi, menurut lo kira-kira apa yang bikin warga desa ini gak mau keluar rumah pas magrib?" tanya Angga pada temannya yang bernama Rezi. Posisi Angga dan Rezi kini ada di belakang pak haji dan teman mereka satu lagi, Erik.
"Mana tahu gua, kalau gua tahu gak bakal tanya ke pak haji" sahutnya.