Dengan sifatnya yang global, perangkat teknologi komunikasi dan informasi membawa implikasi dalam perkembangan bentuk media pers. Media baru di era digital dapat menjadi media konvergensi yang mengintegrasikan berbagai media massa dengan teknologi internet dan multimedia (Ishadi SK, Kompas 28 Juni 2000).
Terminologi yang tepat dalam penggabungan berbagai media sebagai industri konten seperti hiburan, penerbitan, dan penyedia informasi dengan teknologi yang tersedia dan yang sedang dikembangkan adalah konvergensi. Surat kabar, tabloid, dan majalah sebelumnya hanya mengandalkan internet dalam proses penyampaian berita dari narasumber dan wartawan kepada redaksi. Setelah teknologi internet berkembang, surat kabar konvensional mengintegrasikan dirinya dengan internet, sehingga surat kabar dinamakan surat kabar digital (Siregar, Kompas 28 Juni 2000). Surat kabar yang menggabungkan dirinya dengan teknologi internet, media khas seperti portal yang menyediakan informasi secara independen juga merupakan surat kabar digital.
Surat kabar digital sendiri tidak menggunakan alat cetak dan kertas sebagai sarana penerbitannya. Negroponte (1999:167) mengungkapkan bahwa dalam kehidupan digital, teks cetakan yang dibatasi halaman akan hilang (paperless).Â
Tidak perlu lagi mengeluarkan banyak energi untuk setiap penerbitan maupun distribusinya. Surat kabar digital hampir tidak memiliki keterbatasan kapasitas dalam penyampaian informasinya. Surat kabar digital tidak dibatasi jumlah halaman yang harus memuat berita dan iklan. Terdapat perbedaan yang signifikan antara surat kabar digital yang merupakan eksistensi media massa konvensional, dengan surat kabar digital yang lahir sebagai portal.
Pemanfaatan Surat Kabar Digital oleh Pers
Munculnya berbagai media baru di era digital tentu harus disikapi secara proporsional oleh pers yang telah ada. Surat kabar digital dapat menjadi ancaman bagi pers, namun juga merupakan peluang untuk memacu diri menjadi lebih baik dengan langkah yang matang.
Kekhawatiran akan punahnya eksistensi pers karena adanya surat kabar digital tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Sejarah telah membuktikan bahwa kepunahan media cetak sudah diramalkan sedikitnya dua kali (Effendy, 1983). Pada saat radio ditemukan, orang mengira surat kabar sebagai satu-satunya sumber informasi di tengah masyarakat akan mati.Â
Ternyata, surat kabar tetap hidup bersama radio karena keduanya memiliki khalayaknya sendiri dengan karakteristik yang berbeda. Begitu juga ketika televisi ditemukan, diperkirakan surat kabar dan radio akan mati karena kemampuan audio dan visual televisi yang memberikan pengalaman baru bagi masyarakat. Namun, kenyataannya surat kabar dan radio tetap bertahan karena memiliki segmen pengguna yang berbeda. Pers dan media elektronik saling melengkapi.
Ketika internet ditemukan, orang kembali mengira bahwa surat kabar, radio, dan televisi akan mati karena internet menyediakan segala kebutuhan multimedia. Namun, hingga saat ini, industri media di Indonesia tidak mengalami kebangkrutan karena munculnya internet.
Walaupun kekhawatiran akan punahnya media pers konvensional mungkin tidak terjadi, namun pers harus tetap waspada terhadap kemungkinan pengurangan tiras. Di Amerika, hal ini telah terjadi menurut Brian Brooks, profesor dan ketua Departemen dan Editorial, Missouri School of Journalism (Atmakusumah, 28 Juni 2000). Namun, di Indonesia hal tersebut belum terjadi karena penggunaan teknologi digital belum merata (Setiawan, 28 Juni 2000).
Pers tidak perlu melihat surat kabar digital sebagai musuh, tetapi harus melihatnya sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas pemberitaan dengan memahami kebutuhan komunikasi dan informasi masyarakat.