Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pecel Ayam Pak Kodir

20 Oktober 2023   12:00 Diperbarui: 20 Oktober 2023   12:12 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Andreas Neumann from Pixabay 

Pak Kodir baru saja pulang dari pasar. Setiap hari beliau berbelanja untuk keperluan berdagang pecel ayam. Warungnya tidak pernah sepi. Pecel ayam Pak Kodir sudah terkenal sejak lama, bahkan orang-orang yang tinggal di kota, rela menempuh jarak yang cukup jauh ke pinggiran kota demi menikmati pecel ayam Pak Kodir yang rasanya tiada tara.

Pak Kodir sudah lama menduda. Istrinya meninggal sekitar 20 tahun yang lalu. Tampaknya Pak Kodir tidak berminat untuk mencari istri baru, hal itu terlihat dari kerja kerasnya membesarkan dan menyekolahkan dua anaknya sampai menjadi sarjana.

Salut jika melihat kerja keras Pak Kodir. Dini hari sudah berangkat ke pasar untuk mempersiapkan keperluan dagang pecel ayam. Wibawanya terhadap para karyawan di warung jangan pernah diragukan. Para karyawan sangat segan padanya. Pak Kodir sangat dermawan pada para karyawannya, sikap berwibawa yang dimilikinya menjadikan para karyawan menaruh hormat padanya. Hampir seluruh karyawan sering dibantu oleh Pak Kodir jika sedang menghadapi kesulitan.

Suatu ketika datanglah food vlogger terkenal yang sempat jatuh dari kursi saat sedang mereview soto seharga enam ribu. Warung makan siapapun yang didatangi olehnya, pasti langsung kebanjiran pelanggan sehingga julukan pesugihan online dari para mamennya sangat melekat pada food vlogger yang satu ini.

Pak Kodir sangat kaget karena baru kali ini warungnya kedatangan seorang yang tak dikenal olehnya dan lengkap membawa tim pembawa kamera. Sebelumnya Pak Kodir sudah dihubungi oleh tim food vlogger tersebut namun walaupun begitu tetap saja Pak Kodir merasa kaget dan grogi ketika berhadapan dengan tim yang membawa kamera. Pak Kodir bukan termasuk orang yang luwes di hadapan kamera. Fokusnya hanya bekerja dan berbuat baik pada sesama. Di era yang serba digital, Pak Kodir sama sekali nggak punya media sosial. Warungnya bisa terkenal karena para pelangganlah yang mengunggahnya di media sosial sehingga lama kelamaan warung pecel ayam Pak Kodir menjadi semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Sesaat setelah pecel ayam Pak Kodir selesai direview, Pak Kodir sangat senang karena makanannya dinilai “nggak ada obat” alias enaknya tak terkira, sehingga keesokan harinya pecel ayam beliau semakin viral dan banyak sekali pelanggan dari jauh yang datang. Pecel ayamnya langsung  ludes ketika hari masih petang. Pak Kodir benar-benar seperti mendapat durian runtuh karena biasanya warung pecel ayamnya tutup tengah malam. Tangan Pak Kodir sampai pegal menghitung lembaran uang yang seperti nggak ada habisnya itu.

Hal tersebut memancing sepasang mata dari pojok warung yang sedari tadi memerhatikan Pak Kodir merapikan uang di kasir. “Pura-pura apa lagi ya biar aku bisa dikasih uang lebih sama Pak Kodir,” begitulah ungkapan batin pemilik sepasang mata di pojok warung.

Pak Kodir pun akhirnya merasakan bahwa ada sepasang mata yang sedari tadi memerhatikannya. Seketika itu juga Pak Kodir menengok ke arah sepasang mata itu. Tanpa rasa curiga Pak Kodir menegur pemilik sepasang mata yang sangat sendu alias seneng duit itu. “Ada apa Murni? Dari tadi toh kamu melihat ke mari?” Murni gelagapan karena ketahuan sedang memerhatikan majikannya menghitung uang dagangan. “Eh, euuh..he..he.. anu Pak..ah nggak apa-apa kok, cuma ingin lihat Bapak saja. Kelihatan gaanteeeng banget hari ini.” Dengan tersipu-sipu Murni mengeluarkan jurus pemikat dan berusaha menggoda sang duda yang ternyata sampai detik ini sangat sulit digoda. “Apa toh kamu ini? Mabuk kecubung, apa gimana, heh?” Pak Kodir terlihat tak ingin menanggapi Murni yang sudah sering menunjukkan gelagat menggoda dan sering mencari alasan supaya diberi tambahan dana untuk keluarganya.

Pak Kodir meninggalkan Murni yang masih cengengesan mencari perhatian. Pak Kodir sebenarnya sudah sering merasa risih dengan sikap Murni yang tak semurni namanya, namun karena Pak Kodir tahu bahwa Murni membutuhkan uang setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka Pak Kodir tak sampai hati jika harus menegur dan mengingatkan terlalu keras atas sikap menggodanya itu. Suami Murni yang bekerja sebagai buruh serabutan sudah cukup membuat Murni kesusahan, jadi Pak Kodir tidak ingin menambah beban pikiran Murni dengan menegur keras, apalagi jika harus memecatnya, tentu Pak Kodir tak akan sampai hati.

Sebelum warung pecel ayam Pak Kodir tutup dan seluruh karyawan pulang ke rumah masing-masing, tak lupa Pak Kodir memberi bonus di luar gaji bulanan pada para karyawannya, sebagai bentuk syukur karena hari ini pendapatan yang Pak Kodir terima sangat berlimpah. Murnilah yang paling semangat dan malah memilih berbaris di bagian paling belakang, supaya ketika menerima amplop dari Pak Kodir, sekalian Murni bisa membelai tangan Pak Kodir. Begitulah setan sudah mulai merasuk ke dalam pikirannya. Selalu saja Murni mencari kesempatan untuk terus menggoda sang duda.

Murni tersenyum sendiri sambil membayangkan Pak Kodir melamarnya dan Murni dengan senang hati akan meninggalkan suaminya yang kadang dapat uang kadang juga hanya jadi pengangguran. Murni menatap kelima jarinya dan berkhayal jika ia menjadi istri Pak Kodir, maka cincin emas akan melingkar di kelima jarinya itu, seraya tangan kokoh Pak Kodir mendekap bahunya sambil tersenyum mesra ke arah Murni yang matanya tak lepas dari cincin emas di kelima jarinya.

“Heh, Murni! Apalagi toh kamu ini? Senyum-senyum sambil merem melek begitu?”, Pak Kodir menegur Murni dengan tatapan heran. Nih, bonus buatmu dan cepat bereskan warungnya biar semuanya segera pulang dan istirahat. “Eh, hehe…Iya Pak, terima kasih bonusnya Pak, sering-sering kaya gini ya, Pak,” tutur Murni yang dengan sengaja langsung memasukkan amplopnya ke dalam bra. Pak Kodir hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Murni yang semakin menggila.

Sesampainya di rumah, diam-diam Murni mengeluarkan amplop bonus dari majikannya itu. Murni nggak mau menceritakan hal itu pada suaminya karena Murni tahu suaminya akan minta bagian dari uang bonus tersebut. Tak henti-hentinya Murni menciumi amplop yang berisi uang lima ratus ribu itu, Murni nggak nyangka Pak Kodir bisa sebaik itu kepada para karyawannya. Pantas saja semua karyawan betah bekerja dengan Pak Kodir.

Murni tak sadar jika suaminya telah memerhatikannya. Suaminya melihat Murni sedang menciumi amplop berisi uang sambil Murni terus berucap, “Oh Mas Kodir baik hati, Oh Mas Kodirku yang baik hati.” Senyuman manis terus mengembang di bibir Murni yang sensual.

Kejadian itu membuat Sukri, suami Murni terbakar api cemburu. Sukri menyangka bahwa Pak Kodir bermain api cinta di belakangnya. “Kurang ajar kau Kodir tua bangka! Lihat saja pembalasanku! Pantas saja setiap aku ingin bermesraan dengan Murni, dia selalu menolakku. Bahkan Murni pernah ngelindur sambil memanggil nama si tua bangka itu, Oh Mas Kodir, Oh Mas Kodir.” Hati Sukri panas membara terbawa emosi cemburu buta, yang akhirnya muncullah sebuah rencana darinya.

******

Keesokan harinya, kira-kira pukul 02.30 dini hari, Pak Kodir mengeluarkan mobil pick up dari garasi rumahnya. Mobil itulah yang sering digunakan Pak Kodir ke pasar. Mobil mulai melaju meninggalkan rumah Pak Kodir menuju pasar. Tepat di atas sebuah jembatan, mobil Pak Kodir diberhentikan oleh serombongan orang menggunakan penutup wajah dan kepala. Awalnya Pak Kodir seperti sedang diajak bicara, tak disangka secepat kilat Pak Kodir diserang tanpa bisa melawan. Tusukan benda tajam menghujani tubuh Pak Kodir berkali-kali.

Kejadian itu membuat seluruh warga gempar dan bertanya-tanya, siapakah pelaku sebenarnya? Polisi segera melakukan investigasi ke TKP, anggota keluarga dan para karyawan warung pecel ayam pun tak luput dari pemeriksaan pihak yang berwenang.

Suami Murni terlihat pucat pasi dan ketakutan. Ia meringkuk di tempat tidur dengan diselimuti sarung yang sudah usang. Murni memegangi kepala suaminya dengan mata penuh selidik, “Kamu meriang toh, Mas?” Sukri hanya menjawab dengan nada ketakutan, “Aku teringat kejadian itu, aku terus dihantui kejadian itu, aku tahu semua kejadian itu.” Murni mulai bingung dan bertanya lagi, “Kejadian apa toh? Kejadian yang mana?” Sukri menjawab dengan nada terbata-bata, “Itu…anu..itu..eee..Pak Kodir..Pak Kodir…” Dengan terbata akhirnya Sukri menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Murni.

*****

Saat itu waktu menunjukkan dini hari, Sukri baru saja pulang bermain dari desa sebelah sekalian Sukri berencana minta diantar temannya itu untuk menemui Mbah Dukun yang sangat terkenal di desa itu. Sukri ingin meminta pelet ampuh untuk Murni agar tak terus-terusan mengigau nama Pak Kodir. Sayang sekali, wasir yang diderita Mbah Dukun lagi kumat sehingga untuk sementara ia tidak menerima pasien yang sudah jauh-jauh datang kepadanya karena jika wasirnya kumat Mbah Dukun nggak mampu duduk bersila menyalakan kemenyan sekaligus merapal mantra. Akhirnya Sukri ngobrol ngalor-ngidul dengan temannya itu dan tak terasa waktu terus berlalu sampai sudah dini hari. Akhirnya Sukri pamit pulang karena takut dicari istrinya, yaitu Murni sang pujaan hati. Ketika melewati jembatan, Sukri melihat penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa orang bertutup wajah dan kepala. Sukri hafal mobil pick up itu milik siapa. Namun, Sukri tahu diri, badannya yang cungkring bak kurang gizi, tidak mungkin melawan beberapa orang bertopeng yang badannya kekar dan tinggi. Sukri segera mengeluarkan ponselnya dan merekam aksi  jahat seseorang  yang tampaknya sedang mengancam Pak Kodir. Betapa kagetnya Sukri saat seseorang itu mulai menusukkan benda tajam beberapa kali ke tubuh Pak Kodir. Tubuh Sukri menggigil dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tangan yang sedang memegang ponsel sampai gemetar. Sukri semakin lunglai saat salah satu dari kawanan orang yang bertopeng itu sangatlah dia kenal.  

******

Tak membutuhkan waktu lama, polisi pun dengan sangat mudah meringkus pelaku penganiayaan terhadap Pak Kodir hingga beliau tewas. Berkat bantuan Murni dan Sukri, anak sulung Pak Kodir telah resmi menjadi tersangka.

“Apa yang menyebabkan saudara tega menganiaya ayah saudara sendiri hingga tewas?” tanya polisi kepada tersangka. “Bapak menunda meminjamkan uang kepada saya untuk modal usaha, padahal saat itu saya membutuhkannya dengan sangat mendesak, hal itu membuat saya menjadi marah, tadinya saya hanya ingin memberi pelajaran saja, tapi ternyata saya kebablasan. Andai saya bisa sedikit bersabar. Saya sangat menyesal.” Tutur Juna anak sulung Pak Kodir. Ia menangis tiada henti, teringat perjuangan sang ayah menyekolahkannya  sampai menjadi sarjana. Dikarenakan uang dan naluri ketidakpuasan akan apa yang telah dicapai, amarahlah yang telah membawanya pada malapetaka.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun