Kau bunuh anakku!
Lalu kau tuduh dia yang biang pelaku!
Kau palsukan bukti!
Asal kau selamat sendiri!
Sungguh, aku marah kepadamu!
Lukaku menganga dan membelenggu!
Hukuman mati pantas untukmu!
Itu pun tak dapat menghapuskan kehilanganku!
Namun kau masih berani mencobaiku!
Mohon maaf, lahir batin, katamu!
Mengemis belas kasihanku!
Barangkali bisa ringan hukumanmu!
Agama mengajariku cinta dan keadilan!
Berani menegakkan keadilan sudah kutunaikan!
Cintaku kepadamu bentuknya hukuman!
Tuhan, mungkinkah itu kebenaran?!
Apa itu kebenaran?
Tidak ada jawaban.
Yang hadir gelombang keheningan.
Melepas ketegangan, pelan-pelan.
Aku tepekur diam.
Mengamati rentetan peristiwa seperti nonton sinema.
Ada aku, terpenjara oleh angkara murka.
Ada aku, terpenjara oleh ajaran agama.
Aku masih tepekur diam.
Ada aku, terpenjara dalam kerinduan memaafkan.
Ada aku, terpenjara dalam ketakutan.
Takut mendobrak tembok penjaraku sendiri, lapisan demi lapisan.
Aku tetap tepekur diam.
Yang hadir gelombang keheningan.
Memudarkan tembok penjara, lapisan demi lapisan.
Melahirkan kembali rahmat belas kasihan.***