Mohon tunggu...
Andalusita Wardani
Andalusita Wardani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menyukai musik dan buku novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan Sosiologi Hukum dalam Studi Hukum Ekonomi Syariah

11 Desember 2023   09:13 Diperbarui: 11 Desember 2023   09:17 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Andalusita Farida Kusuma Wardani

NIM: 212111055

Kelas: Hukum Ekonomi Syariah 5B

1. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum itu ada empat yaitu, kaidah hukum; penegak hukum; sarana atau fasilitas; dan warga masyarakat. Pemaparan lebih jelasnya sebagai berikut.

a. Kaidah Hukum

Kaidah Hukum, di sini arti dari kaidah merupakan patokan atau ukuran sebagai pedoman bagi manusia dalam bertindak jadi kaidah hukum merupakan segala peraturan yang ada yang telah dibuat secara resmi oleh pemegang kukuasaan yang sifatnya mengikat setiap orang pemberlakuaannya merupakan paksaan yang harus ditaati dan apabila telah terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi tertentu. Menurut sifatnya kaidah hukum dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

Kalau dikaji secara mendalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur di atas, sebab:

(1) bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati;

(2) kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa;

(3) apabila hanya berlaku secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius constituendum)

b. Kaidah Penegak Hukum

Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, mencakup petugas dari urutan strata atas, menengah dan strata bawah. Yang artinya bahwa di dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum para petugas harus memiliki suatu kajian yang dijadikan sebagai pedoman di antaranya adalah peraturan tertulis yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya.

c. Sarana atau Fasilitas

Pengertian dari sarana merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat yang mencapai maksud atau tujuan. Sarana secara fisik berfungsi untuk faktor pendukung, dalam hal ini bagaimana petugas dapat membuat acara berita mengenai suatu tindak kejahatan, bagaimana polisi dapat bekerja dengan proporsional, padahal padahal sarananya belum begitu lengkap.

Zainuddin Ali menyebutkan juga, ketika hendak menerapkan suatu peraturan secara resmi ataupun memberikan tugas kepada petugas, dipikirkan mengenai fasilitas-fasilitas yang berpatokan kepada:

a. Apa yang sudah ada dipelihara terus agar setiap saat berfungsi.

b. Apa yang belum ada, yang perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka waktu pengadaanya,

c. Apa yang kurang, perlu dilengkapi.

d. Apa yang telah dirusak, diperbaiki atau diganti.

e. Apa yang macet, dilancarkan.

f. Apa yang mundur, ditingkatkan.

Yang dimaksudkan adalah sarana yang sudah tidak berfungsi lagi diharapkan segera diganti dengan yang baru agar tidak terjadi suatu hambatan dalam penerapan hukum dimasyarakat.

d. Warga Masyarakat

Faktor terakhir yang mengektivitaskan suatu peraturan adalah warga masyarakat yang dimaksudkan disini adalah kesadarannya untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang kerap disebut sebagai derajat kepatuhan, dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan masyaraka terhadap hukum merupakan suatu indikator yang berfungsi untuk hukum yang diterapkan tersebut.

Apabila derajat kepatuhan terhadap peraturan rambu-rambu lalu lintas adalah tinggi maka peraturan lalu lintas dimaksud pasti akan berfungsi yaitu mengatur waktu penyebrangan pada persimpangan jalan. Oleh karena itu bila rambu-rambu lalu lintas warna kuning menyala para pengemudi diharapkan memperlambat laju kendaraannya. Namun bila terjadi sebaliknya kendaraan yang dikemudikan makin dipercepat lajunya besar kemungkinan akan terjadi suatu kecelakaan.

(a) Apabila peraturan baik, sedangkan dalam warga masyarakatnya tidak mematuhinya faktor apakah yang menyebabkannya?

(b) Apabila peraturan itu baik serta petugas cukup berwibawa, fasilitas cukup, mengapa masih ada yang tidak mematuhi peraturan perundang -- undangan?

Dapat disimpulkan bahwa semakin besar peran sarana pengendalian sosial selain hukum maka peran hukum akan semakin kecil, oleh karena itu hukum tidak dapat dipaksakan keberlakuannya didalam segala hal selama masih ada sarana lain yang masih ampuh. Dan juga hukum digunakan pada tingkat akhir jika sarana pengendalian sosial sudah tidak mampu lagi untuk mengatasi masalah

2. Contoh pendekatan sosiologis dalam studi hukum ekonomi syariah

Dalam konteks studi hukum ekonomi syariah dengan pandangan sosiologis, penelitian dapat memeriksa bagaimana norma-norma hukum ekonomi syariah tercermin dalam perilaku sehari-hari masyarakat muslim di Indonesia. Misalnya mengenai kasus praktik jual beli Followers di media sosial Instagram. Dalam hal ini terjadi pendekatan sosial melalui media sosial dengan studi hukum ekonominya mengenai jual beli followers.

3. Apa kritik legal pluralism terhadap sentralisme hukum dalam masyarakat dan apa kritik progressive law terhadap perkembangan hukum di Indonesia

Konsep pluralisme hukum adalah keadaan dimana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang bekerja dan hidup berdampingan dalam dimensi sosial yang sama. Hal ini menegaskan bahwa norma adat, norma kebangsaan, dan norma agama dapat diterapkan secara bersama-sama. Hal ini menjadikan pluralisme hukum sebagai serangan terhadap sentralisme hukum masyarakat yang berarti hukum merupakan satu-satunya lembaga formal negara. Di sini, pluralisme hukum mengkritik kekuasaan negara dan menentang kepemimpinan.

Hukum progresif merupakan suatu konsep yang tidak sebatas pada konsep hukum saja, namun juga memperhatikan keadilan dalam masyarakat. Aktivis hukum progresif mengkritik kesenjangan yang lebar antara praktik dan teori hukum. Hukum Progresif mengkritik polisi di Indonesia. Instansi kepolisian harus konsisten dalam menerapkan perubahan aspek budaya berupa kualitas pelayanan di masyarakat.

Karena Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya, agama, dan ras, maka konsep pluralisme hukum masyarakat Indonesia menekankan bahwa masyarakat mempunyai cara untuk membuat undang-undang sesuai dengan rasa keadilannya dan perlunya mengatur hubungan sosialnya.

4. Jelaskan kata kunci berikut dan apa opini hukum anda tentang isu tersebut dalam bidang hukum: law and social control, law as tool of engeenering, socio-legal studies, legal pluralism

a. Law and social control Hukum

Sebagai alat kontrol sosial berarti sesuatu yang dapat menentukan tingkah laku manusia. Perilaku ini dapat diartikan sebagai penyimpangan terhadap aturan hukum. Akibatnya, sanksi atau tindakan dapat diterapkan kepada pelanggarnya. Oleh karena itu, undang-undang juga mengatur hukuman yang harus diterima pelakunya. Artinya hukum juga mengarahkan masyarakat untuk bertindak sesuai aturan guna mencapai perdamaian. Ternyata sanksi hukum terhadap perilaku menyimpang berbeda-beda di setiap masyarakat. Tampaknya berkaitan erat dengan banyak hal seperti keyakinan agama, aliran filsafat yang dianut. Dengan kata lain, sanksi ini berkaitan dengan kontrol sosial. Misalnya saja, "hukuman bagi pelaku perzinahan di komunitas Muslim berbeda dengan di masyarakat Eropa Barat. Umat Muslim menerapkan sanksi yang lebih keras, sementara di Eropa Barat menerapkan sanksi yang lebih ringan. Selain bukan satu-satunya alat kontrol sosial, hukum juga berperan pasif. Artinya hukum menyesuaikan diri dengan realitas masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan ajaran filsafat lain yang dianutnya. 

Pada saat yang sama disebutkan juga bahwa fungsi undang-undang ini diperluas sehingga tidak hanya berupa pemaksaan. Fungsi ini dapat dilaksanakan oleh dua pihak: 1) penyelenggara negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan yang terpusat berupa kekuasaan negara.

b. Law as tool of engeenering

Law as tool of engeenering adalah hukum sebagai alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat. Istilah law as a tool of social engineering dicetuskan oleh Roscoe Pound yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat di mana hukum diharapkan dapat berperan mengubah nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Law as a tool of social engineering juga dapat dimaknai sebagai hukum adalah sarana kontrol sosial. Konsep law as a tool of social engineering ini lahir dari pemikiran Roscoe Pound tentang sociological jurisprudence sebagai reaksi dari ajaran formalisme klasik yang memandang ilmu hukum masuk dalam golongan ilmu eksakta, di mana hukum bekerja atas dasar temuan sebab-akibat. Para yuris melalui analisis kasus di perpustakaan, idealnya dapat dengan mudah menemukan hubungan antara suatu perbuatan hukum (sebab) dengan apa yang akan menjadi akibat hukumnya.

c. Socio legal studies

Penelitian sosio-legal merupakan nama lain dari konsep hukum dan ilmu sosial. Kajian sosio-legal merupakan istilah umum yang mengacu pada semua ilmu-ilmu sosial yang mempelajari hukum. Kajian hukum sosial mencakup beberapa ilmu sosial seperti sosiologi hukum, antropologi hukum, sejarah hukum, politik hukum, dan psikologi hukum. Dalam bahasa lain, yurisprudensi sosial juga dianggap sebagai istilah umum untuk semua pendekatan dari perspektif sosial. Penelitian hukum sosial menyimpang dari anggapan bahwa hukum merupakan fenomena sosial yang terletak dalam suatu ruang sosial sehingga tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial. Hukum bukanlah suatu entitas yang sepenuhnya terpisah, bukan pula bagian dari unsur-unsur sosial lainnya. Hukum tidak dapat berfungsi secara independen, meskipun ia mempunyai seperangkat prinsip, norma, dan institusi.

d. Legal pluralism

Pluralisme hukum (legal pluralism) kerap diartikan sebagai keragaman hukum. Pluralisme hukum adalah hadirnya lebih dari satu aturan hukum dalam sebuah lingkungan sosial. pluralisme hukum ini tidak terlepas dari sejumlah kritik, di antaranya: (1) pluralisme hukum dinilai tidak memberikan tekanan pada batasan istilah hukum yang digunakan; (2) pluralisme hukum dianggap kurang mempertimbangkan faktor struktur sosio-ekonomi makro yang mempengaruhi terjadinya sentralisme hukum dan pluralisme hukum. Selain itu, menurut Rikardo Simarmata, kelemahan penting lainnya dari pluralisme hukum adalah pengabaiannya terhadap aspek keadilan. Lagi pula, pluralisme hukum belum bisa menawarkan sebuah konsep jitu sebagai antitesis hukum negara. Pluralisme hukum hanya dapat dipakai untuk memahami realitas hukum di dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun