Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok manusia, maka muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Samovar (1981) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.
Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses Komunikasi Antar-Budaya unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing saling membutuhkan dan berkaitan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu persatu. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah:
1) Sistem keyakinan, nilai dan sikap.
2) Pandangan hidup tentang dunia.
3) Organisasi sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan mlihat suatu obbjek atau peristiwa sosial yanng sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.
Studi Kasus
Pada suatu hari saudara saya (orang jawa) berselisih dengan seorang supir angkot yang berasal dari daerah tapanuli (batak)…. masalahnya mungkin sudah diduga yaitu, senggol menyenggol kendaraan di tengah kemacetan. Karena tidak ada polisi dan kedua belah pihak tetap pada pendiriannya, mereka sepakat menuju kantor polisi terdekat. Karena si supir berbicara meledak-ledak, maka ditegurlah sang supir oleh pak polisi agar berbicara lebih santun dan tenang.
Namanya pak supir yang sedang naik pitam … sekonyong-konyong ia berbicara : “Saya orang Batak …. saya tidak bisa bicara halus seperti dia (sambil menunjuk ke arah saudara saya). Kami orang batak kalau bicara lantang dan terus terang tetapi jujur, tidak seperti orang Jawa bicara tidak jujur, berputar-putar dan berbelit-belit”. Untuk orang batak yang baik adalah bicara langsung, terbuka dan terus terang karena disitu nilai kejujuran dan keterbukaan dijunjung. Namun bagi orang jawa, hal itu tidak sopan, kalau berbicara sebaiknya harus santun.
Kebaikan buat saudara saya (sopan santun, bicara halus dengan tutur kata yang baik) dianggap keburukan bagi si supir karena dianggap berputar-putar, berbelit-belit dan tidak jujur. Begitu juga sebaliknya. Ini adalah penggambaran yang sangat jelas bagaimana budaya jawa dan budaya batak berpengaruh pada proses komunikasi mereka. Dengan 2 budaya yang berbeda disertai juga dengan karakteristik yang berbeda, hal ini akan jelas berpengaruh pada cara mereka berkomunikasi.
Hambatan
Etnosentrisme
Disatu studi kasus, Orang Indonesia merasa sakit hati dengan perlakuan American yang memberi buku dengan Tagnan kiri, sebab orang Indonesia sudah menanamkan suatu pijakan tata krama, bahwasanya memberi dengan tangan kiri, merupakan bentuk ketidaksopanan. Padahal dalam kenyataannya, orang Amerika tidak bermaksud demikian.
Hal yang seperti itu, dinamakan Etnosentrisme. Etnosentrisme menurut Sumner, ialah “ memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri sebagai pusat segala sesuatu itu, dan hal-hal lainnya diukur dan dinilai berdasarkan rujukan kelompoknya “ ( dalam Gudykunst dan Kim, 1985 : 5 ). Pandangan-pandangan etnosentrik itu antara lain berbentuk stereotip, yakni suatu generalisasi atas sekelompok orang, obyek, atau peristiwa yang secara luas dianut suatu budaya. Itulah yang juga terjadi di Indonesia. Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, sehingga menimbulkan permasalahan kegiatan komunikasi satu sama lain. Jangankan dengan yang berbeda etnis, bahkan yang satu etnis pun terkadang terjadi miss-understanding.
Sangat disayangkan, proses Komunikasi yang memiliki pesan yang akan disampaikan, ternyata menimbulkan effect yang berbeda. Sehingga terjadilah komunikasi yang tidak efektif.
Perbedaan Kode Komunikasi
Apabila kita bepergian ke Negara yang berbeda, maka kita akan menemukan bahasa yang berbeda pula di tiap negaranya. Disini kita akan mengalami sebuah kesulitan dalam berkomunikasi, karena komunikasi yang mereka lakukan dijalankan dengan media bahasa yang bukan merupakan bahasa yang biasa kita gunakan sehari-hari. Sedangkan bahasa adalah salah satu elemen terpenting dalam sebuah komunikasi. Mungkin kita akan berusaha memahami maksud dari orang yang berbicara dengan kita itu melalui gerak gerik yang dilakukannya, namun cara seperi ini tidak selalu berhasil. Karena hal tersebut akan tetap mengurangi makna dari maksud pembicaraan tersebut.
Stereotip dan Prasangka
Stereotip adalah menempatkan seseorang atau kelompok dari orang-orang menuju ketidakfleksibelan, semua kategori yang tidak menunjukkan arah. Streotip akan menjadi hamabatan dalam melakukan komunikasi antar pribadi secara efektif apabila kita gagal menyadari keunikan dari individu, kelompok, dan peristiwa.2 antropologis menganjurkan bahwa setiap orang, dari beberapa respek, 1. seperti semua orang, 2. seperti sebagian orang, 3. tidak seperti siapapun. Tantangan ketika bertemu orang lain adalah untuk menyerupai bagaimana penampilan dan keunikan orang mereka.
Suatu penilaian dan opini tentang orang lain sebelum mengetahui bagaimana latar belakang dan kenyataan sebenarnya tentang orang itu. Menghalangi komunikasi yang efektif, khususnya apabila jati diri kita tidak akurat atau mengasumsikan superioritas pada bagian kita.
Assuming Similarity
Menjadi sesuatu yang tidak akurat berasums bahwa semua orang yang termasuk kedalam kelompok atau kelas sosial lain sangat bertolak belakang dengan kehidupan kita, hal ini biasanya sangat ironis untuk berasumsi bahwa orang lain berperilaku dan berpikir sama seperti kita.