Mohon tunggu...
Amang
Amang Mohon Tunggu... Lainnya - Hamba lokal

Mungkin menulis adalah jalan kedua setelah hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kakek Dibingkai

6 November 2021   08:05 Diperbarui: 6 November 2021   08:28 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pukul 14:00 siang, matahari cukup panas untuk mengangkangi bumi. Mas ji akan mendatangi undangan konsultan SDM (sumber daya manusia) yang akan berlangsung pukul tiga mendatang, ia menyiapkan beberapa topik yang akan dibahas untuk beberapa audiens yang hadir dan tidak seperti biasanya ia mengisi beberapa pertemuan tanpa harus menyiapkan topik atau pembicaraan. Didepan jalan sunan gunung jati matahari lebih menyingkir ke arah barat ditutupi lapis-lapis awan  yang malang melintang, beberapa gelandang dan tukang mulung  bebas melintang melewati sebuah kafe. 

Di dalam kafe sudah berkumpul beberapa audience, konselor serta beberapa wartawan, datang satu persatu menempati sebuah kursi dan mengobrol ganyang renyah untuk menunggu acara inti dimulai. Pukul sudah semakin dekat menunjukkan acara akan dimulai tapi Aji Ruantana belum juga datang sebagai pengisi utama acara, ketua panitia mulai sedikit bingung mondar-mandir didepan kafe dan mencoba beberapa kali menelfon tetapi tetap tidak ada jawaban. Dalam keringat dingin mengalir ia berfikir bagaimana kalau pengisi acaranya tidak datang, padahal para audiens yang sudah hadir sangat menantikannya terlebih soal reputasinya yang mencuat dibeberapa media sebagai konsultan bijak yang menulis beberapa jurnal sebagai rujukan pembelajaran di beberapa kampus, dalam bingung ia pun masuk ke ruang belakang kafe dan menanti sebuah keajaiban mengiringi waktu.

Handle pintu tertarik kebawah perlahan pintu terbuka dan serat-serat cahaya mulai masuk dan melebar. Ruangan itu sengaja kosong hanya berisi colokan listrik dan kipas angin sengaja disediakan pemilik toko untuk ruang ganti atau briefing sejenak.

"Saya percaya kau akan datang dalam keadaan apapun" ketua panitia tersenyum lebar, "dan saya tak akan menanyakan kenapa datang lewat pintu belakang itu akan mengulur waktu".

Mas Ji hanya tersenyum dan berjabat tangan. Mereka pun berjalan menuju meja acara dan terlihat pembawa acara berdiri di belakang banner dengan muka menegang dan beberapa audience berwajah lusuh menunggu. Mas ji hanya berjalan tenang melihat ke depan menuju meja utama diikuti pembawa acara dibelakangnya lalu duduk menyapu pandangan pada para audiens. Pembawa acara sedikit tenang dan bahagia lalu berkata-kata sebagai pembuka acara, mata-mata audience menatap dalam-dalam meja utama. 

"Lantas apa maksud kedatangan saya disini?" Ia bertanya pada para audiens yang bergeming. "Kalian sudah berkumpul menempati kursi-kursi yang tersedia. Lantas apa tujuan kalian kesini?. Menunggu celotehan konselor yang beberapa hari terakhir mencuat di beberapa media gara-gara mengurus penganiayaan bibinya yang idiot dan menulis beberapa jurnal yang nyentrik itu, semuanya omong kosong hadirin" ia berhenti sejenak menyapu pandangan. 

"Kehidupan sudah semestinya berjalan sebagaimana mana waktunya dan sebagai mana tempatnya. Kita tidak akan mungkin menasihati orang kelaparan dengan kata-kata kamu harus makan. Dan jika malam hari kita juga tidak mungkin memberi petuah bahwa tidur diluar itu dingin kepada para gelandangan. Kita berkumpul di dalam ruangan yang aman dari sinar matahari dengan makanan dan minuman yang tersedia didepan kita. Kita akan membicarakan apa saudara?". Ia kembali diam dan pandangannya meloncat luar pintu. "Lihatlah di luar pintu, di luar sebuah ruangan ini. Kita disini hanya sebagai jembatan. Modal kertas, bolpoin. Lalu menyalurkan kebijakan-kebijakan dan mendirikan sebuah yayasan untuk sebuah kemanusiaan visi dan misinya."

Jarum jam sudah berdetak lima belas kali ia baru saja pulang dan merebahkan badan, angin halaman menyelinap ke sela-sela jendela merayu-rayu mata. Terdengar samar-samar ketukan pintu yang semakin keras dan tidak sabaran, mengusik istirahat kehidupan.

"Pulang sekarang juga, keadaan genting" suaranya tegas menghardik wajah mas ji

"Kau datang tak diundang dan menyuruh saya pulang. Menggangu kehidupan saja" jawabnya santai pada Dinyo. Ia mengenalnya dua tahun lalu ketika bermain dirumah kaka iparnya dan sepertinya sampai sekarang ia masih menjadi supir pribadinya.

"Saya sangat bersyukur kau ada di rumah, rumornya kau orang sibuk dan sedikit terkenal. Kaka ipar mu disandera aparat kasus penyelundupan barang ilegal"

Ia pun segera masuk mengambil jaket, mengunci rumah, meninggalkan matahari dibelakang rumah yang hampir tenggelam menuju mobil sedan yang tak tau waktu ketika memberi masalah. Di dalam hatinya yang paling dalam ia mengutuk dirinya untuk berurusan dengan keluarganya terlebih dengan kakak-kakaknya selepas orang tuanya meninggal gara-gara ambisinya tapi ia masih memiliki kakek bijaksana yang merawat hidupnya yang tinggal diperbatasan desa lereng gunung, dimana ia sendiri menghabiskan masa kecilnya lalu pergi untuk sekolah diasrama ujung kota meninggalkan masa-masa suram yang menyakitkan tapi dua tahun lalu kakeknya baru saja meninggal.

Lingkungan rumah masih seperti dulu ketika ia kecil lalu pergi, hanya pohon mangga yang sudah besar menutupi jendela kamar miliknya waktu itu. Daun-daun tak bertuan menyambut kedatangannya dan terlihat beberapa orang sudah berkumpul diruang tamu mungkin itu kakak-kakaknya yang sedikit berubah dibagian wajah, kali ini ia benar-benar menjenguk keluarganya setelah dihabisi oleh masalah.

Adik perempuannya yang berumur sekitar dua puluhan menyambut lembut lalu memeluk layaknya rindu terobati diikuti oleh dua kakak laki-lakinya dan kakak perempuannya. Perlahan ia merasakan aliran darah keluarga mengalir lembut tapi itu menyakitkan membawanya pada masa lalu yang tidak mengasyikkan. Tangannya ditarik kilat oleh kakak perempuannya, menepis dari perkumpulan menuju ruang tengah terdapat kumpulan bingkai-bingkai, tak disangka ada foto dirinya disudut pojok ruangan bersama ayah dan ibunya, perlahan ia duduk, suasana membuat ia rindu.

"Kau sudah tahu masalahnya?" Kakaknya bertanya lembut dihadapannya

"Sudah. Itu pun intinya lagu lama keluarga kita"

"Saya minta maaf, semuanya memang sudah terjadi. Orang tua kita meninggal pun kau menyangka penyebabnya adalah kakak mu. Tiga tahun lalu kakakmu yang paling tua juga terlibat kasus korupsi terus satu tahun lalu kakak mu yang kedua juga terlibat kasus penyalahgunaan wewenang di sebuah perusahaan besar sampai terkenal dengan penganiayaannya dan malam ini suami kakak sedang disandera. Orangnya menelpon satu jam lalu meminta kamu datang sebagai tebusan. Kakak benar-benar minta maaf"

"Dua tahun perusahaan berjalan menyelundupkan barang-barang ilegal. Kenapa sekarang baru ketangkap?. Dan sudah saya duga ini adalah sebuah rencana besar para bedebah"

"Tiga bulan lalu pendapatan kami menurun tapi pemasukan semakin meningkat membuat kami bangkrut dan sialnya kami tak sanggup bayar pungli untuk mafia-mafia pengecekan barang ekspor impor"

"Kapan saya harus datang?"

"Jam sepuluh malam didepan jalan taman. Seharusnya kau tidak datang untuk pertemuan itu. Saya menyuruh mu kesini hanya ingin bertemu saja dan memberikan informasi.Sepertinya ada orang yang sedang mengincar mu. Saya sedikit tahu tentang reputasi mu dan hasil tulisan mu itu adalah musuh bagi orang-orang mafia dan licik di negeri ini dan semuanya itu kamu perjuangkan atas didikan kakek. Kau memang sangat benci dengan kakak-kakak mu tapi kau lebih benci dengan dirinya sendiri, seorang Konsultan ternama tapi tidak bisa memberi arahan yang baik kepada keluarga. Semuanya sudah terjadi dan kau harus tetap hidup, setelah ini pulanglah dan berhati-hati" 

Kakaknya menunduk lalu menangis terisak-isak, dan ia merasakan peperangan baru saja akan dimulai.

"Tenanglah, kakek selalu bilang aku tak sendirian"

 Ia beranjak pergi meninggalkan rumah dan bingkai-bingkai asal muasal masa lalunya. Diantar oleh supir pribadi kakaknya, mobil melaju perlahan membelah angin malam menebas lampu-lampu kota menuju jalan taman. Ia menunduk menyiapkan segala resiko.

Taman sudah terasa sepi hanya gelap dan beberapa lampu di ujung jalan. Ia turun dan menyuruh supir pribadinya segera pulang. Angin dan gelap menenamani duduknya di bangku taman, matanya terjaga memandangi jalanan yang lekang. Beberapa menit terlihat orang dengan jaket hitam turun dari mobil hitam dengan lampu yang dimatikan. Langkahnya semakin mendekat, wajahnya terlihat jelas, wajah yang sering bicara ramah didepan TV dan orang-orang pasti mengenalnya, tingginya yang semampai memilih duduk disampingnya.

"Kau sudah pasti mengenal saya" ia membuka obrolan

"Dan tak usah dijelaskan. Apa tujuan kamu menyuruh saya datang ke sini?"

"Haha, anak muda sekarang terlalu serius bicara dengan orang tua"

"Orang tua itu bijak dan di hadapan saya bukan orang bijak"

"Haha, kau anak muda yang terlalu pemberani datang sendiri, suka menulis dengan prinsip, kau benar-benar berani di negeri ini. Orang-orang besar dan licik sedang mengincar mu, mereka sedikit ketakutan gara-gara tulisan mu yang seolah-olah memberi kekuatan pada kejujuran. Apa sih untungnya buat kamu?"

"Saya tak pernah sendiri dan ketakutan tidak ada yang sedikit dan pastinya tidak menguntungkan buat orang-orang seperti mu"

"Dan kau sebaiknya lebih hati-hati untuk hidup. Didunia ini biarlah berjalan sebagaimana mestinya ada kejahatan dan ada kebaikan. Dan kau tidak usah andil diantara keduanya"

"Saya akan tetap hidup. Dan alangkah lebih baiknya kejahatan itu tunduk pada kebaikan atau mungkin menjadi pembantu agar kebaikan terus berjalan lancar"

Ia menarik retsleting jaketnya lalu pergi menuju mobil ujung jalan membawa muka masam dan benci yang bertebaran di ulung hatinya dan mungkin malam bersama gelapnya tahu ke gelapan langkahnya. 

Mas ji hanya duduk diantara gelap dan cahaya lampu, menatap pekat jalan yang lekang tempat dimana manusia berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun