Murni tersenyum sendiri sambil membayangkan Pak Kodir melamarnya dan Murni dengan senang hati akan meninggalkan suaminya yang kadang dapat uang kadang juga hanya jadi pengangguran. Murni menatap kelima jarinya dan berkhayal jika ia menjadi istri Pak Kodir, maka cincin emas akan melingkar di kelima jarinya itu, seraya tangan kokoh Pak Kodir mendekap bahunya sambil tersenyum mesra ke arah Murni yang matanya tak lepas dari cincin emas di kelima jarinya.
“Heh, Murni! Apalagi toh kamu ini? Senyum-senyum sambil merem melek begitu?”, Pak Kodir menegur Murni dengan tatapan heran. Nih, bonus buatmu dan cepat bereskan warungnya biar semuanya segera pulang dan istirahat. “Eh, hehe…Iya Pak, terima kasih bonusnya Pak, sering-sering kaya gini ya, Pak,” tutur Murni yang dengan sengaja langsung memasukkan amplopnya ke dalam bra. Pak Kodir hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Murni yang semakin menggila.
Sesampainya di rumah, diam-diam Murni mengeluarkan amplop bonus dari majikannya itu. Murni nggak mau menceritakan hal itu pada suaminya karena Murni tahu suaminya akan minta bagian dari uang bonus tersebut. Tak henti-hentinya Murni menciumi amplop yang berisi uang lima ratus ribu itu, Murni nggak nyangka Pak Kodir bisa sebaik itu kepada para karyawannya. Pantas saja semua karyawan betah bekerja dengan Pak Kodir.
Murni tak sadar jika suaminya telah memerhatikannya. Suaminya melihat Murni sedang menciumi amplop berisi uang sambil Murni terus berucap, “Oh Mas Kodir baik hati, Oh Mas Kodirku yang baik hati.” Senyuman manis terus mengembang di bibir Murni yang sensual.
Kejadian itu membuat Sukri, suami Murni terbakar api cemburu. Sukri menyangka bahwa Pak Kodir bermain api cinta di belakangnya. “Kurang ajar kau Kodir tua bangka! Lihat saja pembalasanku! Pantas saja setiap aku ingin bermesraan dengan Murni, dia selalu menolakku. Bahkan Murni pernah ngelindur sambil memanggil nama si tua bangka itu, Oh Mas Kodir, Oh Mas Kodir.” Hati Sukri panas membara terbawa emosi cemburu buta, yang akhirnya muncullah sebuah rencana darinya.
******
Keesokan harinya, kira-kira pukul 02.30 dini hari, Pak Kodir mengeluarkan mobil pick up dari garasi rumahnya. Mobil itulah yang sering digunakan Pak Kodir ke pasar. Mobil mulai melaju meninggalkan rumah Pak Kodir menuju pasar. Tepat di atas sebuah jembatan, mobil Pak Kodir diberhentikan oleh serombongan orang menggunakan penutup wajah dan kepala. Awalnya Pak Kodir seperti sedang diajak bicara, tak disangka secepat kilat Pak Kodir diserang tanpa bisa melawan. Tusukan benda tajam menghujani tubuh Pak Kodir berkali-kali.
Kejadian itu membuat seluruh warga gempar dan bertanya-tanya, siapakah pelaku sebenarnya? Polisi segera melakukan investigasi ke TKP, anggota keluarga dan para karyawan warung pecel ayam pun tak luput dari pemeriksaan pihak yang berwenang.
Suami Murni terlihat pucat pasi dan ketakutan. Ia meringkuk di tempat tidur dengan diselimuti sarung yang sudah usang. Murni memegangi kepala suaminya dengan mata penuh selidik, “Kamu meriang toh, Mas?” Sukri hanya menjawab dengan nada ketakutan, “Aku teringat kejadian itu, aku terus dihantui kejadian itu, aku tahu semua kejadian itu.” Murni mulai bingung dan bertanya lagi, “Kejadian apa toh? Kejadian yang mana?” Sukri menjawab dengan nada terbata-bata, “Itu…anu..itu..eee..Pak Kodir..Pak Kodir…” Dengan terbata akhirnya Sukri menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Murni.
*****
Saat itu waktu menunjukkan dini hari, Sukri baru saja pulang bermain dari desa sebelah sekalian Sukri berencana minta diantar temannya itu untuk menemui Mbah Dukun yang sangat terkenal di desa itu. Sukri ingin meminta pelet ampuh untuk Murni agar tak terus-terusan mengigau nama Pak Kodir. Sayang sekali, wasir yang diderita Mbah Dukun lagi kumat sehingga untuk sementara ia tidak menerima pasien yang sudah jauh-jauh datang kepadanya karena jika wasirnya kumat Mbah Dukun nggak mampu duduk bersila menyalakan kemenyan sekaligus merapal mantra. Akhirnya Sukri ngobrol ngalor-ngidul dengan temannya itu dan tak terasa waktu terus berlalu sampai sudah dini hari. Akhirnya Sukri pamit pulang karena takut dicari istrinya, yaitu Murni sang pujaan hati. Ketika melewati jembatan, Sukri melihat penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa orang bertutup wajah dan kepala. Sukri hafal mobil pick up itu milik siapa. Namun, Sukri tahu diri, badannya yang cungkring bak kurang gizi, tidak mungkin melawan beberapa orang bertopeng yang badannya kekar dan tinggi. Sukri segera mengeluarkan ponselnya dan merekam aksi jahat seseorang yang tampaknya sedang mengancam Pak Kodir. Betapa kagetnya Sukri saat seseorang itu mulai menusukkan benda tajam beberapa kali ke tubuh Pak Kodir. Tubuh Sukri menggigil dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tangan yang sedang memegang ponsel sampai gemetar. Sukri semakin lunglai saat salah satu dari kawanan orang yang bertopeng itu sangatlah dia kenal.