Karena Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya, agama, dan ras, maka konsep pluralisme hukum masyarakat Indonesia menekankan bahwa masyarakat mempunyai cara untuk membuat undang-undang sesuai dengan rasa keadilannya dan perlunya mengatur hubungan sosialnya.
4. Jelaskan kata kunci berikut dan apa opini hukum anda tentang isu tersebut dalam bidang hukum: law and social control, law as tool of engeenering, socio-legal studies, legal pluralism
a. Law and social control Hukum
Sebagai alat kontrol sosial berarti sesuatu yang dapat menentukan tingkah laku manusia. Perilaku ini dapat diartikan sebagai penyimpangan terhadap aturan hukum. Akibatnya, sanksi atau tindakan dapat diterapkan kepada pelanggarnya. Oleh karena itu, undang-undang juga mengatur hukuman yang harus diterima pelakunya. Artinya hukum juga mengarahkan masyarakat untuk bertindak sesuai aturan guna mencapai perdamaian. Ternyata sanksi hukum terhadap perilaku menyimpang berbeda-beda di setiap masyarakat. Tampaknya berkaitan erat dengan banyak hal seperti keyakinan agama, aliran filsafat yang dianut. Dengan kata lain, sanksi ini berkaitan dengan kontrol sosial. Misalnya saja, "hukuman bagi pelaku perzinahan di komunitas Muslim berbeda dengan di masyarakat Eropa Barat. Umat Muslim menerapkan sanksi yang lebih keras, sementara di Eropa Barat menerapkan sanksi yang lebih ringan. Selain bukan satu-satunya alat kontrol sosial, hukum juga berperan pasif. Artinya hukum menyesuaikan diri dengan realitas masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan ajaran filsafat lain yang dianutnya.Â
Pada saat yang sama disebutkan juga bahwa fungsi undang-undang ini diperluas sehingga tidak hanya berupa pemaksaan. Fungsi ini dapat dilaksanakan oleh dua pihak: 1) penyelenggara negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan yang terpusat berupa kekuasaan negara.
b. Law as tool of engeenering
Law as tool of engeenering adalah hukum sebagai alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat. Istilah law as a tool of social engineering dicetuskan oleh Roscoe Pound yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat di mana hukum diharapkan dapat berperan mengubah nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Law as a tool of social engineering juga dapat dimaknai sebagai hukum adalah sarana kontrol sosial. Konsep law as a tool of social engineering ini lahir dari pemikiran Roscoe Pound tentang sociological jurisprudence sebagai reaksi dari ajaran formalisme klasik yang memandang ilmu hukum masuk dalam golongan ilmu eksakta, di mana hukum bekerja atas dasar temuan sebab-akibat. Para yuris melalui analisis kasus di perpustakaan, idealnya dapat dengan mudah menemukan hubungan antara suatu perbuatan hukum (sebab) dengan apa yang akan menjadi akibat hukumnya.
c. Socio legal studies
Penelitian sosio-legal merupakan nama lain dari konsep hukum dan ilmu sosial. Kajian sosio-legal merupakan istilah umum yang mengacu pada semua ilmu-ilmu sosial yang mempelajari hukum. Kajian hukum sosial mencakup beberapa ilmu sosial seperti sosiologi hukum, antropologi hukum, sejarah hukum, politik hukum, dan psikologi hukum. Dalam bahasa lain, yurisprudensi sosial juga dianggap sebagai istilah umum untuk semua pendekatan dari perspektif sosial. Penelitian hukum sosial menyimpang dari anggapan bahwa hukum merupakan fenomena sosial yang terletak dalam suatu ruang sosial sehingga tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial. Hukum bukanlah suatu entitas yang sepenuhnya terpisah, bukan pula bagian dari unsur-unsur sosial lainnya. Hukum tidak dapat berfungsi secara independen, meskipun ia mempunyai seperangkat prinsip, norma, dan institusi.
d. Legal pluralism
Pluralisme hukum (legal pluralism) kerap diartikan sebagai keragaman hukum. Pluralisme hukum adalah hadirnya lebih dari satu aturan hukum dalam sebuah lingkungan sosial. pluralisme hukum ini tidak terlepas dari sejumlah kritik, di antaranya: (1) pluralisme hukum dinilai tidak memberikan tekanan pada batasan istilah hukum yang digunakan; (2) pluralisme hukum dianggap kurang mempertimbangkan faktor struktur sosio-ekonomi makro yang mempengaruhi terjadinya sentralisme hukum dan pluralisme hukum. Selain itu, menurut Rikardo Simarmata, kelemahan penting lainnya dari pluralisme hukum adalah pengabaiannya terhadap aspek keadilan. Lagi pula, pluralisme hukum belum bisa menawarkan sebuah konsep jitu sebagai antitesis hukum negara. Pluralisme hukum hanya dapat dipakai untuk memahami realitas hukum di dalam masyarakat.