Nilai ini cenderung terus meningkat hingga mencapai 327.652.263 USD pada akhir tahun 2013 (BPS, 2013). Seperti terlihat pada Gambar 1, pertumbuhan nilai ekspor CPO biasanya diikuti oleh pertumbuhan ekonomi (PDB). Pada tahun 2006-2007, nilai ekspor CPO meningkat tajam hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.Â
Pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan produksi dalam negeri yang meningkatkan volume ekspor. Pertumbuhan beberapa perusahaan minyak sawit tanah air memberikan kontribusi besar terhadap produksi minyak sawit nasional sekitar 31 juta ton, lebih dari separuh produksi minyak sawit dunia 58,1 juta ton pada tahun panen 2013/2014.Â
Ekspor minyak sawit terus tumbuh hingga 21 juta ton atau hampir 50 persen dari total ekspor dunia1. besar terhadap produksi minyak sawit nasional sekitar 31 juta ton, lebih dari separuh produksi minyak sawit dunia 58,1 juta ton pada tahun panen 2013/2014. Ekspor minyak sawit terus tumbuh hingga 21 juta ton atau hampir 50 persen dari total ekspor globalÂ
 dan di tahun 2013 meningkat menjadi 27,78 juta ton dengan tingkat produktivitas sebesar 3,536 kg/hektar area perkebunan. Produksi minyak kelapa sawit (CPO) dengan kode Harmonized System Melimpahnya produksi menjadi salah satu pemicu pertumbuhan nilai ekspor yang paling pesat selama beberapa dekade ini.
Dengan capaian sebagai komoditas unggulan subsektor perkebunan, kelapa sawit memiliki peran yang cukup strategis dalam pembangunan ekonomi nasional maupun global serta memberikan peran dalam penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, sumber devisa negara, pengentasan kemiskinan dan perlindungan lingkungan (Mariati, 2009). ). Ini karena nilainya yang tinggi, sehingga usahanya selalu surplus.Â
Selain itu, besarnya konsumsi internal komoditi ini juga dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat, jika dilihat lebih jauh dapat mempengaruhi percepatan inflasi. Di pasar internasional saat ini, pangsa pasar CPO semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan sejak tahun 2004, CPO menempati urutan pertama sebagai pemasok minyak nabati terpenting di dunia. Pasokan CPO dunia didominasi oleh dua negara,
Indonesia dan Malaysia. Padahal, dari sisi produksi, Indonesia dan Malaysia menguasai sekitar 90 persen produksi CPO dunia. Namun demikian, harga CPO dunia selama ini dikendalikan sebagai acuan di dua tempat, yaitu di Eropa khususnya bursa dagang Rotterdam, Belanda, dan baik Malaysia maupun Indonesia bersaing secara seimbang dalam mencari pangsa pasar. . . Padahal, nilai ekspor minyak sawit Indonesia sangat ditentukan oleh volume ekspor dan harga minyak sawit di pasar internasional. Fluktuasi harga di pasar domestik tidak terlepas dari dampak tingkat produksi minyak sawit, kebijakan penyimpanan, dan harga
Konsumsi minyak sawit dunia. Perubahan permintaan minyak sawit di pasar internasional mempengaruhi struktur harga, kemudian perubahan pasar minyak sawit dunia mempengaruhi produksi dan pasokan ekspor minyak sawit Indonesia, termasuk perekonomian Indonesia secara lebih luas.
Beberapa penelitian sebelumnya telah mengkaji pengaruh atau dampak perubahan harga CPO dunia terhadap kinerja ekspor dan berbagai faktor ekonomi makro, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebastian Edwards (1987) mengungkapkan bahwa perubahan harga barang-barang ekspor penting secara signifikan mempengaruhi perilaku nilai tukar. Kesimpulan ini juga diperkuat oleh Aprina (2014), Chen dan Rogoff (2003) yang menunjukkan adanya hubungan antara barang ekspor dengan nilai tukar. Dornbush (2001) mengemukakan suatu hubungan
Peningkatan harga CPO di pasar dunia, menyebabkan peningkatan jumlah uang beredar seiring dengan harga komoditas atau inflasi. Aprina (2014) juga berpendapat bahwa perubahan nilai tukar (exchange rates) akibat perubahan harga CPO pasar dunia menyebabkan perubahan volume ekspor atau impor. Dengan menggunakan model Computable General Equilibrium (CGE), Tjahjaprijadi (2013) menemukan bahwa dampak kenaikan harga minyak sawit internasional segera mendorong pertumbuhan PDB. Pada saat yang sama, kenaikan harga minyak sawit internasional dalam jangka panjang akan menyebabkan peningkatan konsumsi dan impor, sedangkan ekspor akan menurun.Â