Liya langsng memegang hidungnya. Ia terlihat kesal.
Langkah demi langkah mereka lalui dengan keringat malam yang mulai membasahi baju mereka, lampu cahaya yang mereka lihat semakin dekat, mereka pun bertambah semangat mendorong motornya.
"Ayo Liya, dikit lagiii," Seru Tissa
Liya terus mendorong.
 dan alangkah terkejutnya Tissa dan Liya setelah sampai tepat di depan tempat itu ternyata tempat itu bukan penjual bensin eceran melainkan tempat jual Pentol kuah.
"Apaaaa, kembalikan tenagaku ya tuhannnn," Liya berteriak.
"Alhamdulillah, gak makan nasi goreng, pentol pun jadi." Seru Tissa.
"Tissa kamu itu jahat...." Liya duduk ditepi jalan. Terlihat sebuah tempat berukuran kecil dengan gerobak diatasnya terdapat lemari kecil yang dibungkus plastic yang isinya terdapat macam pentol. Disekitarnya terdapat 3 buah kursi plastic untuk tempat duduk pembeli.
"Kita makan pentol dulu, nanti kita pikiran gimana caranya dapetin bensin, ya, gua teraktir," Tissa tersenyum manis.
"Ter Se Rah...," kata Liya dengan muka datar mengeja satu persatu kata itu. Mereka pun duduk dikursi plastic yang telah disediakan untuk pembeli. Tissa pun memesan Pentol dua buah porsi harga 5.000 rupiah
Terlihat penjual pentol itu seorang bapak tua sedikit beruban dan punya kumis yang tebal. Ia menggunakan baju berwarna hitam lengan pendek dan celana berwarna abu-abu lalu kain sarung melingkar bersilang dibadannya , sekilas tidak yang aneh yang terlihat, namun yang mengganjal adalah Bapak itu menggunakan kalung logam berwarna putih dengan lambang setan bertanduk berwarna merah terang mengkilau. Bulu kuduk Liya seketika berdiri, Liya berpikir, bagaimana bisa ada penjual pentol yang masih berjualan ditengah malam buta seperti ini. namun karena ia melihat Tissa sangat kelaparan ia menepis pikiran negatifnya.