d. Warga Masyarakat
Faktor terakhir yang mengektivitaskan suatu peraturan adalah warga masyarakat yang dimaksudkan disini adalah kesadarannya untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang kerap disebut sebagai derajat kepatuhan, dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan masyaraka terhadap hukum merupakan suatu indikator yang berfungsi untuk hukum yang diterapkan tersebut.
Apabila derajat kepatuhan terhadap peraturan rambu-rambu lalu lintas adalah tinggi maka peraturan lalu lintas dimaksud pasti akan berfungsi yaitu mengatur waktu penyebrangan pada persimpangan jalan. Oleh karena itu bila rambu-rambu lalu lintas warna kuning menyala para pengemudi diharapkan memperlambat laju kendaraannya. Namun bila terjadi sebaliknya kendaraan yang dikemudikan makin dipercepat lajunya besar kemungkinan akan terjadi suatu kecelakaan.
(a) Apabila peraturan baik, sedangkan dalam warga masyarakatnya tidak mematuhinya faktor apakah yang menyebabkannya?
(b) Apabila peraturan itu baik serta petugas cukup berwibawa, fasilitas cukup, mengapa masih ada yang tidak mematuhi peraturan perundang -- undangan?
Dapat disimpulkan bahwa semakin besar peran sarana pengendalian sosial selain hukum maka peran hukum akan semakin kecil, oleh karena itu hukum tidak dapat dipaksakan keberlakuannya didalam segala hal selama masih ada sarana lain yang masih ampuh. Dan juga hukum digunakan pada tingkat akhir jika sarana pengendalian sosial sudah tidak mampu lagi untuk mengatasi masalah
2. Contoh pendekatan sosiologis dalam studi hukum ekonomi syariah
Dalam konteks studi hukum ekonomi syariah dengan pandangan sosiologis, penelitian dapat memeriksa bagaimana norma-norma hukum ekonomi syariah tercermin dalam perilaku sehari-hari masyarakat muslim di Indonesia. Misalnya mengenai kasus praktik jual beli Followers di media sosial Instagram. Dalam hal ini terjadi pendekatan sosial melalui media sosial dengan studi hukum ekonominya mengenai jual beli followers.
3. Apa kritik legal pluralism terhadap sentralisme hukum dalam masyarakat dan apa kritik progressive law terhadap perkembangan hukum di Indonesia
Konsep pluralisme hukum adalah keadaan dimana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang bekerja dan hidup berdampingan dalam dimensi sosial yang sama. Hal ini menegaskan bahwa norma adat, norma kebangsaan, dan norma agama dapat diterapkan secara bersama-sama. Hal ini menjadikan pluralisme hukum sebagai serangan terhadap sentralisme hukum masyarakat yang berarti hukum merupakan satu-satunya lembaga formal negara. Di sini, pluralisme hukum mengkritik kekuasaan negara dan menentang kepemimpinan.
Hukum progresif merupakan suatu konsep yang tidak sebatas pada konsep hukum saja, namun juga memperhatikan keadilan dalam masyarakat. Aktivis hukum progresif mengkritik kesenjangan yang lebar antara praktik dan teori hukum. Hukum Progresif mengkritik polisi di Indonesia. Instansi kepolisian harus konsisten dalam menerapkan perubahan aspek budaya berupa kualitas pelayanan di masyarakat.