Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... Guru - -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ojo Dibanding-bandingke, Mesti Podo

7 Januari 2024   20:31 Diperbarui: 7 Januari 2024   20:35 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di pertengahan tahun 2022, tanpa sengaja saya membaca sebuah artikel yang judulnya menggelitik untuk dibaca. 

Artikelnya berjudul "Berbagi Kebahagiaan di Panti Asuhan, Sudah Tepatkah Caranya?". Ditulis oleh Inung Widjaja, former general marketing manager dari The Duck King, Hakata Ikkousha, Seorae Korean, XO Suki, Parsley Bakery, dll., di laman situs kumparan.com pada tanggal 15 Februari 2021.

Dalam artikelnya, Inung menceritakan sebuah momentum ketika beberapa tahun lalu diundang seorang teman merayakan ulang tahun anaknya. Perayaan bertempat di sebuah panti asuhan. Tujuan mereka merayakan ulang tahun anaknya sebenarnya mulia, ingin mengajarkan anak berbagi dan berempati, sekaligus menghibur. Beraneka makanan dan badut dibawanya untuk meramaikan acara, tulis Inung.

Acara berjalan. Tiup lilin, doa, dan penampilan badut; sulap, permainan, kuis, dll dilakukan. Inung dan istrinya merasakan hal yang janggal. Mungkin hal ini tidak dirasakan oleh orang lain. Anak-anak panti itu seolah tidak merasa terhibur. Sangat terasa getarannya. Mereka seakan bertepuk tangan dengan terpaksa. Padahal di sana ada badut juga yang menurut kami cukup menghibur.

Siang itu sangat panas, belum lagi di dalam ruangan semakin terasa sumuk. Inung merasa perlu ngadem di luar, kebetulan panti asuhan itu di pedesaan, banyak pohon rindang di halamannya. Saat ngobrol basa-basi dengan pengelola panti asuhan tersebut. Kaget benar mendengar pernyataan pengelola panti bahwa di hari itu ada 3 perayaan ulang tahun di sana. 

"Yang penting mereka bisa makan dan bisa bayar sekolah, Mas," kata pengelola panti. Pernyataan itu Inung simpulkan sebagai bentuk konfirmasi bahwa pengelola panti asuhan dan para penghuninya rela melakukan apa saja, selama tidak hal jahat, demi bisa makan.

Inung makin merasa, jangan-jangan mereka -- anak-anak panti -- justru yang sedang menghibur. Jangan-jangan mereka sama sekali tidak terhibur dengan perayaan ulang tahun ini. Bayangkan saja, sehari mereka harus merayakan ulang tahun 3 kali. Berapa banyak senyum palsu yang harus dibuat? 

Beberapa minggu kemudian, Inung menemukan postingan di Facebook tentang sudut pandang anak-anak panti asuhan, perihal perayaan ulang tahun. 

Mereka, anak-anak panti asuhan, merasakan sakit hati saat melihat ada anak kecil didampingi orang tua, terlebih yang orangtuanya masih utuh. Mereka merasakan iri yang luar biasa ketika melihatnya. Di sudut pandang para penghuni panti, orang tua mereka sudah tidak ada, atau bahkan ada yang dengan sengaja dibuang oleh orangtuanya.

Pernahkah terpikir tentang bagaimana perasaan mereka ketika melihat langsung dan sering ada anak meniup lilin didampingi orang tua dan mendapatkan kecupan bahagia? 

Artikel lain serupa yang saya baca  berjudul "Viral Curhat Ibu Kapok Rayakan Ulang Tahun Anaknya di Panti Asuhan, Apa Alasannya?" dari laman situs liputan 6.com yang terbit di tanggal 23 Juli 2023.

Dalam artikel diceritakan ada seorang ibu lewat akun Tik Toknya @gitamechtilde, menceritakan pernah punya pengalaman sedih saat merayakan ulang tahun anak pertamanya.

Bukannya terlihat terhibur dan bahagia, anak-anak di panti asuhan itu justru merasakan sebaliknya. Hal ini lantas membuatnya berpikir kembali dan mengingatkan banyak orang agar tidak merayakan ulang tahun anak di panti asuhan.

"Jangan merayakan ulang tahun anak di panti asuhan. Itu justru akan membuat anak-anak yatim piatu hatinya sedih. Jadi waktu Giselle anakku yang pertama ulang tahun ke-2 aku rayain ulang tahunnya di panti asuhan," terangnya dalam video, yang diunggah pada Selasa, 18 Juli 2023.

"Waktu itu aku dengan polosnya mikir mau menghibur anak-anak yatim piatu di sana sekaligus ajarin Gisele kegiatan sosial sejak dini. Tapi ternyata aku salah. Pas di sana aku lihat mata anak-anak yatim piatu sama sekali nggak kelihatan terhibur apalagi bahagia," sambungnya.

Ia mengakui, keinginan untuk merayakan ulang tahun bersama anak panti asuhan sebagai niat mulia. Tapi ketika fokus hanya pada anak yang sedang berulang tahun, kita mungkin lupa bahwa anak yang diajak merayakannya tidak merasakan bahagia.

"Akhirnya aku sadar kalo aku udah salah besar nggak mikirin perasaan mereka dan semenjak itu aku nggak pernah mau lagi ulang tahunin anak di panti asuhan," tutupnya.

Keputusan tersebut mendapatkan berbagai tanggapan dari banyai warganet.  Meski ada yang menilai pendapatnya agak subjektif, ternyata cukup banyak warganet yang sependapat dengannya.

"Jangankan di panti asuhan, aku lagi ngekos dan lihat ibu kost makan bareng anak-anaknya aja kadang sedih," komentar seorang warganet.

"Mereka yang ga punya ortu kadang iri melihat keluarga yang lengkap apalagi bisa merayakan ultah dengan ortu. Pasti terbesit dalam hati "andaikan aku adalah dia"," tulis warganet lainnya. 

 Tulisan ini tidak ada sedikit pun maksud saya untuk melarang siapa pun merayakan momentum bahagia di panti asuhan. Ini hanyalah refleksi bahwa ternyata ada sudut pandang lain yang sangat jauh berbeda dengan cara pandang kita. Sudut pandang tersebut bisa kita pakai sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan sesuatu.

Sudut pandang yang juga akhirnya merefleksikan lebih dalam mengenai apa yang saya tanamkan pada anak didik sebagai seorang guru.

Saat mengajar sebagai seorang pendidik, ataupun sebagai ibu untuk anak saya. Tak terhitung betapa saya berusaha menanamkan rasa empati dan bersyukur dengan memberikan contoh anak-anak atau orang lain yang dalam tanda kutip secara materi atau kesempurnaan tubuh kurang dari kita.

Saya ingat pernah memberikan contoh gambar anak-anak kecil yang menjual koran di lampu merah dan seorang kakek berkebutuhan khusus di kursi roda sedang mengemis di jalan.

Kemudian, saya mengingatkan betapa kita semua yang berada di kelas harus bersyukur dengan berkat Tuhan dalam hidup.

Poinnya adalah saya membandingkan kehidupan si anak -- anak penjual koran di lampu merah dan kakek berkursi roda dengan kehidupan mapan anak didik saya. Disitulah letak bersyukurnya.

Adakah juga yang sepengalaman dengan saya?

Di saat yang sama, saya mengajarkan bahwa Tuhan adalah maha pengasih. Semua dikasihiNya tanpa terkecuali.

Menilik pada refleksi artikel perayaan ulang tahun di panti asuhan, hati saya pun menderu sedih. 

Empati dan rasa gratitude yang selama ini berusaha saya tanamkan pada anak-anak caranya salah.

Tuhan adalah maha pengasih. Semua dikasihiNya, termasuk anak-anak penjual koran dan kakek berkursi roda. 

Tidak seharusnya saya membandingkan kehidupan mereka dengan anak didik sebagai ukuran mereka harus bersyukur untuk nikmat berkat Tuhan.  

Sejak tertampar dengan refleksi tersebut, saya pun selalu mengingatkan anak-anak bahwa semua orang dikasihi Tuhan tanpa terkecuali. 

Semua anak-anak yang harus merasakan kerja keras di usia belia, semua orang-orang yang berkebutuhan khusus, semua orang dikasihi Tuhan dengan adil sesuai dengan porsi kehidupan masing-masing. 

Tidak ada yang lebih atau kurang. Semua sama dan setara. Semua harus bersyukur. 

Justru saat mereka dewasa nanti, saya selalu berpesan agar mereka bisa menjadi perpanjangan kasih Tuhan yang nyata. 

Saat melihat orang lain yang membutuhkan, mereka bisa membantu dan menjadi bukti bahwa kasih Tuhan untuk semua orang itu nyata adanya. 

Semoga tulisan nguda rasa saya di tahun baru ini bisa berguna untuk para pembaca semuanya. Bahwa sejatinya memang Tuhan adalah KASIH yang mengasihi semua umatNya. Tidak seyogyanya kita menjadikan kehidupan orang lain sebagai pembanding untuk kita bersyukur atau merasa lebih beruntung. Karena pada dasarnya, semua dicintaiNya dengan setara.

Salam kasih, sehat, hangat, dan bahagia dari saya.

Selamat Tahun Baru, ya! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun