Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, Komunikasi antara budaya belum secara serius mendapatkan tempat sebagai suatu kajian penting, sehingga sampai saat ini masih sulit ditemui buku yang menjelaskan secara lengkap tentang definisi dari komunikasi antar budaya itu sendiri. Padahal komunikasi antar budaya di Indonesia sangatlah penting karena pada kenyataannya kehidupan masyarakat dan budaya Indonesia sangatlah heterogen yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, agama, ras, budaya, dan istiadat. Sebagaimana dituangkan dalam semboyang Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda tetapi tetap satu. Lebih dari 350 bahasa daerah berkembang di Indonesia dan ratusan etnis tersebar diberbagai wilayah. Kehidupan majemuk bangsa Indonesia yang kompleks ditandai dengan kenyataan latar belakang social budaya etnis yang berbeda-beda. Dengan kenyataan tersebut tidaklah mudah bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu integrasi dan menghindari konflik atau bahkan perpecahan (DeVito 1997).
Komunikasi antar budaya kala ini menjadi semakin penting karena meningkatnya mobilitas orang diseluruh dunia, saling ketergantungan Ekonomi diantara banyak Negara, kemajuan Teknologi Komunikasi, perubahan pola imigrasi dan politik membutuhkan pemahaman atas kultur yang berbeda-beda (DeVito 1997). Komuniasi antara budaya sendiri lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antar pribadi diantara Komunikator dan Komunikan yang kebudayaannya berbeda (Mulyana 1990) .
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang komunikasi antar budaya yang terjadi diantara dua orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda berarti mereka memiliki perbedaan kepribadian dan persepsi terhadap relasi antar pribadi. Ketika A dan B dengan budaya yang berbeda bercakap-cakap itulah yang disebut Komunikasi antar Budaya karena dua pihak “menerima” perbedaan diantara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dalam relasi antar pribadi.
PEMBAHASAN
Penjelasan
Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi tersebut.
Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
Dan menurut Hybels dan Richard L. Weafer II, bahwa komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu disekililing kita untuk memperkaya sebuah pesan.
Definisi Kebudayaan
Pertama, kebudayaan dalam arti yang luas adalah perilaku yang telah tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan secara sosial (disosialisasikan) – tidak sekadar sebuah catatan ringkas, tetapi dalam bentuk perilaku melalui pembelajaran sosial (social learning). Kedua, kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang mereka terima tanpa sadar atau tanpa dipikirkan, yang semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Ketiga, Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengungkapkan kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi. Demikian pula kebudayaan bisa berarti sistem pengetahuan yang dipetukarkan oleh sejumlah orang dalam sebuah kelompok yang besar (Gudykunst dan Kim, 1992). Bahkan lebih tegas lagi Edward T. Hall mengatakan bahwa kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan (Edward T. Hall, 1981). Keempat, menurut Levo-Henriksson (1994), kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama pandangan hidup apapun bentuknya baik itu mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat. Roos melihat kebudayaan sebagai sistem gaya hidup dan ia merupakan faktor utama (common dominator) bagi pembentukan gaya hidup.
Kita telah membaca beberapa pengertian kebudayaan, bahwa kebudayaan merupakan satu unit interpretasi, ingatan, dan makna yang ada di dalam manusia dan bukan sekadar dalam kata-kata. Ia meliputi kepercayaan, nilai-nilai, dan norma, semua ini merupakan langkah awal di mana kita merasa berbeda dalam sebuah wacana. Kebudayaan mempengaruhi perilaku manusia karena setiap orang akan menampilkan kebudayaannya tatkala dia bertindak, seperti tindakan membuat ramalan atau harapan tentang orang lain atau perilaku mereka. Terakhir, kebudayaan melibatkan karakteristik suatu kelompok manusia dan bukan sekadar pada individu.
Pengertian kebudayaan tersebut mengandung beberapa karakteristik atau cirri-ciri yang sama, yakni kebudayaan itu ada di antara umat manusia yang sangat beraneka ragam, diperoleh dan diteruskan secara sosial melalui pembelajaran, dijabarkan dari komponen biologi, psikologi, dan sosiologi sebagai eksistensi manusia, berstruktur, terbagi dalam beberapa aspek, dinamis, dan nilainya relative.
Definisi Komunikasi antar budaya
Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970). Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974). Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974). Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari defenisi tersebut nampak jelas penekanannya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Karena itu dua konsep terpenting di sini adalah kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan studi Komunikasi Antar-Budaya dari studi-studi antropologi dan psikologi lintas budaya yang berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antarbudaya. Sejauh ini upaya pemerhati Komunikasi Antar-Budaya lebih banyak diarahkan pada aspek intracultural atau pun crosscultural, buakan studi-studi intercultural dari komunikasi. Sebagaimana tradisi penelitian antropologi dan psikologi lintas budaya (cross-cultural psycology), kebanyakan dari kegiatan penelitian memusatkan perhatian pada ; pola-pola komunikasi dalam kebudayaan-kebudayaan tertentu, studi komparatif lintas budaya mengenai fenomena-fenomena komunikasi.
Unsur-unsur Kebudayaan
Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok manusia, maka muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Samovar (1981) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.
Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses Komunikasi Antar-Budaya unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing saling membutuhkan dan berkaitan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu persatu. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah:
1) Sistem keyakinan, nilai dan sikap.
2) Pandangan hidup tentang dunia.
3) Organisasi sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan mlihat suatu obbjek atau peristiwa sosial yanng sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.
Studi Kasus
Pada suatu hari saudara saya (orang jawa) berselisih dengan seorang supir angkot yang berasal dari daerah tapanuli (batak)…. masalahnya mungkin sudah diduga yaitu, senggol menyenggol kendaraan di tengah kemacetan. Karena tidak ada polisi dan kedua belah pihak tetap pada pendiriannya, mereka sepakat menuju kantor polisi terdekat. Karena si supir berbicara meledak-ledak, maka ditegurlah sang supir oleh pak polisi agar berbicara lebih santun dan tenang.
Namanya pak supir yang sedang naik pitam … sekonyong-konyong ia berbicara : “Saya orang Batak …. saya tidak bisa bicara halus seperti dia (sambil menunjuk ke arah saudara saya). Kami orang batak kalau bicara lantang dan terus terang tetapi jujur, tidak seperti orang Jawa bicara tidak jujur, berputar-putar dan berbelit-belit”. Untuk orang batak yang baik adalah bicara langsung, terbuka dan terus terang karena disitu nilai kejujuran dan keterbukaan dijunjung. Namun bagi orang jawa, hal itu tidak sopan, kalau berbicara sebaiknya harus santun.
Kebaikan buat saudara saya (sopan santun, bicara halus dengan tutur kata yang baik) dianggap keburukan bagi si supir karena dianggap berputar-putar, berbelit-belit dan tidak jujur. Begitu juga sebaliknya. Ini adalah penggambaran yang sangat jelas bagaimana budaya jawa dan budaya batak berpengaruh pada proses komunikasi mereka. Dengan 2 budaya yang berbeda disertai juga dengan karakteristik yang berbeda, hal ini akan jelas berpengaruh pada cara mereka berkomunikasi.
Hambatan
Etnosentrisme
Disatu studi kasus, Orang Indonesia merasa sakit hati dengan perlakuan American yang memberi buku dengan Tagnan kiri, sebab orang Indonesia sudah menanamkan suatu pijakan tata krama, bahwasanya memberi dengan tangan kiri, merupakan bentuk ketidaksopanan. Padahal dalam kenyataannya, orang Amerika tidak bermaksud demikian.
Hal yang seperti itu, dinamakan Etnosentrisme. Etnosentrisme menurut Sumner, ialah “ memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri sebagai pusat segala sesuatu itu, dan hal-hal lainnya diukur dan dinilai berdasarkan rujukan kelompoknya “ ( dalam Gudykunst dan Kim, 1985 : 5 ). Pandangan-pandangan etnosentrik itu antara lain berbentuk stereotip, yakni suatu generalisasi atas sekelompok orang, obyek, atau peristiwa yang secara luas dianut suatu budaya. Itulah yang juga terjadi di Indonesia. Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, sehingga menimbulkan permasalahan kegiatan komunikasi satu sama lain. Jangankan dengan yang berbeda etnis, bahkan yang satu etnis pun terkadang terjadi miss-understanding.
Sangat disayangkan, proses Komunikasi yang memiliki pesan yang akan disampaikan, ternyata menimbulkan effect yang berbeda. Sehingga terjadilah komunikasi yang tidak efektif.
Perbedaan Kode Komunikasi
Apabila kita bepergian ke Negara yang berbeda, maka kita akan menemukan bahasa yang berbeda pula di tiap negaranya. Disini kita akan mengalami sebuah kesulitan dalam berkomunikasi, karena komunikasi yang mereka lakukan dijalankan dengan media bahasa yang bukan merupakan bahasa yang biasa kita gunakan sehari-hari. Sedangkan bahasa adalah salah satu elemen terpenting dalam sebuah komunikasi. Mungkin kita akan berusaha memahami maksud dari orang yang berbicara dengan kita itu melalui gerak gerik yang dilakukannya, namun cara seperi ini tidak selalu berhasil. Karena hal tersebut akan tetap mengurangi makna dari maksud pembicaraan tersebut.
Stereotip dan Prasangka
Stereotip adalah menempatkan seseorang atau kelompok dari orang-orang menuju ketidakfleksibelan, semua kategori yang tidak menunjukkan arah. Streotip akan menjadi hamabatan dalam melakukan komunikasi antar pribadi secara efektif apabila kita gagal menyadari keunikan dari individu, kelompok, dan peristiwa.2 antropologis menganjurkan bahwa setiap orang, dari beberapa respek, 1. seperti semua orang, 2. seperti sebagian orang, 3. tidak seperti siapapun. Tantangan ketika bertemu orang lain adalah untuk menyerupai bagaimana penampilan dan keunikan orang mereka.
Suatu penilaian dan opini tentang orang lain sebelum mengetahui bagaimana latar belakang dan kenyataan sebenarnya tentang orang itu. Menghalangi komunikasi yang efektif, khususnya apabila jati diri kita tidak akurat atau mengasumsikan superioritas pada bagian kita.
Assuming Similarity
Menjadi sesuatu yang tidak akurat berasums bahwa semua orang yang termasuk kedalam kelompok atau kelas sosial lain sangat bertolak belakang dengan kehidupan kita, hal ini biasanya sangat ironis untuk berasumsi bahwa orang lain berperilaku dan berpikir sama seperti kita.
Solusi
· Efektivitas Komunikasi Antar - Budaya
Seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh mana para partisipan memberikan makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Itulah yang dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif,sering disebut pula dengan efektivitas komunikasi antar budaya. Berikut ini ditunjukkan beberapa konsep yang berkaitan dengan efektivitas komunikasi (antarbudaya). Charley H. Dodd(1991, hlm 272) menjelaskan beberapa aspek yang patut dikaitkan dengan efektivitas komunikasi antarbudaya, yaitu
1. Aksioma (prinsip) komunikasi antarbudaya yang efektif: (1) komunikasi antarbudaya yang efektif sangat didambakan,(2) komunikasi antarbudaya yang efektif berkaitan dengan iklim komunikasi yang positif, dan (3) variabel komunikasi antarbudaya yang efektif harus dapat diidentifikasikasi.
2. Variabel kognitif dan personal yang dipakai untuk menerangkan komunikasi antarbudaya yang efektif terinci atas: (1) variabel yang berorientasi pada perilaku kerja antarbudaya,(2) perilaku yang berorientasi pada diri sendiri,(3) etnosentrisme,(4) toleransi terhadap situasi yang ambigu, (5) empati,(6) keterbukaan,(7) kompleksitias kognitif,(8) menyenangkan hubungan antarpribadi,(9) control personal,(10) kemampuan inovatif,(11) harga diri, dan (12) daya serap informasi.
· Faktor efektivitas Komunikasi Antar – Budaya
Menurut Billie J. Watstroom (1992, hlm 133), efektivitas komunikasi antarpersonal ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu(1) menghormati pribadi orang lain,(2) mendengarkan dengan senang hati,(3) mendengarkan tanpa menilai,(4) keterbukaan terhadap perubahan dan keragaman,(5) empati,(6) bersikap tegas, dan (7) kompetensi komunikasi.
Berdasarkan beberapa konsep komunikasi antarbudaya yang efektif di atas maka saya merumuskan suatu penjelasan efektivitas komunikasi antarbudaya dapat meliputi beberapa aspek, yakni:
1) Komunikasi yang efektif harus memperhatikan beberapa syarat, yaitu(1) jenis ketrampilan komunikasi macam manakah yang paling banyak dibutuhkan,(2) jenis ketrampilan berkomunikasi macam manakah yang dirasakan paling sulit?, (3) jika ada kesulitan maka dimanakah seseorang dapat memperoleh bantuan?, dan (4) kapankah jadwal yang tepat untuk memperbaharui ketrampilan berkomunikasi?
2) Kebanyakan komunikasi antarbudaya (yang merupakan komunikasi antarpribadi/ antarbudaya) bersifat oral/lisan. Karena itu. Aktivitas komunikasi seperti itu harus dapat menjawab beberapa pertanyaan mendasar: (1) what do you want to say, (2) how do you want to say,(3) to whom you want to say it, (4) to whom are you talking dan (5) meta-messages
3) Efektivitas komunikasi antarpersonal ditentukan oleh cara (1) menghormati pribadi orang lain,(2) mendengarkan dengan senang hati, (3) mendengarkan tanpa menilai, (4) keterbukaan terhadap perubahan dan keragaman, (5) empati, (6) bersikap tegas, dan (7) kompetensi komunikasi.
Mengutamakan Dialog
Menurut Charles N. Snare, konflik komunikasi antar budaya dapat diselesaikan melalui dialog yang baik, antara lain dengan identifikasi perspektif budaya. Memang muncul ketakutan terhadap terjadinya komunikasi lintas budaya. Jika kita melakukan semuanya dengan serba salah. Banyak orang mengasumsikan hal yang sama dan takut kalau lintas budaya menibulkan konflik sehingga dapat menghambat komunikasi yang efektif. Seseorang mungin takut sekali bahwa orang lain tidak mengakui dia, tidak memperhatikan dia, ini karena adanya kesadaran yang berbeda. Dapat diingat bahwa tidak semua kebudayaan senang dengan komunikasi langsung, karena itu mungkin sekali pihak ketiga yang menyumbang konflik itu. Dia mengatakan bahwa hanya dengan bantuan komunikasi kita dapat menyelesaikan berbagai konflik. Disini konflik harus dipandang sebagai unsur alamiah dari komunikasi yang mengalami hambatan, knflik hadir sebagai katalisator untuk memperbesar pengertian dan kerja sama antar manusia.
Mutual Understanding
William Powers dan David Lowrey menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah dasar dari komunikasi yang jitu, yaitu komunikasi yang sejalan dengan kognisi(apa yang dipikirkan) dari dua atau tiga individu yang berkomunikasi. Harry Triandis (1997) menegaskan bahwa efektivitas komunikasi itu meliputi isomorphic attributions, yaitu bagaimana ‘menggambarkan’ (description) sesuatu menjadi sama (Powers dan Lowrey, 1984, hlm 84)
Everet Rogers dan Lawrence Kincaid juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya yang efektif terjadi jika muncul mutual understanding atau komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksudkan dengan saling memahami adalah keadaan dimana seseorang dapat memperkirakan bagaimana orang lain memberi makna atas pesan yang dikirim dan menyandi baik pesan yang diterima. Satu hal yang patut diingat bahwa pemahaman timbale balik itu tidak sama dengan pernyataan setuju, tapi hanya menyatakan dua pihak sama-sama mengerti makna dari pesan yang dipertukarkan itu (Rogers dan Kincaid, 1981).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H