Mohon tunggu...
Ananias Safira
Ananias Safira Mohon Tunggu... Akuntan - saya mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Inflasi Perubahan Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia terhadap Volume Ekspor Komoditas Kelapa Sawit dan Perekonomian Indonesia

22 Mei 2023   19:53 Diperbarui: 22 Mei 2023   20:00 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan ini pada gilirannya menyebabkan realokasi modal dan tenaga kerja antar sektor, yang dapat mempengaruhi pengangguran dalam jangka panjang. Karena pekerja memiliki keterampilan industri tertentu dan pencarian kerja membutuhkan waktu, proses integrasi angkatan kerja, yang biasanya membutuhkan waktu, meningkatkan jumlah pengangguran. Dengan kata lain, semakin tinggi limpahan guncangan sektoral, semakin tinggi tingkat pengangguran, seiring dengan meningkatnya jumlah relokasi tenaga kerja (Lardic dan Mignon, 2006, 2008; Kilian, 2008; dan Dogrul dan Soytas, 2010). 2. Perubahan harga CPO dunia dan ekonomi makro

 Fluktuasi atau perubahan harga minyak di pasar internasional pada dasarnya mengikuti aksioma yang berlaku umum dalam ekonomi pasar, dimana tingkat harga yang berlaku sangat ditentukan sebagai elemen fundamental dari mekanisme penawaran dan permintaan (Nizar, 2002). Faktor-faktor lain dianggap sebagai faktor non-fundamental, terutama terkait dengan infrastruktur, geopolitik, dan spekulasi.

Menurut Edward (1987), perubahan harga barang ekspor suatu negara secara signifikan mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil. Ledakan pertumbuhan barang ekspor menyebabkan apresiasi nilai tukar riil negara dalam kondisi tertentu. Chen dan Rogoff (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan antara nilai tukar dan barang yang diekspor. Mereka menemukan bahwa nilai tukar riil di Australia dan Selandia Baru mendorong harga komoditas global. Hasilnya konsisten dengan analisis Cashin, Cespedes, dan Sahay (2004) dan memberikan bukti tambahan untuk negara berkembang. Dalam kasus Afrika Selatan, Frankel (2007) menunjukkan bahwa mineral merupakan salah satu bahan mentah yang diekspor, yang harganya berdampak signifikan terhadap nilai tukar riil negara tersebut. Hal ini juga dibenarkan oleh Ngandu (2005) yang melakukan kajian literatur tentang hubungan antara harga komoditas ekspor dan perubahan nilai tukar riil, terutama di negara berkembang. Secara spesifik, Aprina (2014) menemukan bahwa harga CPO pasar dunia berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar sebesar 0,2 persen. Artinya, kenaikan 10 persen di pasar CPO global menurunkan pertumbuhan nilai tukar (apresiasi kurs) sebesar 2 persen. Kenaikan harga CPO meningkatkan permintaan rupiah dari negara pengimpor, sehingga meningkatkan nilai rupiah.

 Sumber pendapatan negara yang besar melalui bisnis CPO  juga  meningkatkan pertumbuhan uang  dalam negeri. Jika neraca pembayaran  surplus, menurut Boediono (1993) berarti masuknya mata uang asing ke dalam negeri yang berarti bertambahnya jumlah uang beredar. Jadi, ketika harga CPO di pasar dunia naik, itu meningkatkan pendapatan pemerintah dan selanjutnya jumlah uang beredar. 

Ketika jumlah uang beredar meningkat, harga barang berubah. Hal ini sesuai dengan teori kuantitas uang, yaitu teori tentang hubungan langsung antara perubahan jumlah uang yang beredar dengan perubahan harga barang. Mengenai hubungan ini, dapat dikatakan bahwa harga barang berbanding lurus dengan jumlah uang yang beredar (Dornbush, 2001).

 Menurut M . Nosihin dalam Prayitno (2002), pendapatan yang diterima pemerintah dalam mata uang yang kemudian ditukarkan ke dalam rupiah, dalam proses pertukaran itu menambah cadangan aset Bank Indonesia dan jumlah uang beredar bertambah dengan jumlah uang yang sama. Dengan demikian, terdapat hubungan yang cukup erat antara cadangan devisa dengan jumlah uang beredar, dimana jumlah cadangan devisa yang dapat ditukar menambah jumlah uang beredar dengan jumlah yang sama. 

 Secara umum, untuk mengukur tingkat harga rata-rata, para ekonom menyusun indeks harga yang merata-ratakan harga berbagai barang menurut tingkat kepentingannya. Indeks ini dikenal sebagai indeks harga konsumen (CPI) atau indeks harga konsumen (CPI) (Lipsey, 1995). Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), inflasi disebabkan oleh inflasi biaya dan inflasi permintaan. Ketika jumlah uang beredar meningkat, itu menyebabkan inflasi sisi permintaan. Inflasi yang didorong oleh permintaan disebabkan oleh tingginya permintaan barang dan jasa dibandingkan dengan ketersediaannya. Dalam konteks ekonomi makro, kondisi ini digambarkan ketika output aktual melebihi output potensial atau permintaan agregat (aggregate demand) lebih besar dari kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi, apakah secara umum menerima atau mengantisipasi. 

 Selain itu, depresiasi rupiah terhadap mata uang asing menyebabkan harga CPO

nilai tukar meningkat, sehingga produsen menjual CPO ke pasar internasional dalam upaya untuk mencapai nilai tukar negara. Juga, karena barang domestik relatif lebih murah, penduduk domestik hanya membeli sedikit barang impor. Akibatnya, volume ekspor bersih meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Zuhroh dan Kaluge (2007) yang menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar riil dapat memperbaiki neraca perdagangan dalam jangka panjang. Membaiknya transaksi berjalan ini tentu saja diikuti dengan peningkatan cadangan devisa yang pada akhirnya meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat. Jadi, Krugman Della (2010) berpendapat bahwa perubahan nilai tukar menyebabkan dua perubahan, yaitu. perubahan nilai dan volume bisnis. Ketika nilai tukar melemah, nilai ekspor dalam mata uang mitra dagang menurun, yang berarti permintaan barang ekspor dalam negeri meningkat dan permintaan barang impor menurun. Dalam teori ekonomi, seperti dikemukakan oleh Laksono dan Amaliahwati (2010), neraca perdagangan merupakan selisih antara biaya ekspor dan impor (X-IM) atau ekspor neto sebagai bagian dari neraca berjalan. Jika pendapatan ekspor lebih besar dari biaya impor, negara tersebut mengalami surplus perdagangan, jika sebaliknya terjadi, negara tersebut mengalami defisit perdagangan. Dengan menggunakan model Computable General Equilibrium (CGE), Tjahjaprijadi (2013) menemukan bahwa dalam jangka pendek, peningkatan harga minyak sawit internasional berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, kenaikan harga bahan baku minyak sawit di pasar internasional juga akan menguntungkan pertumbuhan ekonomi. Sumber pertumbuhan tersebut berasal dari konsumsi domestik, ekspor dan impor. Ekspor juga didorong kenaikan harga bahan baku yang didominasi oleh Indonesia. Namun hal ini hampir tidak didukung oleh Yanti (2012) yang menemukan bahwa harga CPO dunia justru berdampak negatif dan nyata (signifikan) terhadap ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia ke Belanda dan beberapa negara lainnya. Pada saat yang sama, impor juga meningkat, dimana meskipun Indonesia merupakan net eksportir minyak sawit, impor juga dilakukan dari Singapura dan Malaysia hanya dalam kondisi tertentu. Misalnya, minyak sawit biasanya diimpor dalam bentuk olein, yang biasanya terjadi ketika harga minyak sawit mentah dunia naik tinggi, sehingga ekspor dari Indonesia menjadi deras. Dalam keadaan seperti itu, pemerintah biasanya menggunakan instrumen pajak ekspor untuk menjamin pasokan dalam negeri. Di sisi lain, berkat kenaikan harga minyak sawit internasional, konsumsi dalam negeri juga berdampak positif. Penyebab kenaikan tersebut mungkin karena meningkatnya permintaan minyak sawit dan turunannya sebagai bahan baku berbagai produk dalam negeri. Dalam jangka panjang, kenaikan harga minyak sawit internasional tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada saat yang sama, konsumsi domestik dan impor sama dalam jangka pendek, yang berdampak positif. Perbedaan pengaruh tersebut terdapat pada ekspor, dimana kenaikan harga minyak sawit internasional berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekspor. Untuk mencegah serbuan ekspor minyak sawit akibat kenaikan harga internasional, pemerintah dapat menerapkan kebijakan domestic market obligation untuk menjaga pasokan kebutuhan dalam negeri yang pada akhirnya berdampak pada penurunan ekspor. Sebagai perbandingan dan perbandingan, untuk melihat pengaruh fluktuasi internasional atau perubahan harga minyak dunia (harga minyak Indonesia) terhadap perekonomian, Nizar (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan data time series bulanan dan model VAR. Hasil analisis menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak internasional (harga minyak mentah Indonesia) di pasar dunia: (i) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam waktu 3 bulan (seperempat), (ii) meningkatkan inflasi domestik selama satu tahun, (iii) meningkatkan jumlah uang beredar di dalam negeri; peningkatan jumlah uang beredar berlangsung selama 5 bulan, (iv) berdampak negatif terhadap nilai tukar riil rupee selama 10 bulan, dan (v) menyebabkan suku bunga domestik naik (berlangsung selama 10 bulan). AKU AKU AKU. 

 1. Metode analitik Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dengan model Vector Autoregressive (VAR). Model VAR ini memperlakukan semua variabel secara simetris. Satu vektor berisi lebih dari dua variabel dan sisi kanan persamaan regresi adalah nilai lagged dari variabel dependen sebagai representasi sifat autoregresif model (Asteriou dan Hall, 2007). Pendekatan VAR dikembangkan oleh ahli ekonometrika Christopher A. Sims sebagai metode pemodelan alternatif untuk model persamaan berganda, mengingat minimisasi pendekatan teoritis, yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena ekonomi dengan baik (Widarjono, 2007). Sims berpendapat bahwa jika ada hubungan simultan antara variabel yang dipertimbangkan, maka variabel tersebut harus diperlakukan dengan cara yang sama sehingga variabel endogen dan eksogen tidak ada lagi. 

 Model VAR yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan dengan persamaan berikut: yt = c Di mana:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun