Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kehilangan

25 Juni 2023   14:53 Diperbarui: 25 Juni 2023   17:06 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Desain Canva: Arba Studio; Adaptasi: eL) 

 

Saya pun lanjut bertanya ke dalam diri: "Apakah saya merasa tidak lagi seenerjik dan seceria dulu? Apakah saya merindukan sisi baik tersebut? Apakah tanpa sadar, saya merasa kehilangan sifat enerjik dan ceria? Apakah perasaan kehilangan pribadi itu lalu terkuak secara kebetulan pada hari ini, melalui peristiwa duka kehilangan sosok pribadi yang menonjol dalam sifat enerjik dan cerianya?"

Semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan reflektif tersebut adalah "YA". Saya menjadi sadar, bahwa selama ini saya tidak mengakui kehilangan bagian diri tersebut. Ketika lelah, saya beristirahat, sehingga penat pun hilang, dan saya dapat kembali lanjut bergiat. Demikian juga pada waktu sedih, saya menangis, sehingga rasanya lega, dan saya bisa kembali menikmati aktivitas di depan mata. Namun tak dapat disangkal, gairah / semangat tidak lagi bergelora. Saya pikir, itu wajar, seiring bertambahnya usia. Tak disangka, ternyata ada bagian diri saya yang hilang seiring waktu berjalan.   

Lalu sekarang bagaimana? Duka kehilangan orang baik, yang juga menguak duka kehilangan bagian diri, sebaiknya saya sikapi seperti apa? Worden (1982, dalam Alitani, 2020) menggarisbawahi empat tugas dukacita, yang memudahkan penyesuaian diri terhadap kehilangan. Empat tugas dukacita ini ditegaskan dalam bentuk akronim TEAR oleh Harper (1987, dalam Alitani, 2020), yaitu sebagai berikut:

T -- to accept the reality of loss (menerima kenyataan kehilangan)

E -- experience the pain of loss (mengalami luka kehilangan)

A -- adjust to the new environment without the loss object (menyesuaikan diri tanpa ada "dia")

R -- reinvest in the new reality (kembali menanam dalam realita baru)

Sadar dan mengakui duka kehilangan merupakan bentuk penerimaan kenyataan kehilangan (T). Merasakan kepedihan hati menunjukkan pengalaman luka kehilangan (E). Pertanyaan reflektif dan upaya memaparkan jawabannya dalam coretan ini menjadi bentuk penyesuaian diri tanpa ditemani "dia" (A). Berarti, tugas selanjutnya yang perlu diselesaikan ialah kembali menanam dalam realita baru. Walau pembawaan diri tidak lagi enerjik dan ceria seperti dulu, saya masih tulus menikmati perjalanan hidup dan mensyukurinya, saat ini secara lebih syahdu.

Menanam kembali realita baru sudah saya lakukan sejak 16 Januari 2023. Namun kehilangan yang dalam masih tetap saya alami sekarang, setelah 5 bulan lebih berselang. Adakah yang salah, sehingga duka mendalam masih melanda? Ataukah dua kehilangan yang selintas tampak serupa ini, sesungguhnya bukanlah dua hal yang sama?

Duka mendalam, sampai terasa merambati tubuh, tetaplah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun