"Namaku Albiru!" Albiru berteriak.
"Bagiku kamu bajingan!" Aya membalas sebelum akhirnya pergi entah ke mana.
Albiru terpaku di tempatnya. Untuk beberapa saat dia hanya diam. Tangannya bergerak meraba dada. Ini aneh. Kakinya yang diinjak, tapi kenapa hatinya yang cenat-cenut? Albiru memandangi arah kepergian Aya dengan perasaan campur aduk. Ini pertama kalinya ada seseorang yang memanggilnya bajingan tapi hatinya sama sekali tak tergerak untuk membunuh pelakunya atau setidaknya membuat orang itu merasakan pukulannya. Dia justru merasa ... gemas?
"Gemas? Itu gila." Albiru mengacak rambutnya.
"Ada yang salah. Aku harus memastikannya," gumamnya pada diri sendiri.
Albiru menghampiri rekan-rekannya di markas mereka yang ada di area piggiran kota, tepatnya di gedung terbengkalai yang ada di sana. Begitu melewati pintu masuk, dia langsung berkata, "Panggil aku bajingan."
Semua orang yang ada di sana jadi terkejut. Yang mengasah senjata berhenti mengasah, yang merokok mematikan rokoknya, yang makan hampir saja tersedak. Violet yang merupakan satu-satunya perempuan di gedung itu bahkan salah mengoleskan pewarna bibir sampai ke pipi saking terkejutnya.
Itu tadi Albiru, loh. Personil paling diam, paling sadis, paling kaku, tapi entah kenapa tiba-tiba meminta hal konyol. Semuanya diam, sampai seseorang memberanikan diri mengatakan apa yang Albiru pinta.
"Kau bajingan, Biru."
Begitu mendengarnya, Albiru merasa tersulut. Senyum sadis lantas menghiasi wajahnya. Sebuah pukulan diterima oleh orang itu di area perut. Begitu selesai dengan orang itu, Albiru meminta yang lain melakukannya sampai semua orang di gedung itu telah memanggilnya bajingan. Anehnya, Albiru tidak merasakan apa yang dia rasakan saat Aya yang mengatakannya.
'Kenapa gadis itu berbeda?' pikirnya.