"Buka surah Al-Waqiah."
"Eh? Kita nggak nunggu yang lain dulu?" Gue celingak-celinguk sambil nahan salting. Dalam hati berdoa agar teman satu kelompok gue segera datang.
Rijal yang tadinya udah buka mushaf tiba-tiba nutup lagi mushafnya. Dia noleh sambil bilang, "Aku udah dengar tentang kamu kemarin. Sementara, kamu bimbingan sendiri dulu."
Sendiri hidung bapak lo! Belum apa-apa gue udah grogi sendiri. Tapi gue nggak bisa ngapa-ngapain, apalagi pas dia ngulang perintah, "Buka surah Al-Waqi'ah."
Buset, deh, gue ngaku kalo dia jago banget dalam hal mengintimidasi orang lain. Suaranya berat, berwibawa, dan auranya bikin siapa pun nggak bisa nolak. Gue langsung nurut. Buka mushaf, lalu cari surah yang dimaksud.
"Dengar lalu ikuti," titahnya lagi begitu gue berhasil nemuin surah Al-Waqi'ah. Gue ngangguk, lalu berusaha fokus pada mushaf di pangkuan gue. Dia pun langsung membacakan, dan aku refleks natap wajah dia begitu mendengar suaranya. Dari ta'awuz aja, gue udah berdebar apalagi setelahnya. Ini aneh. Telinga yang mendengar, hati yang berantakan.
Gue nahan senyum pas berusaha ngikutin bacaan dia, apalagi pas tahu dia nggak ada tanda-tanda bakal ngetawain gue kayak yang lain. Gue seneng karena gue ngerasa udah nemuin pembimbing yang pas. Tapi ... perasaan berdebar ini ... apakah tidak akan membengkokkan niat awalku yang murni hanya ingin belajar?
SELESAI
Kalakkang, 31 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H