Sudut pandang yang juga akhirnya merefleksikan lebih dalam mengenai apa yang saya tanamkan pada anak didik sebagai seorang guru.
Saat mengajar sebagai seorang pendidik, ataupun sebagai ibu untuk anak saya. Tak terhitung betapa saya berusaha menanamkan rasa empati dan bersyukur dengan memberikan contoh anak-anak atau orang lain yang dalam tanda kutip secara materi atau kesempurnaan tubuh kurang dari kita.
Saya ingat pernah memberikan contoh gambar anak-anak kecil yang menjual koran di lampu merah dan seorang kakek berkebutuhan khusus di kursi roda sedang mengemis di jalan.
Kemudian, saya mengingatkan betapa kita semua yang berada di kelas harus bersyukur dengan berkat Tuhan dalam hidup.
Poinnya adalah saya membandingkan kehidupan si anak -- anak penjual koran di lampu merah dan kakek berkursi roda dengan kehidupan mapan anak didik saya. Disitulah letak bersyukurnya.
Adakah juga yang sepengalaman dengan saya?
Di saat yang sama, saya mengajarkan bahwa Tuhan adalah maha pengasih. Semua dikasihiNya tanpa terkecuali.
Menilik pada refleksi artikel perayaan ulang tahun di panti asuhan, hati saya pun menderu sedih.Â
Empati dan rasa gratitude yang selama ini berusaha saya tanamkan pada anak-anak caranya salah.
Tuhan adalah maha pengasih. Semua dikasihiNya, termasuk anak-anak penjual koran dan kakek berkursi roda.Â
Tidak seharusnya saya membandingkan kehidupan mereka dengan anak didik sebagai ukuran mereka harus bersyukur untuk nikmat berkat Tuhan. Â