Mohon tunggu...
ANANDA PUTRA PRASETYO
ANANDA PUTRA PRASETYO Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang kreatif dan berinovasi untuk menciptakan ide-ide publik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Surat Kabar Digital sebagai Media Konvergensi dalam Perubahan Sosial dan Politik di Indonesia

8 Juli 2023   03:00 Diperbarui: 8 Juli 2023   04:21 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

oleh:

Ananda Putra Prasetyo
202110415343

Dosen Pengampuh:

Saeful Mujab, M.I.Kom

Abstrak

Surat Kabar Digital merupakan sebuah bentuk media konvergensi yang memainkan peran penting dalam perubahan sosial dan politik di Indonesia. Dalam era digital ini, surat kabar telah mengalami transformasi besar-besaran dengan adopsi teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan partisipasi aktif dari pembaca serta penyebaran berita dengan cepat dan luas. Perubahan sosial dan politik di Indonesia telah terjadi sejak adanya penyebaran surat kabar digital. 

Surat kabar digital memungkinkan penyampaian informasi yang lebih cepat, akurat, dan terpercaya, serta memungkinkan partisipasi masyarakat dalam menyampaikan opini mereka melalui komentar dan berbagi berita di media sosial. Secara keseluruhan, surat kabar digital telah membawa perubahan yang signifikan dalam perubahan sosial dan politik di Indonesia. Sebagai media konvergensi, surat kabar digital memberikan akses yang lebih mudah dan cepat terhadap informasi dan opini publik, serta menjadi platform penting dalam membentuk sikap dan tindakan individu, kelompok, dan organisasi dalam perubahan sosial dan politik.

Pendahuluan

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah memecahkan sekat-sekat jarak dan waktu yang sebelumnya membatasi interaksi individu. Revolusi teknologi ini menjadi awal era informasi (Mahayana, 1999: 7-8). Dengan hadirnya internet, manusia dapat mencapai era induksi pengetahuan dan kebudayaan secara alamiah. Internet memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan kehidupan manusia.

Pecahnya dominasi arus informasi membawa konsekuensi pecahnya dominasi dalam pembentukan opini publik dan pengambilan keputusan. Hal ini berdampak positif melalui demokratisasi arus informasi dan pluralitas kualitas informasi.

Menurut Joichi Ito, internet menjadi sumber berita bagi masyarakat. Dalam perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, berbagai macam media yang semakin canggih tercipta. Seperti yang ditulis dalam harian Kompas pada tanggal 28 Juni 2000, Muis menyatakan bahwa pers harus memikirkan langkah atau strategi dalam menghadapi media internet yang dapat menjangkau seluruh dunia.

Selaras dengan perkembangan teknologi, kondisi sosial politik di Indonesia juga mengalami banyak perubahan, dari masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi. Media harus mengikuti perubahan ini sehingga peran media menjadi sangat penting.

Untuk mengetahui tentang surat kabar digital sebagai media konvergensi dalam perubahan sosial dan politik, penulis menggunakan uji literatur.

Pembahasan

Perkembangan Pers di Indonesia

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, termasuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik, menggunakan media cetak, media elektronik, dan lainnya. Menurut Effendy (1995:145), pers dalam arti luas mencakup semua penerbitan, termasuk media massa elektronik seperti radio dan televisi. Namun, dalam arti yang lebih sempit, pers hanya terbatas pada media massa cetak seperti surat kabar dan majalah.

Pers di Indonesia telah menghadapi banyak tantangan sejak kemunculannya. Mulai dari masa penjajahan, pers Indonesia berperan sebagai pers perjuangan yang berusaha membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Setelah kemerdekaan, pers berjuang untuk mendapatkan "kemerdekaannya" sendiri dalam era demokrasi terpimpin dan orde baru. Setelah reformasi, pers bebas berkembang dan berperan secara optimal.

Surat kabar pertama di Indonesia adalah Bataviasch Nouvelles en Politique Raisonmenten. Harian ini menggunakan bahasa Melayu. Setelah kemerdekaan, muncul berbagai surat kabar baru. Setelah reformasi, ratusan surat kabar, majalah, dan tabloid muncul di Indonesia.

Siaran radio di Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda karena pemerintahan Belanda membutuhkan saluran komunikasi yang cepat untuk menyampaikan peraturan dan berita. Siaran radio pertama kali muncul di Jawa Tengah pada 11 September 1945.

Pada 24 Agustus 1962, siaran televisi pertama kali ditayangkan di Indonesia oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI). Dua puluh tahun kemudian, pada 24 Agustus 1989, muncul siaran televisi swasta pertama, yaitu Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), diikuti oleh SCTV, TPI, ANTV, dan Indosiar. Kemudian, pada tahun 2000, muncul Trans TV, Metro TV, Global TV, dan beberapa stasiun televisi lainnya.

Surat Kabar Digital sebagai Media Konvergensi

Revolusi teknologi komunikasi dan informasi secara perlahan memberikan dimensi baru bagi perkembangan pers di manapun berada, termasuk di Indonesia. Internet dengan kemampuan menjangkau seluruh belahan dunia tanpa batas secara perlahan dan pasti diadopsi oleh media massa di tanah air untuk mendukung kegiatan jurnalistiknya.

Dengan sifatnya yang global, perangkat teknologi komunikasi dan informasi membawa implikasi dalam perkembangan bentuk media pers. Media baru di era digital dapat menjadi media konvergensi yang mengintegrasikan berbagai media massa dengan teknologi internet dan multimedia (Ishadi SK, Kompas 28 Juni 2000).

Terminologi yang tepat dalam penggabungan berbagai media sebagai industri konten seperti hiburan, penerbitan, dan penyedia informasi dengan teknologi yang tersedia dan yang sedang dikembangkan adalah konvergensi. Surat kabar, tabloid, dan majalah sebelumnya hanya mengandalkan internet dalam proses penyampaian berita dari narasumber dan wartawan kepada redaksi. Setelah teknologi internet berkembang, surat kabar konvensional mengintegrasikan dirinya dengan internet, sehingga surat kabar dinamakan surat kabar digital (Siregar, Kompas 28 Juni 2000). Surat kabar yang menggabungkan dirinya dengan teknologi internet, media khas seperti portal yang menyediakan informasi secara independen juga merupakan surat kabar digital.

Surat kabar digital sendiri tidak menggunakan alat cetak dan kertas sebagai sarana penerbitannya. Negroponte (1999:167) mengungkapkan bahwa dalam kehidupan digital, teks cetakan yang dibatasi halaman akan hilang (paperless). 

Tidak perlu lagi mengeluarkan banyak energi untuk setiap penerbitan maupun distribusinya. Surat kabar digital hampir tidak memiliki keterbatasan kapasitas dalam penyampaian informasinya. Surat kabar digital tidak dibatasi jumlah halaman yang harus memuat berita dan iklan. Terdapat perbedaan yang signifikan antara surat kabar digital yang merupakan eksistensi media massa konvensional, dengan surat kabar digital yang lahir sebagai portal.

Pemanfaatan Surat Kabar Digital oleh Pers

Munculnya berbagai media baru di era digital tentu harus disikapi secara proporsional oleh pers yang telah ada. Surat kabar digital dapat menjadi ancaman bagi pers, namun juga merupakan peluang untuk memacu diri menjadi lebih baik dengan langkah yang matang.

Kekhawatiran akan punahnya eksistensi pers karena adanya surat kabar digital tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Sejarah telah membuktikan bahwa kepunahan media cetak sudah diramalkan sedikitnya dua kali (Effendy, 1983). Pada saat radio ditemukan, orang mengira surat kabar sebagai satu-satunya sumber informasi di tengah masyarakat akan mati. 

Ternyata, surat kabar tetap hidup bersama radio karena keduanya memiliki khalayaknya sendiri dengan karakteristik yang berbeda. Begitu juga ketika televisi ditemukan, diperkirakan surat kabar dan radio akan mati karena kemampuan audio dan visual televisi yang memberikan pengalaman baru bagi masyarakat. Namun, kenyataannya surat kabar dan radio tetap bertahan karena memiliki segmen pengguna yang berbeda. Pers dan media elektronik saling melengkapi.

Ketika internet ditemukan, orang kembali mengira bahwa surat kabar, radio, dan televisi akan mati karena internet menyediakan segala kebutuhan multimedia. Namun, hingga saat ini, industri media di Indonesia tidak mengalami kebangkrutan karena munculnya internet.

Walaupun kekhawatiran akan punahnya media pers konvensional mungkin tidak terjadi, namun pers harus tetap waspada terhadap kemungkinan pengurangan tiras. Di Amerika, hal ini telah terjadi menurut Brian Brooks, profesor dan ketua Departemen dan Editorial, Missouri School of Journalism (Atmakusumah, 28 Juni 2000). Namun, di Indonesia hal tersebut belum terjadi karena penggunaan teknologi digital belum merata (Setiawan, 28 Juni 2000).

Pers tidak perlu melihat surat kabar digital sebagai musuh, tetapi harus melihatnya sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas pemberitaan dengan memahami kebutuhan komunikasi dan informasi masyarakat.

Pers menyadari bahwa sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Pers memenuhi kebutuhan sosial masyarakat melalui fungsi seperti memberikan informasi, edukasi, dan hiburan (Effendy, 1993: 65). Dengan melakukan kritik, kontrol, koreksi, dan pengawasan terhadap lingkungan, pers memenuhi kebutuhan sosial tersebut (Effendy, 1995: 27). 

Dengan meningkatkan kualitas penerbitan pers, diharapkan kredibilitas pers dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk tetap membacanya. Sebaiknya, media pers konvensional mulai memikirkan untuk membuka medianya secara online melalui internet, seperti yang telah dilakukan oleh H.U. Kompas dan Republika pada tahun 1994. Dengan bergabung dengan "musuh", media pers konvensional dapat tetap bertahan dengan aman.

Dalam kehidupan kita, teknologi adalah mata uang yang penting, seperti yang diungkapkan oleh Naisbitt dan Philips (2001: 53). Dengan semua perangkat dan revolusi yang terjadi, teknologi memegang peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia.

Sosial Politik di Indonesia

Istilah sosio politik terdiri dari dua kata, sosiologi dan politik, yang merujuk pada ilmu yang mempelajari masyarakat dan kekuasaan. Sosiologi berkaitan dengan kajian tentang masyarakat, kelompok sosial, dan perilaku individu dan kolektif dalam konteks sosial. Sementara itu, politik adalah ilmu yang mempelajari konsep kekuasaan. Dengan demikian, sosiologi politik berkaitan dengan kajian tentang kekuasaan, pemerintahan, wewenang, dan perintah dalam berbagai masyarakat manusia, tidak hanya terbatas pada masyarakat nasional.

Hubungan antara masyarakat dan politik sangat erat. Dunia politik haruslah terintegrasi dengan dunia sosial masyarakat. Masyarakat menjadi penghubung antara aspek sosial dan politik. Dalam aksi politik, keterlibatan masyarakat sangatlah penting karena masyarakat berperan sebagai aktor dalam politik. Sebaliknya, dalam kehidupan bermasyarakat, unsur politik juga tidak bisa dihindari.

Di Indonesia, istilah sosial dan politik sudah dikenal sejak lama. Negara ini telah aktif di bidang politik sejak merdeka. Dalam sejarahnya, Indonesia telah mengalami tiga fase pemerintahan, yaitu demokrasi terkelola atau orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno setelah merdeka, kemudian Orde Lama di bawah Soeharto, dan era reformasi yang dimulai setelah Soeharto lengser pada tahun 1998.

Setiap fase ini memiliki catatan sejarah yang berbeda, baik dan buruk, yang membentuk dan mempengaruhi kondisi saat ini dalam era reformasi. Tujuan perubahan fase tersebut sebenarnya adalah untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik. Sistem pemerintahan lama yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat Indonesia diubah. Namun, terlepas dari itu semua, Indonesia sebagai negara multikultural dengan masyarakat yang dinamis tetap menghadapi berbagai permasalahan, terutama dalam dunia politik.

Keberadaan persaingan dalam dunia politik telah menjadi sebuah permasalahan yang sudah dirasakan sejak dulu hingga sekarang. Persaingan itu dapat datang dalam bentuk yang sehat maupun tidak sehat. Persaingan sehat memberikan dampak yang positif bagi semua orang, namun persaingan yang tidak sehat memberikan dampak yang negatif bagi semua pihak. Persaingan yang tidak sehat ini sering kali terjadi dalam bentuk saling menjatuhkan, saling menghina, mencaci, bahkan saling menyakiti. Hal ini masih sering terjadi sampai saat ini. 

Terdapat banyak kontes yang tidak adil yang terjadi antara satu partai politik dengan partai lainnya. Aksi-aksi tidak sehat tersebut dilakukan oleh anggota partai politik, pengurus partai politik, anggota partai, dan bahkan warga negara yang sebenarnya tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang politik tetapi memutuskan untuk terlibat dalam aksi tersebut. 

Sangat disayangkan jika permasalahan ini terus berlanjut di negara kita yang kita cintai ini. Banyaknya partai politik seharusnya menjadi sebuah bentuk pluralitas bangsa yang dapat menyatukan, bukan memecah belah, apalagi merusak.

Permasalahan lain yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah adanya banyak partai politik yang memilih artis Indonesia sebagai anggota partainya. Pemilihan ini dilakukan dengan harapan bahwa lebih banyak orang akan memilih partai tersebut karena popularitas artis yang tergabung di dalamnya. Padahal, popularitas saja tidak dapat menjamin bahwa artis tersebut memiliki kompetensi yang memadai. 

Dalam dunia politik Indonesia, yang sangat dibutuhkan bukanlah popularitas semata, melainkan kinerja yang optimal yang dapat dibangun oleh politik Indonesia. Oleh karena itu, partai politik seharusnya melakukan pemilihan dengan bijak dan tidak asal-asalan dalam menentukan anggota partainya, dengan menimbang kompetensi yang dimiliki oleh individu tersebut di bidangnya masing-masing.

Dapat diterima secara umum bahwa situasi politik di Indonesia saat ini berada pada level yang "buruk". Resesi itu disebabkan oleh kebijakan Indonesia yang tidak sehat. Banyak politisi di negeri ini yang terlibat kasus korupsi. Mereka lebih mementingkan keuntungan pribadi dan melupakan tugasnya sebagai pejuang rakyat. Bahkan saat ini banyak pejabat dan tokoh di televisi yang hanya bisa berbicara dan berdiskusi, menghina aksi tanpa tahu solusinya. Bukankah berakting lebih baik daripada hanya berbicara di TV? Dan diskusi tidak ada gunanya jika tidak ada solusi.

Indonesia saat ini memiliki masalah yang serius. Menurunnya nilai Pancasila dalam masyarakat dan politik menimbulkan persoalan yang belum terselesaikan. Nilai-nilai Pancasila tidak lagi menjadi dasar kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai pancasila tidak lagi terpenuhi. Dan rakyat Indonesia tidak peduli dengan nilai pancasila. Pancasila harus dijadikan dasar dalam dunia politik. 

Pancasila harus diterapkan pada semua kegiatan yang berhubungan dengan dunia politik. Namun, yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Hal ini sangat disayangkan karena Pancasila merupakan dasar negara yang menjadi simbol bangsa ini. Pancasila adalah alat yang menghubungkan orang-orang. Dan pancasila merupakan pedoman hidup dalam masyarakat. 

Kesimpulan

Surat kabar digital adalah salah satu kombinasi teknologi internet dan aktivitas jurnalistik yang menciptakan media baru. Konvergensi media yang berkembang tidak menghalangi media tradisional untuk terus memberitakan segala perkembangan sosial politik di Indonesia. 

Munculnya surat kabar digital memudahkan aktor politik untuk menyampaikan informasi atau membuat kampanye. Namun kondisi dan kondisi sosial politik di Indonesia cukup "rumit", karena akhir-akhir ini banyak politisi yang diangkat bukan karena cara berpikirnya, melainkan karena popularitasnya yang tidak terbatas.

Ketika berhadapan dengan surat kabar digital, pers tradisional bisa lebih memperhatikan dan tentunya juga memahami kebutuhan komunikasi dan informasi masyarakat.  

Daftar Pustaka

After, David E., 1987, Politik Modernisasi, Jakarta, Gramedia.

Amal, Ichlasul, 1988, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta, Wacana, Yogya.

Alfian, Nazaruddin, 1991, Profil Budaya Politik Indonesia, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti. 

Hastjarjo, S. (2007). Teknologi Digital dan Dunia Penyiaran. Jurnal Komunikasi Massa UNS, Vol. 1, No. 1.

Sari, M. K. (2016). Peranan Pemilihan Strategi dan Stilistika dalam Iklan di Televisi. REKAM: Jurnal Fotografi, Televisi, dan Animasi, 11(1), 19.

Tapscott, D. (1996). The Digital Economy Era: Promise and Peril in the Age of Networked Intelligence. New York: McGraw Hill.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun