INTERGENERATIONAL CYCLES OF VIOLENCE: RISK FACTORS OF CHILD ABUSE VICTIMS WHO TURNED VIOLENT OFFENDERS GROWING UP
Ade Lily Reakid Arin Uktubara, Vendy Ichwan Hendariyanto, Haressa Lintang Riskika, Achmad Chusairi
Journal of Correctional Issues, Volume 7, No. 1, 2024
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan memahami dampak dari pengalaman kekerasan pada masa kecil terhadap perilaku kekerasan di masa dewasa, khususnya pada individu yang akhirnya menjadi pelaku kejahatan kekerasan. Dengan tujuan ini, penelitian menyoroti beberapa aspek penting, yaitu:
1. Identifikasi Faktor Risiko : Menelusuri faktor risiko yang dimiliki oleh individu yang menjadi korban kekerasan di masa kecil yang akhirnya berkembang menjadi pelaku kekerasan. Faktor risiko ini mencakup pengaruh lingkungan keluarga, penggunaan narkoba, pengasuhan yang penuh kekerasan, dan dukungan sosial yang tidak memadai.
2. Pemahaman Intergenerational Transmission of Violence: Mengkaji mekanisme bagaimana kekerasan dapat ditransmisikan antar generasi, yang berarti bagaimana pola kekerasan dalam keluarga dapat "diturunkan" kepada generasi berikutnya. Penelitian ini ingin melihat apakah pengalaman kekerasan pada masa kanak-kanak menormalisasi kekerasan dalam pandangan individu dan bagaimana hal ini terbawa hingga dewasa.
3. Pencegahan Siklus Kekerasan: Dengan menganalisis perjalanan hidup individu yang mengalami kekerasan sejak kecil hingga menjadi pelaku, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang pola dan faktor yang memungkinkan transisi dari korban menjadi pelaku. Tujuan akhirnya adalah untuk membantu merumuskan strategi pencegahan yang lebih efektif dalam upaya menghentikan siklus kekerasan antar generasi ini.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Penelitian ini mengajukan beberapa rumusan masalah utama untuk mencapai tujuan yang telah dijelaskan, yaitu:
1. Apa faktor risiko utama yang berkontribusi pada perilaku kekerasan pada individu yang pernah menjadi korban kekerasan anak?
Penelitian ingin mengidentifikasi elemen-elemen khusus yang menjadi faktor risiko pada korban kekerasan anak yang kemudian mengarah pada perilaku kekerasan saat dewasa, misalnya pengaruh lingkungan yang keras, penggunaan zat terlarang, serta pengasuhan yang disfungsional.
2. Bagaimana pengalaman kekerasan pada masa kecil memengaruhi perkembangan kepribadian dan perilaku di masa dewasa?
Rumusan masalah ini mencoba menggali hubungan sebab-akibat antara pengalaman kekerasan dan bagaimana hal tersebut membentuk kepribadian, pengaturan emosi, serta kecenderungan untuk melakukan tindakan kekerasan pada masa dewasa.
3. Apa saja mekanisme yang memperkuat dan mempertahankan siklus kekerasan antar generasi dalam lingkungan keluarga?
Penelitian berusaha mengidentifikasi mekanisme apa saja yang membuat siklus kekerasan bertahan dari satu generasi ke generasi berikutnya, misalnya melalui pengaruh pola asuh, sosialiasi kekerasan sebagai hal yang "biasa," atau kurangnya dukungan rehabilitatif dan preventif dalam masyarakat.
4. Bagaimana cara mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor risiko tersebut guna memutus siklus kekerasan?
Rumusan masalah ini berfokus pada upaya identifikasi dan pendekatan-pendekatan yang efektif untuk menangani faktor-faktor risiko tersebut, serta strategi apa yang dapat diimplementasikan dalam intervensi pencegahan agar siklus kekerasan tidak berlanjut.
C. Metode Penelitian yang Digunakan:Â Metode kualitatif dengan pendekatan naratif, menggunakan wawancara semi-terstruktur dan analisis tematik.
D. Hasil/Kesimpulan Penelitian:Â Hasil dan kesimpulan dari jurnal tersebut menunjukkan bahwa kekerasan yang dialami individu pada masa kecil berperan besar dalam membentuk perilaku kekerasan di masa dewasa. Berikut adalah poin-poin penting dari kesimpulan penelitian:
1. Normalisasi Kekerasan dalam Keluarga: Para informan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mereka memandang kekerasan sebagai sesuatu yang normal, terutama karena hal tersebut merupakan bagian dari pola asuh yang mereka terima sejak kecil. Mereka menganggap kekerasan sebagai cara mendisiplinkan yang wajar, sehingga perilaku ini kemudian diinternalisasi dan diterapkan dalam kehidupan dewasa.
2. Peran Pengasuhan yang Agresif: Penelitian menemukan bahwa siklus kekerasan antar generasi dipicu oleh pola asuh orang tua yang agresif. Orang tua dari informan adalah individu yang menunjukkan perilaku kekerasan, yang dianggap normal oleh anak-anak mereka. Siklus ini berlanjut ketika anak-anak korban kekerasan tumbuh menjadi dewasa yang juga melakukan kekerasan.
3. Pengaruh Lingkungan dan Teman Sebaya: Selain pengaruh keluarga, lingkungan sosial dan pertemanan yang penuh dengan pengaruh negatif, seperti penggunaan narkoba dan alkohol, turut berkontribusi pada peningkatan perilaku kekerasan. Informan yang berinteraksi dengan kelompok teman yang berperilaku menyimpang cenderung terlibat dalam tindakan kriminal.
4. Penggunaan Zat Terlarang sebagai Pemicu Kekerasan: Penelitian ini juga menemukan bahwa penggunaan zat terlarang, termasuk narkoba dan alkohol, menjadi pemicu perilaku agresif. Sebagian besar tindakan kekerasan yang dilakukan oleh informan terjadi saat mereka berada di bawah pengaruh zat-zat ini.
5. Rendahnya Pengawasan dan Dukungan dari Keluarga: Faktor risiko lain yang ditemukan adalah rendahnya pengawasan dan perhatian dari orang tua terhadap aktivitas anak. Kurangnya dukungan ini memungkinkan anak-anak memasuki lingkungan yang tidak sehat dan semakin meningkatkan risiko perilaku kriminal.
6. Pendidikan Rendah sebagai Faktor Risiko Tambahan: Rendahnya tingkat pendidikan juga mempengaruhi keterbukaan terhadap pengaruh lingkungan yang buruk, terutama ketika informan tidak lagi bersekolah dan menghabiskan lebih banyak waktu di lingkungan yang rentan.
Kesimpulan Umum
Penelitian ini menyimpulkan bahwa beberapa faktor risiko seperti kekerasan dalam keluarga, lingkungan yang tidak sehat, penggunaan zat terlarang, dan kurangnya pendidikan saling terkait dalam mempengaruhi individu untuk menjadi pelaku kekerasan. Faktor-faktor ini menciptakan pola kekerasan antar generasi yang sulit diputus tanpa intervensi yang tepat. Penelitian ini merekomendasikan perlunya pendekatan yang komprehensif untuk pencegahan, termasuk pendidikan keluarga, intervensi psikososial, dan pengawasan yang lebih baik untuk memutus siklus kekerasan antar generasi.
Â
ANALISIS KEBERFUNGSIAN INTELIJEN PEMASYARAKATAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN PEREDARAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA MATARAM
Ihlas Asror, Lauditta Indahdewi, Meitisa Vanya Simajuntak Â
Journal of Correctional Studies, Volume 01, No. 02, Tahun 2024 Â
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki dua tujuan utama:
1. Menganalisis peran dan fungsi Intelijen Pemasyarakatan dalam mencegah peredaran narkotika di Lapas Kelas IIA Mataram. Hal ini mencakup bagaimana unit intelijen melaksanakan tugas-tugas pencegahan melalui pengumpulan informasi, pengawasan, dan deteksi dini terhadap aktivitas yang berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban di lapas.
2. Mengidentifikasi kendala yang dihadapi oleh Intelijen Pemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam upaya pencegahan peredaran narkotika. Kendala ini bisa berupa keterbatasan sumber daya, infrastruktur, dan dukungan sistem dari pihak internal dan eksternal yang mempengaruhi efektivitas intelijen.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan berdasarkan permasalahan utama yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram, yaitu tingginya peredaran narkotika yang masih terjadi di dalam Lapas. Penelitian ini berfokus pada dua aspek penting:
1. Bagaimana keberfungsian Intelijen Pemasyarakatan dalam upaya pencegahan peredaran narkotika di Lapas Kelas IIA Mataram?
Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran dan efektivitas Unit Intelijen Pemasyarakatan dalam melakukan pencegahan terhadap aktivitas peredaran narkotika di dalam Lapas. Analisis dilakukan terhadap metode pengumpulan informasi, mekanisme pengamanan, serta upaya deteksi dini dan penggalangan intelijen yang diterapkan.
2. Apa kendala yang dihadapi oleh Intelijen Pemasyarakatan dalam melaksanakan pencegahan peredaran narkotika di Lapas Kelas IIA Mataram? Â
Pertanyaan ini berupaya mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mempengaruhi efektivitas Intelijen Pemasyarakatan, termasuk faktor-faktor seperti keterbatasan sumber daya manusia, kekurangan sarana prasarana, dan koordinasi yang terbatas dengan instansi luar, yang semuanya memengaruhi kemampuan intelijen dalam mendeteksi dan mengatasi peredaran narkotika.
C. Metode Penelitian yang DigunakanÂ
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi pustaka. Informasi dikumpulkan dari pegawai Lapas sebagai informan utama, dengan analisis dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Â
D. Hasil/Kesimpulan Penelitian
Hasil dan kesimpulan penelitian dalam jurnal ini menunjukkan beberapa poin utama:
1. Keberfungsian Intelijen Pemasyarakatan:
Unit Intelijen Pemasyarakatan di Lapas Kelas IIA Mataram berperan penting dalam mencegah peredaran narkotika melalui upaya penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Penyebaran informasi intelijen dilakukan secara sistematis untuk mendeteksi potensi ancaman, mengawasi aktivitas warga binaan, dan melakukan tindakan preventif terhadap upaya penyelundupan narkotika. Unit Intelijen berhasil berfungsi sebagai mata dan telinga pimpinan Lapas dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di dalam Lapas.
2. Kendala dalam Pelaksanaan Tugas
Beberapa kendala dihadapi oleh Unit Intelijen Pemasyarakatan, antara lain:
- Tidak adanya jaminan keselamatan yang memadai bagi petugas intelijen, terutama yang bekerja di lapangan dengan potensi risiko keamanan tinggi.
- Minimnya pelatihan dan pengembangan kompetensi bagi petugas intelijen, yang menghambat efektivitas dalam melaksanakan tugas-tugas khusus.
- Terbatasnya sarana dan prasarana, seperti alat deteksi narkotika yang memadai, yang mengakibatkan tantangan besar dalam mengidentifikasi penyelundupan yang terselubung.
- Keterbatasan koordinasi dengan pihak luar, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) atau kepolisian, yang hanya terjadi pada kasus-kasus besar.
3. Rekomendasi: Â
  Peneliti merekomendasikan perlunya:
- Peningkatan keamanan dan perlindungan bagi petugas intelijen.
- Peningkatan pelatihan dan penambahan SDM di Unit Intelijen.
- Penyediaan sarana prasarana yang lebih memadai.
- Memperkuat kerja sama dengan stakeholder eksternal untuk efektivitas pencegahan peredaran narkotika.
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa peran Unit Intelijen Pemasyarakatan sangat vital, namun membutuhkan peningkatan dalam berbagai aspek untuk mengoptimalkan pencegahan peredaran narkotika di Lapas.
IMPLEMENTASI PEMBINAAN KEMANDIRIAN SENI LUKIS KERUDUNG DI LAPAS PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANGÂ
Rachmayanthy, Arum Shinta Deviana, Nita Monitaria Â
Jurnal Pengabdian Masyarakat Poltekip, Vol. 2, No. 1, Juni 2024 Â
A. Tujuan Penelitian
Tujuan jurnal ini adalah untuk mengeksplorasi dan menjelaskan proses serta dampak dari program pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang, khususnya dalam bidang seni lukis kerudung. Melalui program ini, narapidana perempuan diberi pelatihan melukis kerudung sebagai bentuk keterampilan yang dapat mereka gunakan untuk memperoleh penghasilan setelah masa pidana mereka selesai.
Lebih spesifik, jurnal ini bertujuan untuk:
1. Menguraikan Proses Pembinaan: Menjelaskan langkah-langkah yang terlibat dalam pelatihan melukis kerudung, mulai dari perencanaan produksi hingga penyelesaian dan pemeriksaan kualitas produk.
2. Menilai Efektivitas Program Kemandirian: Mengkaji sejauh mana program ini berjalan efektif dan memberikan dampak positif dalam menyiapkan narapidana perempuan untuk kembali ke masyarakat dengan keterampilan khusus.
3. Mengidentifikasi Tantangan dan Peluang Ekonomi: Menganalisis kendala dalam pemasaran produk hasil karya warga binaan serta peluang ekonomi yang dihasilkan dari penjualan produk tersebut di masyarakat luas.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian dalam jurnal ini berfokus pada bagaimana program pembinaan kemandirian dalam seni lukis kerudung dapat diimplementasikan secara efektif untuk membantu narapidana perempuan di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang. Penelitian ini mengidentifikasi masalah utama terkait dengan pelaksanaan, efektivitas, dan dampak dari program tersebut terhadap keterampilan dan kemandirian warga binaan.
Secara lebih rinci, rumusan masalah yang diangkat meliputi:
1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Program Kemandirian Seni Lukis Kerudung di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang?
Penelitian ini mencari tahu langkah-langkah yang diterapkan dalam pelaksanaan program tersebut, mulai dari perencanaan, penyediaan bahan, proses pelatihan, hingga evaluasi kualitas produk.
2. Seberapa Efektif Program Ini dalam Meningkatkan Kemandirian Warga Binaan?
Penelitian ini mempertanyakan efektivitas program dalam membantu warga binaan memperoleh keterampilan yang dapat dijadikan modal untuk kehidupan setelah masa pidana selesai, serta bagaimana keterampilan ini meningkatkan rasa percaya diri mereka.
3.Apa Saja Tantangan yang Dihadapi dalam Proses Produksi dan Pemasaran Hasil Lukis Kerudung?
Penelitian ini juga meneliti kendala yang muncul dalam proses pembinaan, khususnya dalam hal produksi dan pemasaran hasil kerajinan kerudung lukis, dan bagaimana solusi dapat diterapkan untuk mengatasi kendala tersebut agar produk dapat diterima di pasar.
C. Metode Penelitian yang Digunakan: Metode campuran (mix method) yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan observasi langsung terhadap proses pelatihan melukis kerudung.Â
Â
D. Hasil/Kesimpulan Penelitian
Kesimpulan jurnal ini menyatakan bahwa program pembinaan kemandirian melalui seni lukis kerudung di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang berhasil diimplementasikan secara baik dan efektif. Program ini memberikan dampak positif terhadap narapidana perempuan, terutama dalam mempersiapkan mereka dengan keterampilan khusus yang berguna setelah mereka bebas.
Beberapa poin utama dari kesimpulan ini antara lain:
1. Keberhasilan Pelaksanaan Program: Program pembinaan ini berjalan lancar, dengan tahapan pelatihan yang direncanakan secara matang, mulai dari perencanaan anggaran dan kebutuhan hingga pelaksanaan yang terstruktur. Program ini dapat membantu narapidana memperoleh keterampilan yang spesifik dan praktis.
2. Manfaat bagi Warga Binaan: Melalui keterampilan melukis kerudung, warga binaan dibekali dengan kemampuan yang berpotensi menghasilkan pendapatan setelah masa pidana mereka berakhir. Keterampilan ini juga membantu meningkatkan kepercayaan diri mereka serta mendorong mereka untuk produktif selama berada di Lapas.
3. Potensi Ekonomi: Hasil kerajinan berupa kerudung lukis yang dibuat oleh warga binaan memiliki nilai jual dan berpotensi dipasarkan ke masyarakat umum. Hal ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi warga binaan tetapi juga mendukung Lapas dalam menciptakan peluang sumber pendapatan non-pemerintah (PNBP).
4. Dukungan terhadap Reintegrasi Sosial: Dengan keterampilan yang diperoleh, narapidana perempuan diharapkan dapat lebih siap beradaptasi dan menjalani hidup mandiri setelah kembali ke masyarakat, sehingga memperkecil risiko pengulangan tindak pidana.
Secara keseluruhan, kesimpulan jurnal ini menegaskan bahwa program kemandirian melukis kerudung tidak hanya efektif sebagai pelatihan keterampilan tetapi juga sebagai upaya pembinaan yang holistik, menyiapkan narapidana untuk kehidupan pasca-pembebasan dan reintegrasi yang lebih baik ke dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H